"Kau mau minum?" Harry menawarkan sebotol wine pada Clara.
Dengan cepat Clara menggeleng, "Tidak terima kasih.."
"Okey.." Harry kembali meletakkan botol tersebut.
Ia berdiri lalu berjalan menuju sebuah lemari pendingin dan mengeluarkan sekaleng minuman jeruk di sana.Ia kembali mendekati Clara, "Ini..tenang, kau tak akan menemukan alkohol di sana.."
Clara tersenyum lalu mengambilnya, "Thank's.." jawabnya.
Ia membuka minuman tersebut dan meminumnya seteguk.
"Kau biasa ke tempat seperti ini?"
Harry menggeleng.
"Lalu kenapa kau katakan ini tempat favoritmu?"
Harry tersedak saat minum. Ia menatap Clara sambil terkekeh, "aku membohongimu. Aku ingin menyelidiki seseorang.."
Clara mendadak bingung, "Maksudmu? Kau..."
"Aku ingin mengenalkanmu pada seseorang.."
"Siapa?"
Harry tersenyum manis. Ia lalu mengacak poni Clara, "Nanti kau juga akan kukenalkan.."
Clara berjalan beriringan ke dalam dengan Jun. Dan saat ia baru saja sampai di pintu masuk, Clara seketika dikejutkan dengan keberadaan George, pria yang tadi dengan beraninya mengatainya pelacur."Oh, kau lagi.." ucap George dengan keadaan sedikit mabuk.Clara menatap George kesal."Kau hanya seorang pelacur, tapi kenapa mereka membelamu seolah-olah kau putri raja?""Kau hanya pelacur..""Pelacur kecil yang cantik.."George kembali melanjutkan jalannya walaupun sempoyongan.Clara sudah memerah padam karena emosi. Tak ada yang mengatainya pelacur dan hanya pria gila itu yang mengatainya pelacur."Clara,..." panggil Jun. Namun Clara hanya diam. Ia masih fokus melihat George.Dengan emosi yang meletup-letup, Clara berjalan mendekati George sambil melepaskan sendalnya."Clara!!" panggil Jun cepat. Namun lagi-lagi Clara tak menghiraukannya.Clara justru semakin berlari kencang mendekati George
Jam sudah menunjukkan pukul satu malam dan Jun baru mengantarkan Clara pulang karena memang gadis itu yang memintanya. Jantung Clara berdegub sangat kencang. Ia tak tahu apa yang akan terjadi nanti di dalam.Jun sangat melihat kecemasan pada wajah Clara, "Kau ingin kuantar ke dalam?" tanya Jun.Dengan cepat Clara menggeleng. Bisa makin runyam jadinya jika Jun masuk ke dalam."Aku bisa sendiri." jawab Clara.Jun mengangguk pelan."Terima kasih untuk hari ini Jun. Jika sudah sampai di rumah, kirimi aku pesan.." ucap Clara.Jun mengangguk.Oh, untuk pesan. Tadi saat makan, mereka saling bertukar nomor hp. Jadilah mereka bisa saling kontak.Setelahnya , Clara turun dari mobil Jun dan masuk ke dalam. Setelah Clara tak terlihat lagi, barulah Jun pergi meninggalkan tempat tersebut.Clara mencoba santai walaupun jantungnya sudah berdegub sangat kencang. Ia takut maminya juga akan marah padanya. Jika urusan Mark, ia tak terlalu p
Clara terdiam di kamarnya saat suara ponsel mengejutkan lamunannya. Dengan perlahan ia berjalan menuju ranjangnya lalu mengambil ponselnya yang ia letakkan di sana dan melihat siapa yang menelepon.Nama Jun tertera dari layar.Clara mengusap layar tersebut, "Hai.." sapa Clara lebih dulu."Aku sudah sampai. Kau aman kan?" tanya Jun.Clara terdiam. Ia berbicara dalam hatinya jika ia tak aman. Ia baru saja merasakan rasanya diperkosa."Aku baik." jawab Clara singkat.Jun di seberang sana merasa jika sebenarnya Clara tak baik-baik saja."Apa ada yang ingin kau ceritakan padaku?" tanya Jun.Clara menggeleng, "Tidak Jun, aku baik..""Baiklah.. Sekarang kau tidurlah.!""Hmm..selamat tidur.." ucap Clara lebih dulu lalu dibalas dengan ucapan yang sama oleh Jun.Panggilan itu pun terputus. Clara kem
"Mi, bolehlah aku hidup mandiri?"Suasana ruang makan seketika hening saat Clara mengutarakan keinginannya pagi ini.Clara melihat raut wajah maminya dan Mark yang tadinya cerah langsung berubah.Terutama Mark. Ia menatap Clara dengan tatapan yang tak bisa ditebak."Kenapa sayang? Ada apa? Kenapa tiba-tiba seperti ini.?"Lauren berjalan mendekati anaknya. Ia duduk di sebelah Clara lalu menyentuh jemari sang anak."Kenapa?" tanya Lauren kembali.Clara melirik Mark, "Clara nggak mau nyusahin Daddy.." jawab Clara yang membuatnya langsung merutuk bodoh. Pasalnya alasan tersebut justru membuat Maminya akan semakin mantap menyuruh Clara untuk tinggal bersama Mark."Daddy tak merasa disusahkan. Dan Daddy senang kamu tinggal di sini.." ucap Mark.Lauren mengangguk, "Tu! Daddy kamu aja bilang aman kok. Nggak keberatan sama sekali.."Clara mencoba memikirkan kembali ide yang ada di otaknya."Hmm.. Gini Mi.. Mam
Suasana sudah mulai berubah. pemandangan yang dulu hijau kini sudah mulai tergantikan secara perlahan oleh tumpukan salju yang berkilauan.Hawa dingin yang menusuk tulang juga semakin bertambah. Biasanya di taman kampus selalu diisi oleh kehadiran Jun yang sedang menghabiskan waktu istirahatnya dengan berbaring di rerumputan hijau namun sudah di pangkas rapi tersebut.Tapi tidak untuk hari ini. karena tempat yang biasa Jun jadikan sebagai tempat istirahatnya sudah ditutupi oleh tumpukan salju karena semalam memang ada badai salju.Jun berjalan menelusuri koridor jurusannya dan jika sudah seperti ini ia akan berjalan menuju gudang. lebih tepatnya gudang tempat penyimpanan alat-alat musik.Namun saat di perjalanan menuju gudang tersebut, ia seketika dikagetkan dengan kehadiran Harry."Mau kemana?" tanya Harry."Ini jurusan ku. apa kau tidak salah bertanya? Seharusnya aku yang bertanya. apa yang kau lakukan d
"Kau tak apa?" Mark membaringkan sandaran kursi mobil yang Clara duduki.Gadis itu mengangguk. "Aku tak apa Daddy.." jawabnya."Terima kasih sudah membantuku.."Kali ini giliran Mark yang mengangguk."Siapa dia?" tanya Mark dengan serius.Clara menggeleng, "Aku tak tahu.."Sebenarnya Clara takut mengatakan dimana ia mengenal George. Ia bisa digantung jika Mark tahu."Lalu kenapa ia memanggilmu, maaf.. Pelacur?"Clara terdiam."Dia juga mengatakan jika kau adalah pelacur yang tak mau ia sentuh saat di bar??"Ya Tuhan. Bagaimana ini.. Berdo'alah Clara. Jika kau cerita, kau tak akan di gantung oleh Mark."Sebenarnya itu.. Aku.."Clara menatap wajah Mark. Wajah itu masih tenang dan teduh. Tak ada tanda-tanda akan emosi."Saat malam di mana mami datang dan aku
"Rasa apa?" Pertanyaan itu kembali terdengar daru mulut Mark. Dan untuk kesekian kalinya, Clara diam dan tak bisa menjawab. "Sayang?" Clara terkejut saat Lauren masuk ke dalam. Lauren menatap Clara yang diam mematung lalu menatap Mark yang terlihat santai. "Ada apa sayang?" tanya Lauren lagi pada Mark. Mark tersenyum, "Tak ada apa-apa. Aku hanya menanyakan kunci mobilku pada Clara." "Ooo, aku kira kenapa. Lalu udah ketemu?" Mark mengangguk. "Ya sudah ayo kita pergi lagi.." Mark tak menjawab. Ia segera memutar tubuhnya dan berjalan keluar. Saat pintu sudah tertutup, Clara langsung merosot ke lantai. Kakinya seketika lemas dan tak ada tenaga. Sementara Mark, pria itu kehilangan konsentrasinya. Ia tak bisa fokus bahkan saat Lauren berbicara membuat Lauren harus mengulang setiap ucapannya. "Kamu yakin tak apa sayang?" tanya Lauren pada Mark. Untuk kesekian kali
"Ikut aku ke Indonesia!" hanya kalimat itu yang keluar dari bibir Lauren pada Mark. Walaupun pria itu sudah mengatakan tak bisa karena ia harus mengurus perusahaannya juga di sini.Namun seolah egois, Lauren tak mendengarkan alasan Mark. Bahkan Lauren terus memaksa."Lauren! Dengarkan aku. Aku juga punya perusahaan di sini, aku...""Kau tak mencintaiku?""Ya Tuhan Lauren!""Lalu apa susahnya ikut aku ke Jakarta.""Aku tak bisa Lauren! Kerjaanku sedang menumpuk!"Lauren menatap Mark tajam, "Baiklah! Jika kau tak mau ikut aku ke Jakarta, aku akan bawa Clara kembali.." ancam Lauren."Cih! Kau mengancamku?""Tidak! Sama sekali tidak!""Clara!!" teriak Lauren memanggil anaknya itu.Clara yang sedari tadi mendengar pertengkaran sesepasang suami istri itu di dalam kamarnya, hanya bisa menghela nafas kasar."Clara!!" teriak Lauren kembali.Dengan jengah. Clara keluar dari kamarnya, "Ada ap