"Heh! mbak cepat berikan uang itu, ibu lebih perlu dari pada mbak! kelihtan mbak ngak bersyukur dengan uang bulanan dari mas ku! makanya kerja bantu suami biar ngak jadi beban suami!" hardik Ririn tanpa sadar diri.
Dasar tidak sadar diri, dia pikir dia kerja? harap suami serabutan aja bangga. Malas sekali aku berdebat dengan dua wanita ini.________Petengkaran masi berlanjut."Emang kamu kerja? harap suami serabutan aja bangga!" Sindirku keras.wajah Ririn pias seketika."Jaga mulut kamu wanita mandul!! sudah mandul, miskin, berlagak sok kuasa uang anak ku dasar tidak tahu malu!!" bentak ibu."Ohh, jadi selama ini ibu pikir aku mandul hah? tanya sama anak ibu kenapa aku tidak hamil!!" balasku tak mau kalah.Segera ku ambil uang lima ratus ribu yang tadi mas Dimas berikan kepadaku, aku lempar uang itu ke hadapan ibu."Ambil tuh uang ngak seberapa, aku tidak butuh!" Hardik ku"Dasar, tidak tahu bersyukur kamu! udah miskin tidak bersyukur pula," kata ibu, lalu berlalu pergi dari hadapanku bersama Ririn yang tak lupa ia juga membawa bungkusan makanan dari rumahku.Sakit sekali hati ini Dihina, diperlakukan tidak baik oleh mertua, walaupun uang itu tidak seberapa tapi, tidak ada hak nya untuk mengambil dari ku. Karna aku muak dengan sikap mereka jadi aku lempar saja uang itu.*********Hari ini hari pernikahan Mas Dimas dan wanita itu.Aku segera kesana untuk memberi kejutan karena tadi alamat wanita itu sudah dikirim Aina.[Kamu yakin pergi sendiri?] tanya Aina melalui pesan chat.[Iya, tenang saja Na, aku kuat kok.] Balas ku.Jangan tanya aku sakit hati atau tidak, jawabanya pasti sakit hati, Karena aku juga mencuntai suamiku ituSelang berapa menit aku sampai di rumah Farah. Iya Farah nama selingkuhan suamiku, yang aku dengar waktu percakapan mereka di rumah ibu.'Wow Acaranya mewah sekali,' gumamku dalam hati.Semua tamu sudah berbondong - bondong menyalimi pengantin itu. Aku sempat melihat perut Farah sedikit membesar, artinya dia sedang mengandung. Aku melihat mas Dimas dan Farah diatas pelaminan sambil tersenyum sumringah.Aku ikut dalam rombongan para tamu untuk menyalimi pengantin."Selamat ya, semoga langgeng, ini kadonya," ucapku sambil membuka kerudung dan kacamata yang tadi kugunakan untuk menyamar, dan menyodorkan amplop coklat sebagai hadia.Seketika wajah Mas Dimas Pias."Nel- Nela?" gugup Mas Dimas."Kenapa mas kaget? selamat ya," ulang ku lagi.Mas Dimas langsung menarikku ke belakang tanpa memperdulikan para undangan, lalu diikuti ibu dan Farah."Dari mana kamu tahu ini semua?" tanya mas Dimas."Nela? kenapa kamu bisa ada disini?" tanya ibu mertuaku."siapa dia mas?" tanya Farah."Aku, istri sah orang yang sekarng menjadi suami mu!" jawabku penuh penekanan atas pertanyaan Farah.Wanita itu terdiam mematung.Para tamu undangan banyak memenuhi tenda, mungkin sanak saudara Farah dan teman- temannya."Silakan buka isi nya mas, itu hadi dari ku," hardik ku.Mas Dimas membuka amplop itu, wajah nya terkejut disusul ibu yang juga melihat."Dek, kita harus bicara," kata mas Dimas."Apaan kamu Dimas, biarkan saja dia mau gugat cerai, Itu jauh lebih baik. wanita miskin dan mandul ini hanya beban kamu saja, dia tidak pantas bersanding dengan kamu!!" tegas ibu."Hahaha heh! wanita tua, sudah ku bilang aku tidak mandul!! aku dan mas Dimas anak kamu ini, selalu pake pengaman kalau berhubungan, jadi anda jangan sok tahu!" balasku dengan geram"Jaga ucapan mu terhadap ibu ku Nela!" bentak mas Dimas."Apa benar yang dikatakan Nela? Dim?" tanya ibu.Dengan ragu- ragu mas Dimas mengangguk."Baguslah kalau begitu, dengan begitu kamu cepat- cepat pisah dari wanita miskin ini," aku terkejut mendengar jawaban ibu."Udah mas jangan hiraukan dia, usir saja wanita miskin ini, jugaan aku kan sudah mengandung anak mu, aku bisa kasih kamu lebih dari wanita miskin ini," Kata Farah sambil menunjuk ke arah kuBerani- berani nya dia menghina aku, dia belum tahu siapa aku."Benar kata Farah, Farah ini kan pendidikan tinggi, manager di perusahan, kurang apa coba?" balas ibu mertua."Baiklah, terus saja menghinaku, tapi ingat suatu saat aku akan membuat kalian hancur!" Hardik ku penuh penekanan dan meninggalkan mereka.Bisa ku dengar apa yang dikatakan ibu mertua."Yang ada kamu yang hancur, bisa apa kamu tanpa anak saya? dasar miskin! gak tau terimakasih!" crocos ibu."Makanya mbak kaya, minimal sekolah lah, berpendidikan tinggi, dan yang pasti gak mandul. Menyusahkan!!!" Sindir Ririn saat aku melangka kedepan.plak...plak..."Kurang ajak kamu, beraninya menghina aku? lihatlah dirimu, apakah kamu berpendidikan? hah?! dikasih sekolah malah hamil dengan laki- laki pengangguran, sekarng apa? banga sekali dengan suami serabutanmu itu!" bentak ku sambil menampar Ririn adik Mas Dimas.seketika ku lihat tamu undangan pada bisik- bisik."Apa- apaan ini hah! dasar wanita g i l a, tidak tahu diri, datang buat kekacauan di pesta orang." maki ibu mertuaku itu."Dek, keterlaluan kamu!" Bentak mas Dimas.Tidak kuhiraukan perkataan Mas Dimas, tiba- tiba saja muncul ide gila dikepala ku, segera aku mengambil mic dan.."Para tamu sekalian yang terhormat, yang ada diacara mewah dan megah ini, aku mau menyampaikan kalau pria ini, pria yang menikah yang hari ini menikah adalah suami sah saya, sah negara dan sah secara agama! dan sekarng dia menikah dengan wanita ini, wanita yang sesang hamil ini, tanpa ijin dari saya, apalagi, wanita ini hamil diluar nikah dengan suami saya. Apa bedanya sama perempuan murahan diluar sana? miris!"semua tamu undangan berbisik- bisik, ada yg geleng kepala, ada yg maki- maki."Padahal lebih cantik istri sah,""Suami Farah ternyta suami orang, Ihh pelakor dong," kata sesorang sambil tertawa."Padahal cowoknya jelek banget,""Ihh, kok Farah bisa gatel gitu,"umpatan demi umpatan bersahutan.Rasakan kamu mas!Setelah memberi pengumuman itu, aku segera melangka kaki pergi meninggalkan acara mewah itu, tanpa mempedulikan mas Dimas yang memanggil ku dan ibu mertua beserta Ririn dan Farah yang mencaci maki disana.Rasanya muak sekali.Lihat saja kalian pelan- pelan akan ku hancurkan.B E R S A M B U N GSetelah permasalahan sudah selesai, persahabatan ku dengan Aina kembali seperti semula. Namun, kami jarang sekali bertemu apalagi bertukar cerita, entah itu di dunia nyata ataupun di dunia maya. Sekalinya bertukar pesan, ia hanya memesan kue untuk hajatan di rumah mertua nya. Setelah itu, tak lagi ada perbincangan akrab. Sepertinya ia masi canggung jika diajak berbicara. Seperti pagi hari ini, tiba - tiba saja ia memesan 20 bentuk kue tart dengan model yang berbeda dan varian rasa yang best seller di toko kue ku. Aku segera mengerak kan, karyawan - karyawan ku untuk segera membuat tart, pesanan Aina. Karena sore nanti, sudah harus selesai. Setelah semuanya selesai, aku kembali menghubungi dirinya untuk segera menuju rumah mertuanya, utuk mengantarkan pesanan.Sore ini cukup cerah. Karena melihat, karyawanku yang sudah kelelahan, aku memutuskan untuk mengantar pesanan semuanya sendiri saja. Toh, mereka juga sudah sangat bekerja keras, untuk membuat pesanan kue dadakan dari Aina ini. S
P O V Aina. Sesuai kesepakatan, hari ini aku akan ke kantor polisi dan memberi pengakuan semuanya. Aku di arahkan, ke ruang interogasi. Di hadapanku, sudah duduk pria berumur yang akan menyelidiki diriku. Setelah itu, aku pun memberi pengakuan seperti apa yang aku tahu. Sebenarnya, aku juga harus di tangkap, karena terlibat dan mendukung rencana suamiku. Tak hanya itu, aku juga sudah memutar balikan fakta dan berbohong kepada Nela. Aku meminta polisi itu juga turut adil, dalam menangkap diriku. Tapi, nyatanya tidak. Ia hanya mengatakan kalau semuanya tergantung pada keputusan Robi. Aku masi saja, bersihkeras untuk menyerahkan diri, tapi itu hanya angin lalu baginya dan, ia mengabaikan diriku lalu melangka keluar. Aku pun ikut keluar, dan menghampiri dua insan yang tengah menatapku. Aku meminta mereka, untuk menuntutku, agar turut mendapatkan hukuman juga. "Tidak, kami tak akan menuntut kamu," ujar Robi, ketika aku mengatakan itu. "Aku mohon, biarkan aku menebus kesalahanku ini. Nel
P O V Aina. Rencanaku hari ini, adalah ke toko kue milik Nela. Aku mencoba untuk, memelas meminta dirinya membebaskan mas Bian. Semoga saja, dirinya mau dan luluh dengan diriku, yang memohon untuk membebaskan suamiku , atau setidaknya bertemu sedetik dengan mas Bian. Sesampainya di toko cake Nela, aku bergegas masuk. Sepertinya Nela, ada di toko karena mobilnya sudah terparkir rapi di garasi toko kue nya. "Nela ada?" Tanyaku, pada salah satu karyawan yang berada di meja kasir. Entah lah, siapa. Aku Lupa dengan nama nya. "Bu Nela, ada bu." Jawab wanita itu. "Okey," langsung saja, aku masuk dalam ruangan nya. Benar saja, Nela sedang fokus berkutat dengan komputer yang ada di depan nya. Tanpa basa basi lagi, aku langsung mengatakan tujuanku kesini. "Nela.. aku mohon, tolong bebaskan mas Bian... tolong Nel, tolong cabut tuntutan itu," cercaku, yang datang langsung memohon. Nela hanya sedikit terkejut, dengan kedatanganku. Tapi, segera ia memalingkan wajah dan mengabaikan diriku.
P O V AinaSegera aku menghubungi mas Bian, tapi ponsel nya aktif. Tak seperti biasa ia begini, jika memang sibuk bekerja, tapi kalau aku yang telpon dia segera angkat. Firasat ku mendadak jadi tak enak, kepada dirinya. Apa yang sudah terjadi dengan suamiku? ****Aku semakin di buat pusing, karena mas Bian tak juga mengangkat telpon ku. Drittt...Drittt...Tiba - tiba, telpon ku berdering. Gegas aku meraih benda pipi yang layarnya sedang menyala kerlap kerlip itu, yang ku pikir adalah mas Bian, ternyata bukan...."Hallo bu, gawat!" Ujarnya, seorang pria dari sebrang sana. "Hallo.. kenapa Di?" "Bapak bu... Bapak...." Gugupnya, seraya menggantungkan kalimatnya. "Bapak kenapa Di?" Aku semakin panik dengan, perkataan Budi, yang tak menyelesaikan ucapanya. "Bapa ditahan-" "Maksud kamu? Ditahan sama siapa?" Potongku, yang sudah keringat dingin, padahal suhu Ac di ruangan ini sangat dingin. "Bapak ditahan polisi. Tadi, polisinya datang bu," "APA?!!" Sekujur tubuhku lemas, tanganku
Aina pun, sudah benar - benar pulih dan sekarang sudah di izinkan pulang oleh dokter. Akhirnya, yang di tunggu - tunggu tiba juga. Dimana, hari berlangsungnya sidang telah tiba. Didepan hakim, Aina, mas Bian, Budi, supir truk dan ada beberapa yang terlibat di seret semua ke hadapan hakim. Dulu, Aku sempat berpikir, kalau mereka akan menyewa pengacara untuk membantu dalam kasus ini. Ternyata tidak! mereka ingin bertanggung jawab atas perbuatan mereka. Baguslah! Padahal, aku dan Robi juga sudah merencanakan akan menyewa pengacara juga dalam kasus ini. Sebelum berjalan ke depan, Aina sempat melemparkan tersenyum padaku. Senyum, yang terlihat tulus. Dengan spontan, aku membalas senyum darinya. Ia terlihat, masi sangat pucat. Persidangan pun dimulai. Hakim menanyakan semuanya dan para tersangaka mejawab dengan jujur tanpa ada yang ditutupi. Aina pun, ditanya oleh hakim dan ia menjawab dengan jujur, seperti apa yang ia katakan kepadaku. "Saudara Bian Aditama, apa benar anda yang sudah me
Selepas pulang kerja, aku selalu mengunjungi Aina di rumah sakit. Seperti biasa, ia belum juga menyadarkan diri. Akhirnya, sidang itu diundur dilain waktu lagi, sampai Aina benar - benar pulih kembali. Kata Robi, mas Bian masi saja bungkam. Ia tak berniat mengakui semua kesalahanya. Saat, sudah berada di rumah sekitar jam empat, aku dikabarkan dari tante Risa, katanya Aina sudah siuman. Setelah mengurus Dania, aku bersiap diri untuk ke rumah sakit. "Kamu ikut, sayang?" Tanyaku, pada Robi yang sedang fokus pada laptop, di ruang kerjanya. "Nggak, aku masi banyak kerjaan," jawabnya, tanpa melihat ke arahku. "Baiklah, aku sediri saja," "Hati - hati, sayang. Oh iya, sampaikan salam pada Aina," tukasnya."Iya! Perhatikan Dania ya, kalau dia rewel, tolong kamu gendong dulu. Kasian bi Ijah," peringatku, karena bi Mey masi izin ke kampungnya. Jadi, Dana dijaga Bi Ijah. Aku segera masuk mobil dan menyalakan mobil lalu perlahan meninggalkan rumah. Saat sampai di rumah sakit, langsung saja