Share

Suamimu Ayah Anakku
Suamimu Ayah Anakku
Penulis: Vipdlf

01. SERUPA TAPI BERBEDA

"Zee! Kau masih belum bersiap-siap!"

Zee menoleh ke asal suara, niatnya untuk mengambil minum harus terhenti saat ia melihat kedua mata ibunya melebar. Ayolah, ia tidak merasa terintimidasi karena ibunya memang selalu seperti itu terhadapnya.

"Bisakah aku tidak ikut?" Zee bertanya sambil menggaruk kepalanya dengan malas-malasan.

"Oh tentu, kehadiranmu hanya akan membuat Thea malu!"

Bukannya tidak terima, Zee malah bernafas lega. Setidaknya waktu istirahatnya terselamatkan, pikirnya.

"Sayangnya kali ini kau tidak bisa melewatkannya lagi. Ini adalah hari bersejarah untuk Thea, kau harus melihatnya dengan mata kepalamu sendiri sehebat apa kakakmu itu," sindirnya.

Raut wajah Zee berubah masam, ia tidak masalah jika ibunya terus mengintimidasi selama ia tinggal di rumah ini, bahkan saat ibunya berlaku tidak adil, Zee tidak peduli. Tapi, saat ia mulai dibandingkan dengan Thea, rasanya Zee tidak pernah bisa menerimanya.

"Jangan mulai lagi." Zee memperingatkan, ia tidak ingin beradu mulut dengan ibunya. Sungguh, hari ini ia sangat lelah. Bahkan hanya untuk bersuara saja rasanya melelahkan.

"Aku tidak mau tahu, hari ini kau harus ikut! Bersiaplah," perintahnya.

"Yang benar saja Bu! Aku baru pulang kerja, aku ingin istirahat. Belum lagi besok aku harus masuk pagi," protes Zee dengan kesal.

"Ck, tidak perlu membahas pekerjaanmu yang tidak seberapa itu. Lakukan saja apa yang kusuruh! Sekalipun kau bekerja keras, tidak akan ada yang berubah dari pekerjaanmu itu!"

Zee mengepalkan tangannya kuat-kuat, matanya berapi-api. Bohong jika ia tidak marah, rasanya ingin sekali ia mengamuk dan membalas perkataan ibunya. Tapi apa yang bisa ia lakukan, pekerjaannya memanglah tidak sehebat Thea.

Memang apa yang bisa diharapkan dari seorang pelayan Cafe sepertinya?

"Oh ya, kau masih punya waktu untuk mencuci rambutmu. Bajunya sudah kusiapkan di kamarmu. Ingat, satu jam lagi kau harus sudah siap, mengerti!" katanya sambil berlalu dari sana.

Zee menghela nafas. Lihat, keputusan sepihak ibunya bahkan tidak bisa dibantah lagi. Zee bisa apa, selain pasrah, toh ibunya sudah tidak ingin mendengar penolakannya lagi.

Baiklah, Zee akan menurut kali ini. Setidaknya mungkin di sana ia bisa bersenang-senang sendiri untuk melampiaskan amarahnya.

Prim Raqilla; adalah ibu tunggal dari Zeeya Cornelia Ashley (Zee) dan juga Freya Lenathea Ashley (Thea). Mereka adalah saudara kembar yang hanya terpaut waktu 5 menit saja. Namun sayangnya mereka berpisah dalam waktu yang cukup lama saat kedua orang tua mereka bercerai. Karena itulah, hubungan Zee dengan keduanya tidak terlalu dekat.

Zee, datang saat ia menginjak bangku SMA, tepatnya saat sang ayah meninggal dunia. Dan mau tidak mau akhirnya Zee harus tinggal bersama ibu dan juga kakak kembarnya, Thea.

Saat Zee sudah terbiasa, ia semakin sadar jika dirinya tidak akan pernah bisa setara dengan Thea, apalagi dengan kehidupan mereka yang saat ini sangat berbanding balik. Thea memiliki karir yang bagus hingga ia sudah sukses di usia muda sebagai seorang desainer. Sedangkan dirinya hanyalah seorang pelayan di salah satu Cafe milik temannya. Sungguh perbedaan yang sangat jauh.

Zee tidak pernah merasa iri atau marah dengan nasibnya, ia sudah cukup bersyukur dengan apa yang ia miliki. Hanya saja, satu-satunya yang mengganggunya adalah perkataan Bu Prim yang kerap membanding-bandingkan mereka.

Zee sudah sangat muak, tapi ia juga bisa apa karena itu memanglah kenyataan. Faktanya, hidupnya tidak seberuntung Thea.

Zee hanya berharap ia bisa berhenti diikuti oleh bayang-bayang Bu Prim. Karena itulah Zee bekerja dengan sangat keras agar ia bisa mengumpulkan uang yang banyak dan pergi dari sana.

"Oh sial, kapan aku bisa keluar dari rumah ini," gumam Zee sambil mengeringkan rambutnya dengan Hair Dryer. "Kau menyedihkan Zee ...."

Zee mengasihani dirinya sendiri, ia baru saja selesai mencuci rambutnya seperti yang Bu Prim perintahkan. Saat ia melihat bajunya yang sudah tersedia di atas ranjang, Zee hanya bisa tersenyum kecut.

"Aku bahkan harus memakai baju milik Thea," monolognya lagi. "Benar-benar menyedihkan ..., tapi setidaknya Ibu masih peduli padaku, artinya dia memperhatikanku bukan?"

Zee berusaha tersenyum kecil dan berpikir positif, sampai ia kembali bersuara, "Atau mungkin dia tidak ingin aku membuatnya malu hehe ...."

Tak ingin mendengar banyak ocehan ibunya lagi, Zee segera memakai gaun berwarna putih itu dan berdandan semampunya. Setelah selesai, Zee berputar di depan cermin dengan senyuman merekah di bibirnya.

"Tidak buruk ...," kekehnya.

Tak lama kemudian Bu Prim memanggilnya dan mereka pergi ke acara malam ini yang diadakan di sebuah hotel. Sepanjang jalan Bu Prim terus membanggakan Thea hingga rasanya Zee ingin sekali menyumpal telinganya. Bukannya ia tidak suka dengan pencapaian Thea, ujung-ujungnya pasti Bu Prim hanya akan membandingkan pencapaian mereka.

"Lihat, hotelnya saja semewah ini. Pasti di dalamnya hanya ada orang-orang hebat," takjub Bu Prim saat mereka keluar dari dalam taksi. Zee memutar bola matanya dengan malas.

Acara ini diadakan di ruangan besar di mana di dalamnya terdapat orang-orang hebat seperti yang sebelumnya Bu Prim katakan. Zee bahkan tidak bisa mengelak jika ia juga sangat bangga dengan Thea karena kakaknya itu bisa sesukses ini.

"Itu Thea," tunjuk Bu Prim pada seorang wanita yang sedang berbincang ramah dengan para tamu yang lain.

Zee melihat ke arah Thea, dari kejauhan pun perbedaan mereka benar-benar sangat jelas. Zee menggelengkan kepalanya, ia tidak boleh merasa kecil hati hanya karena Thea jauh lebih berjaya di atasnya.

Thea, yang sadar akan kehadiran Zee dan ibunya segera pamit dan menghampiri mereka berdua. Saat berjalan, Thea sangat anggun. Semua yang ada pada dirinya terasa sangat sempurna.

"Hai sayang, apa Ibu terlambat?" sapa Bu Prim pada putrinya.

Thea melirik Zee sekilas, lalu beralih pada Bu Prim. "Tidak, acaranya belum dimulai."

Sebelum Zee menyapa, Thea sudah lebih dulu menarik Bu Prim untuk mendekat.

"Kenapa dia memakai bajuku," Thea berbisik dengan ketus.

Meski Zee tidak terlalu mendengarnya tapi ia tahu jika Thea tidak senang dengan kehadirannya.

"Ayolah The, dia tidak memiliki gaun. Kau tahu sendiri semua pakaiannya hanya itu-itu saja."

Zee mendengar dengan jelas, jadi Thea mempermasalahkan baju yang ia pakai sekarang?

Thea melihat ke sekelilingnya seolah ia takut orang-orang melihat ke arahnya. "Kenapa harus baju yang itu, bagaimana jika orang salah mengira jika dia itu aku."

Sekarang Thea tidak berbisik lagi, jadi Zee bisa mendengarnya cukup jelas. Bu Prim baru sadar jika warna baju yang sekarang Thea dan Zee pakai itu sama, hanya beda model sedikit saja.

"Mana Ibu tahu kalau-"

"Kau tenang saja, meski wajah dan baju kita hampir sama setidaknya aku tidak bisa menandingi penampilanmu malam ini," potong Zee dengan cepat.

Thea menatap Zee dari atas ke bawah, bisa dikatakan penampilan Zee memang tidak sebaik dirinya. Tetap saja Thea tidak ingin orang salah mengenalinya hingga imejnya bisa buruk.

"Itulah masalahnya, karena penampilanmu tidak sebaik aku, bisa jadi orang berpikir bahwa Freya Lenathea seorang desainer terkenal tidak memperhatikan penampilannya. Kau ingin mereka mengira begitu!"

"Lalu, apa ini salahku karena memiliki wajah yang sama sepertimu!" Zee berkata dengan kesal.

Thea memutar bola matanya. "Kau itu merepotkan!"

"Seharusnya kau bilang jika tidak ingin ada aku di sini!" Zee beralih pada ibunya. "Ibu lihat sendiri, kan, kurasa dia tidak senang aku datang!" Setelah mengatakan itu, Zee melengos pergi dari sana.

"Kau mau ke mana?" Bu Prim menahannya.

"Tentu saja ikut berpesta, aku sudah di sini. Ibu pikir aku akan pulang begitu saja!" jawab Zee sambil berlalu dari sana.

"Zee." Bu Prim berteriak kecil. Tapi Zee tidak menghiraukan, ia pergi menjauh dari mereka.

"Biarkan saja dia," kata Thea tak memperdulikan Zee yang menghilang di keramaian.

"Anak itu benar-benar ya! Thea, Ibu minta maaf. Ibu tidak tahu jika Zee akan merepotkan seperti ini. Ibu hanya ingin dia melihat semua kesuksesanmu dan belajar darimu." Bu Prim merasa bersalah karena sudah membuat Thea tidak nyaman akan kedatangan Zee.

"Sudahlah Bu, tidak apa-apa. Sudah terjadi juga. Lain kali jika apa-apa itu minta ijinku lebih dulu," tukasnya.

"Kau kan sibuk, kau juga jarang berkunjung. Ibu pikir kau tidak perlu memikirkan tentang Zee."

Thea merasa tersindir, sudah dua bulan ini ia memang tidak pernah mengunjungi ibunya lagi.

"Selamat malam." Tiba-tiba seorang pria menghampiri mereka. Pria itu tersenyum ramah sambil membawa bucket bunga di tangannya.

"Eh, Nak Darren apa kabar," pekik Bu Prim saat melihat siapa yang ada di hadapannya.

"Sangat baik, Ibu sendiri bagaimana?"

Bu Prim tersipu saat pria yang dipanggil Darren itu memanggilnya ibu. "Tentu saja baik."

"Kau datang, kupikir kau masih di luar kota." Thea tidak menyangka kekasihnya itu akan datang, mengingat kemarin Darren masih ada di luar kota.

"Hm, aku baru sampai. Dari bandara aku langsung ke sini."

"Kupikir kau masih marah padaku," gumam Thea. Darren tentu saja mendengarnya, tapi ia memilih berpura-pura tidak mendengar apa pun.

"Oh ya, ini untukmu." Darren memberikan bunganya pada Thea.

"Nak Darren manis sekali, terima kasih ya." Bu Prim mengapresiasi usaha Darren yang menurutnya sangat romantis.

"Bunga yang cantik," puji Thea setelah menerima bunganya. "Oh ya, aku tinggal kalian dulu di sini. Aku akan bergabung dengan yang lain, acaranya akan segera dimulai," pamit Thea pada mereka.

Setelah Thea pergi, Darren berbincang-bincang sebentar dengan Bu Prim. Lalu mereka berpisah saat acara inti sudah dimulai. Di pertengahan, nama Thea dipanggil ke depan, wanita itu mendapatkan penghargaan sebagai desainer yang sukses di usia muda. Banyak orang yang takjub dengan pencapaian Thea. Begitupun dengan Darren, ia sesekali tersenyum melihat kekasihnya di depan sana.

"Kau tersenyum, tapi dari caramu meneguk minuman itu, kau tampak frustasi," kata orang yang baru saja duduk di sampingnya.

Darren menoleh, ia meneguknya kembali sebelum berkata, "Kau gila, semua orang bersorak untuknya. Kenapa aku harus merasa frustasi."

"Entahlah, mungkin ada sesuatu yang tidak kau sukai dibalik semua itu."

Darren menyimpan gelasnya dengan kasar, ia menatap orang itu dengan serius. "Tahu apa kau!"

"Aku tidak tahu. Karena itu aku bertanya, apa ada sesuatu yang ingin kau ceritakan?"

Darren melihat ke arah Thea yang baru saja menyelesaikan pidatonya, tangannya mengepal kesal di atas meja bersamaan dengan riuh tepuk tangan semua orang. Seketika matanya terpejam saat ia ingat dengan apa yang sebenarnya terjadi ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status