Home / Romansa / Suddenly Married / Suddenly Married

Share

Suddenly Married

Author: Lanlia
last update Last Updated: 2021-06-12 11:12:09

Hari itu tiba, di mana sang dua insan diperasatukan dalam status pernikahan. Dua pengantin yang akan menempuh hidup baru.

Zidan sudah bersiap, jantungnya berdetak kencang tak seperti biasanya. Tangan Zidan dingin dan peluhnya sudah membasahi pelipis. 

"Mama kecewa sama kamu," ucap Wanti dengan raut muka kecewa pada Zidan.

"Tapi aku, kan, berhasil mendapatkan calon istri sendiri, Ma."

"Bukan Reni yang Mama harapkan. Mama sudah menyiapkan calon istri yang baik untuk kamu, tapi sekarang kamu nggak jadi menikahi dia!"

"Aku nggak tahu siapa gadis pilihan Mama, jadi nggak ada kewajiban bagi aku menikahi dia, Ma."

"Intinya, Mama kecewa sama kamu," ucap Wanti keluar dari kamar Zidan. Ia hanya bisa menghela napas gusar. 

Dering ponsel Zidan langsung mengalihkan perhatian pria itu. Nomor tidak dikena muncul di layar HP Zidan. Siapa, ya? tanya Zidan dala hati, tanpa pikir panjang ia langsung mengangkat telepon.

"Hallo?"

"Hallo, Brother. Apa kabar?"

Mata Zidan melebar mendengar suara itu. "DONI!" teriak Zidan terkejut. Dikabarkan sepupunya itu menghilang dan sekarang Doni meneleponnya. 

"Ke mana aja lo? Buat susah semua orang," tanya Zidan.

"Nggak penting gue ke mana. Gue dengar, lo mau nikah ya, Bang?"

"Pulang, Don! Lo nggak kasihan apa sama orang tua lo?" Zidan mencoba menasihati Doni agar segera pulang.

"Lo mau nikah sama Reni?" tanya Doni tak menghiraukan ucapan Zidan.

Kening Zidan mengkerut, ia bingung harus menjawab apa.

"Asal lo tau, Bang. Reni itu milik gue, di dalam rahimnya ada benih yang gue tanam."

Tangan Zidan tiba-tiba terkepal. "Apa maksud lo!" bentak Zidan.

"Nggak nyangka lo sebodoh ini. Reni minta lo nikahin dia, supaya ada yang menggantikan tanggung jawab gue. Haha."

PRANG!

Emosi Zidan memuncak, ia tak memedulikan HP-nya yang sudah dibanting tidak bisa hidup lagi. Jadi, ini alasan Doni menghilang? Lari dari tanggung jawab. Lalu, ini pula alasan Reni agar bisa menutupi apa yang telah diperbuat. 

"ARGH!" 

Seharusnya Zidan tidak sebodoh itu hanya karena cinta. Ia terlalu mudah mempercayai orang seperti Reni yang tidak ada bedanya dengan Doni. Buru-buru Zidan keluar kamar, ia akan membatalkan pernikahan ini. Untung saja ijab kabul belum dimulai.

***

"Kan, sudah Mama bilang, Sayang. Reni nggak baik. Kenapa kamu tetap aja keras kepala," ucap Wanti setelah Zidan mengadukan semuanya. Kerabat Zidan pun sudah mengkonfirmasi pada keluarga Reni agar pernikahan itu dibatalkan. Walaupun sempat menolak, akhirnya keluarga Reni menerima keputusan itu, karena memang putri merekalah yang salah. 

"Kalau kamu tidak jadi menikah. Mama yang akan malu sama teman-teman Mama. Pokoknya pernikahan ini tetap dilanjutkan!" ucap Wanti.

"Tapi, Ma. Aku nggak mau nikah sama Reni, Ma," ucap Zidan.

"Siapa bilang kamu akan menikah dengan Reni. Kamu menikah dengan calon istri pilihan Mama. Bilang ke penghulu tunda ijab kabulnya dua jam lagi."

Wanti tersenyum. Ia yakin jika Zidan memang berjodoh dengan gadis pilihannya. 

Zidan hanya pasrah, lagipula ia sudah terlanjur patah hati oleh Reni untuk kedua kalinya. Zidan sekarang hanya menuruti keinginan Wanti. Walaupun ia tidak tahu siapa calon istrinya, bagaimana wajah dan bentukannya, Zidan pasrah. Terpenting ia menikah dan itu membuat ia lega dari semua tuntutan Wanti padanya.

Zidan hanya berdoa semoga ia mendapatkan istri yang baik. Sudah itu saja.

***

Dua jam berlalu dengan cepat. Zidan sudah duduk di hadapan sang penghulu untuk melangsungkan ijab kabul. Wanti sudah memberitahu nama calon istri yang akan ia sebutkan nanti. Namanya saja begitu asing bagi Zidan. 

Saatnya pengantin wanita berjalan masuk ke ruang itu. Zidan langsung menatap sang calon istri.

Wanita itu memakai gaun putih tulang yang panjang. Kepalanya terbalut hijab dan mukanya tertutup oleh cadar bewarna putih. Badannya langsing dan tidak terlalu tinggi. Kulit gadis itu putih, karena terlihat dari punggung telapak tangannya. Sholehah, itulah kesan pertama yang diberikan oleh Zidan.

Sang pengantin wanita dipersilakan duduk di samping Zidan. Tak sengaja mata mereka bertatapan sebentar. Mata yang indah, ucap Zidan dalam hati.

"Bagaiamana? Apakah saudara Zidan siap?" tanya penghulu.

"Baik. Mari kita mulai, ya." Penghulu itu mengulurkan tangannya yang langsung dijabat oleh Zidan.

"Bismillahirrohmanirrohim. Saudara Zidan Leonli bin Zaki Leonli, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan saudari Zidny Sandika binti Darmawan dengan maskawin seperangkat alat sholat dan cincin emas TUNAI...."

"Saya terima nikah dan kawinnya Zidny Sandika binti Darmawan dengan maskawin tersebut TUNAI ...."

"Bagaimana, Saksi?"

"SAH!"

"ALHAMDULILLAH."

Semuanya mengadahkan tangan dan berdoa bersama. Ya, wanita yang dinikahi oleh Zidan adalah Zidny atau Sansan! 

Zidan menatap istrinya itu. Sansan dengan ragu menatap mata Zidan. Sansan langsung mengambil tangan suaminya itu dan mengecupnya singkat. Zidan tahu, istrinya itu pasti malu jika ia tatap seperti itu. Padahal bukanlah itu alasannya. Sansan hanya takut jika Zidan mengetahui jika ia adalah wanita yang di club itu. 

Setelah Sansan mencium punggung tangan suaminya itu. Kini giliran Zidan yang mencium kening istrinya. Zidan mencium kening Sansan singkat.

Menikah dadakan! Walaupun sebenarnya sudah direncanakan dan dipersiapkan. Namun, hampir saja mereka tidak jadi menikah, akan tetapi jodoh tidaklah bisa ditukar. Jodoh itu takdir dan tidak ada siapa pun yang bisa mengubah takdir yang telah ditetapkan.

***

Sansan sebelumnya tidak tahu jika ia akan menikah dengan Zidan—pria yang telah merenggut keperawanannya. Namun, saat Nuni memberitahu nama pria yang akan menjadi calon suaminya Sansan tahu jika ialah pria itu.

Lalu, apa alasan Sansan menerima ajakan menikah dadakan ini? Tentu saja ini adalah pilihan tepat, karena pria itu bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya sekaligus menutup apa yang sudah terjadi.

Sansan akan menutupi rahasia ini. Ya, Zidan atau siapa pun tidak boleh tahu tentang kejadian itu. 

"Cucu Nenek sekarang sudah menjadi seorang istri," ucap Nuni. Sansan langsung memeluk Neneknya itu.

"Terima kasih ya, Nek, untuk semuanya."

"Sama-sama, Sayang."

"Zid, mulai sekarang panggil Mama ya, bukan Tante," ucap Wanti. Sansan tersenyum singkat. 

"Baik, Ma."

Sansan sebenarnya sedih, karena di hari pernikahannya pun orang tuanya tidak hadir. Namun, Sansan tidak lagi memedulikan itu. Jika orang tuanya menganggapnya sudah tiada, kenapa Sansan masih terus-terusan berharap mereka menemuinya?

"Zid, ikut aku sebentar!" ucap Zidan menarik tangan Sansan pergi dari situ.

Acara ijab kabul sudah selesai sejak satu jam yang lalu. Acara resepsi diadakan nanti malam di hotel berbintang. Sekarang waktunya keluarga mempelai pria maupun kekuarga mempelai wanita beristirahat.

Zidan mengajak Sansan duduk di sofa. 

"Aku mau ngomong sesuatu," ucap Zidan yang membua jantung Sansan berdetak tak karuan. Apakah Zidan mengetahui siapa Sansan yang sebenarnya?

"Aku tahu ...."

***

BERSAMBUNG

***

Lanlia

Hai Semua. Semoga suka, ya. Tetap baca terus kelanjutannya, ya. Terima kasih. Salam hangat, ~Amalia Ulan

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suddenly Married   Penyesalan

    Zidan tak bisa membendung air matanya. Di depannya terdapat gundukan tanah yang masih bewarna kemerah-merahan, bersama papan nisan yang baru saja ditancapkan.Zidan mengusap air matanya. Penyesalan memang datangnya di akhir, jika datang di awal, mungkin Zidan tidak akan menangis di sini sekarang."Maaf," lirih Zidan mengusap papan nisan itu."Maafin aku, Zid," lirihnya. Gigi Zidan gemertak, tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.Seseorang yang sangat ia cintai, yang Zidan harapkan hidup bahagia bersamanya, ternyata dengan cepat meninggalkan Zidan.Isakan Zidan terdengar jelas. Air matanya berlinang deras. Hanya menangis yang mampu Zidan lakukan sekarang.Apakah ia sudah gagal? Zidan gagal sebagai ayah. Ia terlalu bodoh."Maafin aku, Zid. Maafin aku, nggak bisa nyelamatin anak kita. Gara-gara aku, anak kita tidak jadi lahir dengan selamat!"Bayi Zidan dan Sansan tak berhasil diselam

  • Suddenly Married   Kebencian

    Sansan hanya bisa terbungkam, tak dapat berbicara. Benarkah seorang Raqibta, sepupu yang paling dekat dengannya ternyata membencinya selama ini?Apa salah Sansan? Apa yang sudah diperbuat Sansan sampai Raqib membencinya?Mobil Raqib menepi untuk berhenti. Keduanya sama-sama tak membuka suara, keheningan pun melanda."Kenapa lo bisa benci sama gue?" tanya Sansan.Raqib tertawa pelan. "Lo masih tanya kenapa?""Gue bahkan masih anggap omongan lo tadi bercanda, Ra. Lo nggak nge-prank gue, kan?" tanya Sansan yang masih setengah percaya."Buat apa gue buang-buang waktu nggak jelas gitu. Gue ulangi sekali lagi. Gue ... benci sama lo!" Nada bicara Raqib pun berubah dratis, tak seperti biasanya.Air mata Sansan lolos begitu saja. Ia menepuk-nepuk pipinya, memastikan sekali lagi apakah ini mimpi buruknya, akan tetapi Sansan harus menerima pahitnya kenyataan jika ini semua adalah nyata."Gue

  • Suddenly Married   Kejujuran

    Kejujuran itu menyakitkan jika diungkapkan, tetapi juga pahit jika disembunyikan. ~Lanlia***Beberapa bulan kemudian ....Kini, kandungan Sansan sudah memasuki bulan ke-9. Ia sudah sering marathon dan memperbanyak gerak, agar nanti proses persalinan lebih lancar.Rumah tangga yang dijalani Sansan dan Zidan tentunya tidak selalu berjalan mulus. Apalagi saat Sansan baru mengetahui, jika suaminya itu sangatlah pencemburu.Saat itu, Sansan tak sengaja bertemu dengan teman SD-nya yang laki-laki dan dilihat oleh Zidan, suaminya itu langsung cemburu dan mendiamkannya selama dua hari. Padahal teman cowok Sansan itu hanya mengundangnya ke acara pernikahannya.Sansan kadang tertawa melihat Zidan yang sangat posesif, akan tetapi jika terlalu cemburuan jugalah tak baik. Harusnya mereka saling percaya saja, kan?"Zid, kandungan kamu sudah besar, ya, udah kayak sembilan bulan aja. Padahal tiga bulan lagi b

  • Suddenly Married   Happy Birthday

    Sansan tersentak dari tidurnya. Entah kenapa suasana tampak mengusiknya yang sedang terlelap. Mata Sansan mengerjap. Gelap! Pantas saja. Dirinya, kan, tak bisa tertidur jika mati lampu.Sansan meraba ke samping. Kosong! Ke mana Zidan? Kenapa suaminya itu tak berada si sebelahnya? Namun, Sansan tak sengaja menyentuh sesuatu di bantal Zidan. Tiba-tiba ada cahaya yang menerangi kamar. Lampu kelap-kelip pun tampak mengelilingi seisi kamar. Sansan pun terduduk di atas kasurnya.Apa yang terjadi? Sansan masih terheran-heran. Ia pun terkejut menatap lantai kamar yang sudah berserakan kelopak mawar merah. Sansan pun berniat turun. Ia juga terkejut, karena melihat pintu balkon kamarnya terbuka.Kaki Sansan pun tergerak untuk melangkah ke arah balkon. Ia seperti menatap bayangan seseorang di sana. Jangan-jangan maling, pikir buruk Sansan.Saat dirinya sampai di balkon. Tidak ada siapa-siapa. Sansan menatap ke langit malam yang bertabur binta

  • Suddenly Married   Oh, Ternyata

    Apa yang terjadi semalam? Kenapa bisa ada Sansan palsu? Ini semua ternyata sudah menjadi rencana dari Sansan sendiri.Setelah Zidan selesai menelepon kemarin. Sansan sangat panik. Ia tak tahu harus berbuat apa dan memikirkan apa yang akan terjadi nanti malam jika Zidan tahu rahasianya.Namun, selang beberapa menit, ketukan pintu memecahkan lamunan Sansan. Ia pun segera ke ruang depan untuk melihat siapa tamu yang tak diundang itu datang.Mata Sansan melebar saat mengetahui siapa yang datang. Refleks Sansan pun memeluk seseorang itu."Raqib," lirih Sansan pelan.Ya, yang datang ke rumahnya tiba-tiba itu adalah Raqibta. Ada apa Raqib datang kemari? Bukannya ia sudah kecewa dan tak ingin bertemu Sansan lagi? Setelah pernyataan yang diungkapkan Sansan dulu, Raqib sama sekali tak menghubungi Sansan lagi, bahkan nomor Sansan dibloknya. Mereka putus kontak.Maka dari itu, melihat Raqib datang kemari, membuat Sans

  • Suddenly Married   Apa yang Terjadi?

    Malam ini, Zidny benar-benar sudah berada di taman. Ia pun hanya menunggu kedatangan Zidan yang katanya sebentar lagi sampai.Sebenarnya Zidny begitu deg-degan, tetapi ia berusaha menyembunyikannya dan mencoba terlihat biasa saja. Zidny tak boleh lengah.Taman ini begitu ramai. Orang berlalu-lalang dan terdapat banyaknya yang menjual berbagai makanan. Tak dipungkiri jika Zidny tergoda untul mencicipinya. Akan tetapi, ia sudah membawa bekal. Zidny membawa kue yang ia buat siang tadi—spesial untuk Zidan."Hmm ... kue ini, kan, emang untuk Mas Zidan. Nggak-nggak, aku harus beliin satu lagi!"Zidny lalu melangkah membeli beberapa makanan yang tampak di depan matanya, ada sate, bakso, cilok, dan somay."Nah, lengkap!" ucapnya. Ia pun kembali duduk di kursi yang dilengkapi meja itu."Mana, sih, Mas Zidan. Katanya bentar lagi," ucap Zidny kesal."Ini udah datang," ucap Zidan tiba-tiba sudah ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status