Jax's POV
“Berapa lama kita akan tiba di pulau selatan?” tanyaku pada Devon yang tengah berada di ruang nakhoda dan turut mengawasi dan menjadi navigator dalam perjalanan kali ini. Devon memutar tubuh dan tampak wajahnya serius. “Apakah ada masalah?”“Tampaknya kita akan butuh waktu lama untuk tiba di sana. Menurut beberapa petugas maintenance, ada sedikit kendala di bagian mesin, Jax,” jawabnya.“Lalu? Kita tunggu saja sampai perbaikan selesai. Mereka pasti akan mengerjakannya dengan cepat. Aku biasa mengalami ini.”“Tidak mungkin. Kau pasti tahu alasan pulau selatan todak segera terjual. Dan kau nekat membelinya.” Ia menjeda kemudian mendekat padaku. “Ada makhluk mitologi di sana, Jax. Tepatnya di lautan menuju ke selatan. Kita tak boleh berlayar melewati titik itu pada saat gelap.”Aku berusaha mencerna perkataan Devon. Agak aneh di telingaku mendengar tentang makhluk mitologi dan sejenisnya sementara kami sendiri pun merupakan bagian dari mereka. Memangnya siapa yang percaya pada vampir?“Lalu? Kau takut dengan mereka?” tanyaku, menantang Devon yang wajahnya kini makin pucat.“Kita tidak perlu takut, karena tidak memiliki darah. Bagaimana dengan bayimu? Meski imortal, dia adalah manusia. Kau tak boleh lupakan itu.”Devon benar. Bagaimana mungkin aku bisa lupa pada Ash. Dia adalah manusia abadi. Aku tak tahu apa keistimewaan sebagai manusia abadi selain memiliki aliran darah dan bisa hidup lebih lama. Jika hanya itu yang ia miliki, maka kami memang harus benar-benar menjaganya sebelum ia dewasa.“Kau benar. Kalau begitu, kita gunakan speedboat untuk menuju ke sana. Kita punya beberapa unit yang bisa kita gunakan sementara kapal ini bersandar di suatu tempat,” jawabku. Aku lantas hendak berbalik untuk menemui lainnya dan mengabarkan perihal ini, tetapi Devon mencegahku.“Tunggu, Jax. Kita tak bisa berangkat hari ini. Kau lihat, langit sudah gelap. Kita harus bersandar dan menunggu sampai pagi tiba untuk melanjutkan perjalanan.”“Kau benar. Baiklah, aku akan mengabarkan pada lainnya agar bersiap.”Aku bergegas menuju ke tiap ruangan, mengabarkan pada awak kapal dan petugas maintenance untuk mempersiapkan speedboat sekaligus aku menyampaikan beberapa hal yang harus kami lakukan sebelum menambatkan kapal di salah satu tempat.Salah seorang awak kapal yang pernah ikut berlayar menuju ke beberapa pulau bahkan membenarkan adanya kisah tentang makhluk mitologi penghuni lautan di sekitar perairan menuju daerah selatan.“Kami juga pernah melihatnya, Tuan Alister. Namun, dari yang kami tahu, ia bukan monster atau pun makhluk yang mengganggu. Saat itu kami hanya melihatnya sekilas melintas di permukaan laut sebelum akhirnya menghilang,” ujar awak kapal yang dibenarkan oleh beberapa lainnya dengan anggukan.Aku berpikir sejenak, berusaha menelaah apa yang mereka sampaikan yang tak jauh berbeda dengan keterangan Devon. “Jika bukan monster, lantas apa? Tak adakah dari kalian yang memerhatikan? Atau mungkin ada yang dengan atau tanpa sengaja mendokumentasikannya?”Mereka saling berpandangan, kemudian beberapa menggeleng dan salah satu maju ke depan dengan menggenggam sebuah benda di tangannya.“A-aku tanpa sengaja merekamnya kala itu, Tuan. Namun, aku takut untuk menunjukkannya pada siapa pun, karena pernah sekali aku menunjukkan pada salah seorang kru, dan beberapa hari kemudian ia tewas dalam pelayarannya karena kapal yang ia tumpangi tenggelam di perairan selatan.”“Apakah itu artinya masih ada yang berlayar melewati perairan itu?” tanyaku, merasa ada kejanggalan pada keterangan awak kapal di hadapanku. Dia mengangguk.“Banyak turis yang memang penasaran akan keindahan pulau selatan, Tuan. Maka mereka berniat untuk melihatnya. Dan aku baru tahu kalau pulau itu adalah milikmu.” Ia menjeda perkataannya lantas mengulurkan benda yang merupakan sebuah telepon genggam. “Aku sudah berusaha menghapus gambar itu, tetapi keesokan harinya entah mengapa gambar itu muncul kembali, bahkan tampak lebih jelas.”Aku meraih benda dari tangan lelaki itu, kemudian menatap wajahnya yang masih tampak pias. Saat hendak mengaktifkan benda itu, si pemilik justru mencegahku.“T-tuan Alister. Sebaiknya kau jangan membukanya. Aku takut kalau nanti akan berimbas—““Tenanglah. Aku yang akan menanggung akibatnya nanti. Kau jangan cemas.” Lelaki itu hendak menyanggah, tetapi aku mendorongnya menjauh, agar hanya aku yang menyaksikan gambar itu.Aku tahu, sikapku terlihat ceroboh dan bodoh, tetapi aku harus memastikan seperti apa penampakan makhluk yang membuat beberapa orang menjadi begitu resah. Aku sebagai seseorang yang memimpin perjalanan ini, sudah seharusnya memastikan keamanan mereka, maka tak ada salahnya kalau aku tetap memastikan tanpa terpengaruh cerita takhayul yang baru saja lelaki itu tuturkan.Jika ada yang harus mati setelah aku melihat video itu, maka makhluk itulah yang akan merasakannya jika ia sampai mengangguk ketenangan dan keselamatan seluruh awak kapalku.Aku mengaktifkan ponsel yang tampaknya sudah lama tidak diaktifkan, menunggu benda itu benar-benar menyala, kemudian menggulir untuk menemukan gambar dan video yang dimaksud oleh awak kapal. Dan ketika menemukan gambarnya, tidak seperti apa yang ia katakan, bahwa gambarnya tampak begitu jelas. Tangkapan gambaran yang ada di layar justru terlihat sedikit buram. Namun, aku bisa pastikan bahwa makhluk itu tak hanya satu, melainkan dua.“Tunggu. Jadi makhluk itu ada dua?” tanyaku, kemudian dan si awak kapal mengangguk gugup. “Dan mereka masing-masing berbeda spesies. Apakah aku salah lihat?”“B-berbeda spesies?” tanya lelaki itu, tampak tak mengerti. “Kupikir mereka sejenis, karena aku tidak terlalu memerhatikan karena keduanya tengah berenang.”Aku menajamkan penglihatanku sekali lagi untuk memastikan bahwa penglihatan yang pertama tidak salah. Dan memang benar, ada dua makhluk berbeda jenis yang berenang beriringan di laut seperti yang terekam di video.“Ini ...” Aku memperbesar gambarnya dan mencoba mengatur resolusi yang mungkin akan berfungsi, tetapi tetap saja, gambar yang tengah bermain di layar hanyalah tampilan buram. “Ini tidak mungkin! Makhluk berbulu yang bisa berenang di lautan? Ini pasti bercanda.”Jax's POV Aku dan Ivanna saling bertatapan, begitu pula Gabby yang terlihat tak percaya apa yang baru saja ia dengar. “Kehamilanmu adalah hadiah dari Amethyst, Sang Dewi Bulan, untukmu dan Dokter Davidson, karena kalian telah menolong kami,” lanjutnya. Aku bisa melihat air mata bahagia menetes dari sudut mata Gabby. Ia telah lama menantikan seorang bayi, karena menurutnya, dirinya tak mungkin bisa mengandung. Vampire tak mungkin mengandung, meski Ayden adalah seorang hybrid yang masih mungkin memiliki organ dan sel hidup dalam tubuhnya untuk bereproduksi, tetapi tidak dengan Gabby.Itu sebabnya ia mengusahakan dengan eksperimen yang telah hancur akibat perbuatan Jason. “Aku sangat bahagia mendengarnya. Selamat, Gabby!” Ivanna turut meneteskan air mata dan memeluk Gabby dengan erat, begitu pula lainnya bergantian mendekap wanita berambut merah itu. “Lalu bagaimana dengan embrio yang Jason bawa saat itu?” tanya Ivanna tampak ingin tahu. “Dia tak pernah tumbuh, Ivanna. Aku melihatny
Jax’s POVAku bisa merasakan nagamaki yang menembus punggung Jason semakin mengoyak tubuhnya, termasuk juga tubuhku. Jason menarikku mendekat dan seolah tak membiarkanku hidup sementara dirinya harus berakhir di tangan wanita yang selama ini ia anggap lemah.Ivanna berhasil menaklukkan apa yang selama ini membuatnya gentar. Pertemuan dengan Bethany dan Jason, adalah hal paling menakutkan baginya.Jason mendekapku cukup lama. Bola mata kelabunya menatapku dengan tatapan bengis, penuh kebencian. Aku masih ingat perkataannya yang terdengar sebagai ancaman seolah aku akan takut dan memilih untuk berpihak padanya.“Kau tidak akan pernah bisa lari, Jax. Aku akan terus memburumu dan keturunanmu di kehidupanku selanjutnya,” ujarnya, kemudian menyeringai.“Mungkin. Jika kau memang terlahir kembali, aku akan dengan senang hati menghadapi dan membunuhmu dengan tanganku sendiri,” jawabku sebelum kemudian mendorong Jason menjauh dan berusaha menopang tubuhku sendiri agar tak terjatuh.Aku masih in
Ivanna's POV Aku bangkit perlahan, duduk dengan tegak dan meraih Ash yang semula kubaringkan di atas hamparan pasir. Tak ada tangis sedikit pun, seolah ia mengerti bahwa ibu dan ayahnya sedang berjuang untuk keselamatannya, maka ia tak ingin membebani kami dengan rengekan.Aku menyerahkan Ash pada Ivory, membiarkan wanita itu merengkuh putraku.“Aku tak tahu apakah ini keputusan benar, mempercayakan bayiku padamu. Namun, seperti kau percaya padaku, maka itu yang kulakukan. Aku percaya padamu. Tolong jaga Ash untuk kami. Aku akan kembali ke sana menolong Jax dan kawan-kawan lainnya. Aku akan kembali mengambil Ash setelah kekacauan ini selesai.”“Tenang saja, Ivanna. Kau bisa percaya padaku. Aku berjanji akan menjaga Ash, karena ia adalah jodoh Mackenzie. Tak mungkin aku melenyapkan jodoh putriku sendiri. Sekarang kembalilah, tolonglah Jax dan lainnya. Aku akan membantu kalian dari sini,” ucap Ivory yang membuatku tertegun sejenak mendengar apa yang barusan ia ucapkan.Ash berjodoh den
Ivanna’s POVGabby menatapku dengan tatapan yang tak mampu kuterjemahkan. Apa yang tengah ia pikirkan saat ini? Mengapa aku tak bisa membaca pikirannya, dan pikiranku seolah tak mampu menangkap sinyal darinya. Apakah ini karena perasaanku tengah kacau balau?Gabby tampak gugup dan tak bisa memberikan jawaban maupun menuruti keinginan Jason, untuk memberikan Ash pada Bethany yang sudah tampak begitu kelaparan. “A-aku ingin ke kamar kecil,” ucap Gabby yang membuatku terhenyak. Apakah ia berniat untuk melarikan diri di tengah kekacauan yang telah ia buat? Jax mengatakan padaku bahwa Gabby sempat berniat untuk mengkhianati kami. Apakah ini salah satunya?Mendengar perkataan Gabby, Jason tersenyum mengejek. “Kau ingin menipuku, huh?”Gabby menggeleng. Bahkan ketika Jason akhirnya mencengkeram wajahnya, perempuan itu sama sekali tidak memberi perlawanan. Ayden yang tampak geram dan berusaha melepaskan diri untuk bisa menyelamatkan kekasihnya, sementara aku dan Ash, nyawa kami di uju8ng tan
Ivanna's POV Bethany, jika aku tak salah mengenali, layaknya seekor anjing yang datang bersama tuannya. Jason mengikatnya tanpa ampun.“Halo, Ivanna. Apakah aku lupa mengatakannya, bahwa kau tak akan pernah bisa lari dariku. Ke mana pun kau pergi, aku akan selalu bisa menemukanmu.” Ia menoleh pada makhluk yang ada dalam ikatannya. “Benar begitu, kan, sayang. Kau boleh menyapa dirimu di kehidupan terakhir, Beth. Setelah ini, kaulah yang akan hidup dan dirinya hanyalah tinggal kenangan.”“Kami tak akan biarkan kau menyentuh Ivanna!” geram Gabby kemudian menerjang Jason yang dengan gesit selalu berhasil menghindar.Lalu giliran Ayden yang menyerang. Kekuatan keduanya imbang, tetapi bagaimana pun, Jason adalah lelaki yang licik. Ia menggunakan Bethany sebagai senjata untuk menghalau dan mempersulit posisi Ayden dan Gabby.“Kau harus menghabisinya, Ayden. Kita harus selamatkan Ivanna.” Aku masih mendengar suara mereka berdua tengah bercakap-cakap sembari sesekali kudengar suara denting be
Ivanna’s POVDi tengah kekacauan yang terakhir kali kulihat adalah sosok kekasihku yang telah siap dengan sahabat karibnya, nagamaki yang selalu tersemat di balik punggung. Jika Jax sudah mengetatkan genggaman di ujung pegangan nagamaki, itu artinya, pertarungan besar akan terjadi. Jumlah Feral yang datang, aku lupa tepatnya, tetapi aku tahu kalau mereka tak hanya satu, dua, atau sepuluh. Ratusan, jika aku boleh memperkirakan. Apakah Jax dan Max akan baik-baik saja menghadapi mereka?Ivory menarik lengan dan membawaku melarikan diri bersamaan dengan datangnya gerombolan makhluk liar itu. Aku merasa beruntung karena tak hanya aku yang ada di sana, melainkan Ayden dan Gabby yang bertemu dengan kami di sebuah persimpangan.Beruntungnya, Ash tak pernah jauh dariku. Ia masih berada dalam gendonganku setelah mendapatkan tanda keanggotaannya.“Ivy, akan kau bawa ke mana kami?” tanyaku, sembari mengikuti kecepatan wanita itu. Ivory sangat gesit dan lincah. Ia seolah sudah terbiasa melarikan