Clara mencoba memberontak namun lagi-lagi sentuhan lembut itu kembali ia dapatkan dari Mark membuatnya juga kembali mendesah.
Clara yang kewalahan akhirnya pasrah dan meminta Mark melepaskan jemari laknat itu dari bagian bawah tubuhnya.
"Lepasin jemarimu Daddy.." ucap Clara dengan berani. Keberanian Clara memanggil Mark dengan sebutan Daddy membuat Mark awalnya terkejut, namun setelahnya ia justru tersenyum dan merasa puas.
Mark melepaskan jemarinya yang sedang berkenalam dengan daging kenyal milik Clara.
"Sorry. Dia ketagihan.." ucap Mark membuat Clara langsung mengumpat kasar.
Ia seperti dilecehkan. Ia memang paham tentang semua ini. Urusan semalam pun juga suatu ketidak sengajaan. Tapi kenapa ia seperti di lecehkan seperti ini.
Kenapa Mark seperti sedang mengambil kesempatan padanya? Padahal mereka tak saling kenal dan hanya sebatas calon anak dan caalon ayah. Sudah itu saja.
Tapi apa ini? Mark bahkan dengan leluasa berani menyentuh tubuhnya, dan gilanya lagi, tubuh sialannya ini juga menerima dan ikut terangsang.
Tubuh sialannya ini bahkan tergoda dengan tubuh Mark. Tergoda akan sentuhan Mark. Bahkan bagian bawahnya mencerit minta kembali di sentuh dengan jemari besar Mark.
Clara merapikan pakaiannya. Ia menghadap lurus ke depan sedangkan Mark kembali fokus menyetir yang akan membawa menuju butik tempat Lauren menunggu.
"Saya dengar kau sedang mencari beasiswa ke Amerika? Kenapa harus beasiswa?" tanya Mark.
Clara tak menjawab. Ia masih diam seribu bahasa.
"Bicara Clara, atau aku akan..."
"Itu hak saya mau mengambil beasiswa atau tidak. Tak ada urusan dengan. Anda...!!"
"Sangat disayangkan sekali..." ucap Mark dengan raut wajah yang dibuat penuh sesal, namun ia teringat sesuatu. Lauren pernah mengatakan ini padanya, "kudengar kau menyukai masak-memasak.." tanya Mark.
Clara melirik Mark sebentar lalu kembali menatap ke depam, "Saya suka masak-masak atau tidak Itu bukan urusan anda. berhenti mencampuri urusan saya.! anda itu hanya calon dari mami. walaupun nanti anda sudah menjadi suaminya Mami, Anda takkan pernah menjadi ayah saya. Anda paham!!" wajah Clara sudah berubah kesal.
ia merasa Mark sudah semakin mencampuri urusan pribadinya. bahkan sampai keinginannya untuk mencari beasiswa pun pria di sampingnya ini ikut campur.
"Saya tahu Anda mengetahui semua ini dari mami, tapi bisakah anda diam dan tak usah ikut campur!? " tanya Clara tajam.
Mark mengangkat bahunya Acuh sembari mencibir, "Baiklah! saya tak perlu ikut campur dengan semua urusanmu.. " ucapnya yang Kembali fokus pada setir mobilnya, "sayang sekali! padahal perusahaanku selalu memberikan dana kuliah cuma-cuma untuk muda-mudi yang ingin belajar masak.. " celetuk Mark dengan pelan namun terdengar oleh Clara.
Clara melirik ke arah Mark. ia mendadak penasaran dengan apa yang dikatakan Mark tadi namun ia begitu malu untuk bertanya sekolah memasak Apa itu yang dimaksudkan.
jika memang benar itu yang dimaksudkan oleh pria di sebelahnya ini, sungguh ia sangat ingin ikut karena ia tahu sekolah memasak di Amerika itu sangat mahal.
Karena itu jika ada yang mendanai nya untuk sekolah di sana, ia akan ambil. Clara merasa terlalu munafik baginya untuk tak mengambil kesempatan itu.
Ini kesempatan yang sangat bagus, batinnya.
Sebenarnya Mart tahu Clara penasaran dengan kata-kata "biaya gratis untuk sekolah memasak" yang ia sebut tadi, dan jujur sebenarnya biaya itu sama sekali tidak ada.
itu hanya celetukan Mark saja.
"Oh ya! kau punya teman kan yang tentu bisa direkomendasikan padaku? karena sepertinya untuk dana cuma-cuma yang kuberikan tahun ini akan kuberikan untuk orang Indonesia saja, karena Yang Kutahu masakan di Indonesia itu sangat enak." Clara seketika menatap Mark.
Tatapam mata Clara sungguh tak bisa ditebak. antara ingin namun malu dan ragu.
Namun tatapan itu tak terlalu direspon oleh Mark. yang ada dalam kepala pria itu saat ini adalah Clara tertarik dengan ucapannya.
Mark Menatap Clara, "atau Apa kau sendiri tertarik dengan tawar ku?" tanya mark pada gadis di sampingnya itu.
Clara diam menatap calon Ayah tirinya tersebut. tawaran Mark membuatnya tertarik seketika. namun Ia takut selamanya akan terikat dengan ayah tirinya ini.
"Kau tenang saja, selama di Amerika kau takkan ku kekang. terserah kau ingin melakukan apa yang kau mau dan jika kau ingin bebas silahkan, tapi yang jelas, ini bukan dengan pelajaranmu. karena perusahaanku walaupun secara cuma-cuma memberikan biaya padamu tanpa perlu bersaing di ujian, bukan berarti kau harus bebas dengan ini. setiap langkah belajarmu akan kupantau, tentu saja ini juga dalam pantauan mamimu.." ucap Mark panjang lebar.
Mark diam sejenak, lalu kembali menatap ke arah Clara dan melihat Clara dengan tatapan serius, "Itu sih terserah padamu. Jika kau menyetujuinya, aku akan mengurus kepindahan mu ke Amerika. tapi jika kau tak mau tawaran dariku, silahkan berusaha mencari beasiswa mu di sini.!" ucap Mark, "karena asal kau tahu, peluang yang kuberikan ini bukan peluang main-main." lanjutnya.
Ucapan Mark berhasil membuat Clara galau. keinginannya untuk bertanya lagi tentang beasiswa pada dosennya sudah tak ada. ia sekarang justru lebih memilih tertarik dengan tawaran yang diajukan oleh Mark padanya.
"Pikirkan dulu malam ini. besok kutunggu jawabanmu. jika kau malu bicara padaku, silahkan sampaikan keinginanmu dengan mamimu dan biar mamimu yang bicara padaku--"
"---Dan sekarang kita sudah sampai. ubah raut wajahmu dan jangan membuat Mami mu bersedih.." Mark segera memarkirkan Mobilnya di parkiran butik yang cukup luas.
Clara melirik keluar sejenak lalu ia membuka pintu lebih dulu dan saat menutup pintu, ia sedikit membantingnya dan berjalan meninggalkan Mark sendirian di dalam mobil.
Ia tak marah sama sekali. justru ia tersenyum sinis melihat Clara dari belakang. memperhatikan tubuh sintal Clara yang akan dia dapatkan nanti jika Clara menerima tawarannya dan berangkat ke Amerika.
Jujur ini akal-akalan nya saja tentang beasiswa. tapi jika Clara mau ia akan mewujudkan semua itu. Ia akan memberikam fasilitas terbaik untuk Clara saat masuk sekolah. Mulai dari awal masuk sampai tamat. Ia juga akan memfasilitasi Clara dengan mobil. Dan itu mudah baginya. melihat perusahaannya yang cukup di perhitungkan di dunia per bisnisan terutama perhotelan dan pariwisata.
Mark keluar dari mobil. sebelum pergi ia memastikan mobilnya terkunci terlebih dahulu dan setelahnya, ia berjalan masuk ke dalam butik menemui Lauren yang akan menjadi istrinya sebentar ..
*****lagi.
*****
"Saya sudah menebak hal ini sebelum kau menikahi Clara, Tuan Mark." Indra menyandarkan tubuhnya di sofa ruang tamu rumahnya.Di hadapannya, kini sudah ada Mark yang sudah datang sejak setengah jam yang lalu. Sebenarnya ini sudah ke lima kalinya Mark mencari Clara, namun tak bisa pria itu temui."Dan kau masih belum menyerah untuk meminta putriku kembali? Aku yakin kau pria bermartabat dan berprinsip. Karena prinsip mu itulah kau lebih mempertahankan mantan kekasihmu itu ketimbang putriku yang jelas-jelas adalah istrimu. Kau masih mencintai mantan kekasihmu itu.""Jangan asal bicara. Kau tak tahu isi hatiku." ucap Mark membela diri.Indra tertawa cukup renyah, "Kalau kau serius dengan putriku, kau tak akan membuangnya. Dan sekarang, setelah kau buang--""Aku tak membuangnya. Dia pergi dariku.""Dan kau pikir, dia pergi karena ulahnya?" Indra menatap Mark sinis, "Itu karena ulahmu, tuan Mark. Kau membuat keraguanku semakin jelas. Bahkan saat kau meminta Clara padaku untuk kau nikahi, di
PLAK! Lagi-lagi, sebuah tamparan kembali mendarat di wajah Clara dan kali ini si pemilik tangan adalah Jessie. Clara tersenyum tepatnya senyum iblisnya. Ia menatap Jessie, "Hanya segitu kekuatanmu? Itu masih kecil bagiku Jessie. Tamparan Suamiku padaku jauh lebih sakit dari ini." Clara melirik Mark yang juga sedang menatapnya, "Betulkan? Suamiku?"Mark yang ditanya seperti itu hanya bisa terdiam. Ia merasa bersalah.Clara kembali meluruskan tubuhnya dan menatap Jessie."Ada yang perlu kau jelaskan, Jessie?" tanya Clara dengan santainya.Jessie bergetar karena marah. "Kau si brengsek kecil.""Hahaha. Kenapa aku lagi. Sudah kukatakan kaulah yang si brengsek itu. Kau pembunuh Jessie.""Apa buktinya jika aku seperti yang kau katakan?" tantang Jessie.Clara tersenyum miring. Ia kembali mengenakan pakaiannya dan langsung membuka pintu. Di depan pintu sudah ada Daisy yang menguping sedari tadi.Tanpa permisi, Clara menarik Daisy masuk ke dalam."Dia. Dia bukti hidup.""Daisy?" sahut Mark."
Mark dan Jun masih saling tatap. Bahkan leraian dari Clara tak bisa menghentikan aksi keduanya.Sedangkan Harry, pria itu justru merasa Jun sangat jantan. Sepertinya Jun memikirkan tentang ucapannya kemarin. Clara meminta bantuan Harry namun Harry hanya diam seolah tak peduli."Kau berniat merebut Clara dariku?" tanya Mark tenang. Jun langsung tertawa kecil. Tawa yang seperti sedang meremehkan Mark. "Apa aku terlihat sedang memainkan guyonan? Kenapa kau tertawa?" tanya Mark yang mulai terpancing emosi.Kini tawa Jun mulai terdengar. Ia memukul-mukul pelan meja dengan kuku tangannya."Tuan Mark, kenapa kau gugup? Kenapa kau terlihat cemas? Kau sungguh menyangka aku akan mengambil istrimu?" Mark terdiam, "Dari wajahmu ,kau yang terlihat gugup. Kau cemas jika Clara akan berpaling darimu dan mengejarku. Cih! Kau sangat lucu."Wajah Mark mendadak memerah. Entah karena malu atau karena Marah.Mark meraih pergelangan tangan Clara dan menarik Clara untuk berdiri, "Kita pergi!" perintah Mar
"Sepertinya ada sesuatu dengan Clara. Apa dia sedang bermasalah dengan suaminya?" tanya Harry pada Jun sembari memutar-mutar ponselnya dengan tangan kanan. Jun tak menjawab. pria itu hanya mengangkat bahunya pertanda ia tak tahu. ia tak bisa ikut campur dalam urusan rumah tangga Clara. Karena itu bukanlah urusannya."Kau yakin tak ingin mencari tahunya Jun? aku yakin kau juga penasaran." goda Harry pada Jun.Jun meletakkan minuman dingin yang tadi ia pegang ke atas meja. "walaupun aku penasaran, aku tak mungkin ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka. Aku tak ingin Mark mengamuk padaku lantaran aku mendekati istrinya." jawab Jun yang sebenarnya masuk dalam logika. Namun selogika apapun isi kepala Jun, isi kepala Harry Justru lebih menantang. Ia tak suka dengan Jun yang langsung menerima begitu saja. seharusnya Jun mencari tahu terlebih dahulu Apa yang sebenarnya terjadi pada Clara. "Kau sungguh tak ingin mencari tahu Jun?" lagi-lagi Jun menggeleng.Harry seketika berdecak kesa
Suara kretek dari tulang-tulang yang diluruskan terdengar. Sumber suaranya berasal dari Mark yang baru saja bangun dari tidur lelahnya di sofa ruang TV rumahnya.Semalaman tidur di sofa, membuat tubuhnya terasa sakit semua. Bagaimana tidak, sofa itu terlalu kecil untuk tubuh tingginya. Apalagi Ia yang tak menggunakan selimut sehelaipun membuat rasa dingin saat malam hari menusuk ke tulangnya, yang membuat pagi ini tulangnya terasa ngilu. Mark kembali meregangkan tubuhnya secara perlahan. Mark merasakan tubuhnya kembali segar. Dia berdiri dari duduknya lalu berjalan menuju Kamar tidurnya bersama Clara.Baru kali ini ia tak tidur sekamar dengan Clara dan rasanya cukup aneh di saat biasanya Ia tidur memeluk istri kecilnya tersebut, sekarang ia tak memeluk apa-apa, justru meringkuk kedinginan di ruang tv rumahnya sendiri. Tatapan Mark tak lepas dari pintu yang tertutup itu sampai langkahnya Terhenti Di depan kamar.Secara perlahan, ia meraih gagang pintu dan menariknya turun, lalu mendo
Suasana makan malam di kediaman Mark sungguh tak menyenangkan. Semua terasa tegang. Apalagi Clara yang tak bicara sepatah katapun membuat Mark menahan emosi."Ada yang ingin kau tanyakan padaku?" tanya Mark dengan nada dinginnya.Clara meletakkan sendok yang tadi ia pegang dan melipat dengan manis tangannya di atas meja.Ia berdehem sejenak lalu menatap Mark sembari tersenyum penuh makna."Harusnya aku yang bertanya padamu Mark. Apa ada hal yang ingin kau ceritakan padaku? Aku siap menunggu ceritamu." Mark menggertakkan giginya. Ia tak suka Claranya yang ia kenal manis berubah menjadi wanita seperti ini."Ada apa denganmu? Kau masih mempermasalahkan soal Jessie yang menelpon ku? Atau kau mempermasalahkan Jessie yang datang ke kantorku? Kau mengira aku selingkuh?" Clara tertawa dalam hatinya. Ia merasa saat ini Mark seperti sedang membuka aibnya sendiri. Clara menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi. Ia menatap Mark tenang, "Aku tak menuduhmu seperti itu. Kenapa kau sampai berpikir
"Ap-apa maksudmu?" Clara tertegun tak percaya.Setetes air mata mengalir dari mata Daisy. Sungguh, saat ini Clara seolah sedang melihat Daisy yang berbeda. Tidak seperti Daisy beberapa menit yang lalu."Da--Daisy?" panggilnya gugup.Daisy menghapus air matanya lalu fokus kembali menatap Clara."Jessie, wanita yang saat ini bersama Mark, wanita itu sudah membunuh kakakku. Dia pembunuh, aku membencinya Clara, dia sangat jahat."Clara semakin dibuat bingung. Daisy semakin terisak. Tak tahu harus berkata apa, akhirnya Clara hanya memberikan sebuah pelukan pada Daisy. Sebuah pelukan hangat yang ia harap bisa menenangkan gadis tersebut."Sssttt. Tenanglah. Aku tak tahu apa masalahmu, tapi jika kau mau, kau bisa ceritakan padaku." ucap Clara.Daisy melepaskan pelukan Clara padanya. Ia kembali menghapus air matanya."Maaf, aku tiba-tiba cengeng begini." Clara mengangguk lalu tersenyum, "It's Okay." balasnya."Sekitar lima tahun yang lalu, aku mempunyai seorang kakak perempuan yang hidup baha
Clara masih terdiam di tempatnya tadi berdiri saat ia bertemu dengan Jessie. Pernyataan Jessie membuat Clara cemas bukan main. Ia takut Jessie membongkar semuanya pada orang lain dan Mark menjadi dapat masalah.Namun, ada satu hal yang membuat Clara bingung, yaitu tentang ceritanya di masa lalu. dari mana Jessie bisa mengetahui hal itu? tak mungkin kalau Mark yang membongkar semuanya pada Jessie.Tapi yang ia tahu, hanya Mark yang mengetahui cerita tersebut. Lalu dari mana dan dari siapa Jessie mengetahuinya?.Asik berkelana dengan pikirannya sendiri, Clara pun dikagetkan oleh sebuah tepukan pelan di bahunya yang ternyata dilakukan oleh Mark sang suami."Sayang?" Sapa Mark pada Clara.Clara yang baru saja tersadar dari lamunannya, seketika menatap suaminya itu dengan tatapan kosong."Mark?" panggilnya pelan.Mark mengangguk, "iya ini aku Clara. Kau baik-baik saja? Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya sambil menyentuh wajah sang istri.Clara mengangguk pelan, "aku baik-baik saja. A
"Aku menghubungimu semalam." Jessie membuka pembicaraan saat ia sedang duduk santai di sofa ruang kerja Mark.Mendengar itu, Mark yang tadi fokus dengan pekerjaannya seketika menghentikan kegiatan itu."Kau apa?" tanya Mark."Semalam aku menghubungi ponselmu dan yang mengangkat adalah istrimu." ucap Jessie santai saat mengulang kalimatnya tadi.Mark menatap Jessie marah. Ia berdiri dari duduknya dan langsung menghampiri Jessie. "Sudah kukatakan padamu jangan menghubungiku lebih dulu!" bentak Mark membuat Jessie terkejut."Kau membentakku karena ini?""Kau keras kepala Jessie! Aku sudah peringatkan!""Mark! Kau tak tahu betapa aku rindu?"Mark berdecih, "Rindu? Kau bilang rindu? Kau merusak semuanya. Sekarang, sekarang Clara sudah tahu hubungan kita, dia pasti akan curiga." Mark mengusap wajahnya kasar. Ia tak tahu apa yang setelah ini akan terjadi. Pantas saja Clara pagi tadi bersikap aneh dengannya. Jessie berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Mark sembari tersenyum licik. I