“Ayah! Ayolah mainkan Love Dream-nya Liszt lagi!” Anak lelaki yang manis itu sejak tadi menarik tangan Gerald untuk menuju piano besarnya.
“Baiklah, baiklah, hanya sebentar saja, ok? Ayah harus pergi sebentar lagi.” Gerald mengusap kepala anak itu, Davin, putranya.
“Indah sekali ....” Davin menyimak permainan piano ayahnya dengan bahagia. Sedikit yang ia ketahui, bahwa dalam hati ayahnya ia tengah memikirkan banyak sekali hal lain di luar sana, hal-hal yang tak seharusnya dipikirkannya lagi, tetapi semua itu tetap menghantuinya dan membuatnya terjaga setiap malam.
Keberadaan Ellaine.
Ia tahu ini salah. Ia kerap pergi dan berkendara dengan mobilnya selama berjam-jam setiap akhir pekan dengan alasan mengurus pekerjaan, padahal sebenarnya, ia berkeliling ke setiap sisi dan sudut kota London untuk mencari Ellaine, tanpa menghiraukan Catherine yang telah menjadi istrinya selama bertahun-tahun.
Hal in
Gerald melangkah keluar dari mobilnya dan kembali ke ruang ICU. Melalui kaca yang ada di pintu, dilihatnya Catherine telah ada di sana, menangis di sisi Davin yang juga masih belum sadar. Ia memutuskan untuk kembali ke hotel tempatnya menginap yang tak jauh dari rumah sakit ini. Tak terlalu dipikirkannya percakapan antara dirinya dan Catherine yang terjadi beberapa saat lalu, tetapi ia tahu itu mungkin membuat Catherine cukup frustrasi dan terkejut.Oh, kenapa setiap hal yang Gerald lakukan pada Catherine seolah benar-benar membuatnya tampak seperti monster yang sengaja menyakiti wanita itu? Meskipun niat Gerald juga tak benar-benar jauh berbeda, ia ingin Catherine sadar bahwa mencintai Gerald adalah hal yang sia-sia.Pagi harinya, sebuah pesan dari nomor tak dikenal masuk ke ponselnya.“Davin sudah sadar, dia sudah keluar dari ruang ICU. Dia ingin bertemu denganmu.”Gerald tak perlu banyak menerka tentang s
Tania berpamitan pada Catherine dan melangkah pergi dari rumah sakit jam delapan pagi, untuk selanjutnya menuju Williams Chateau. Ini mungkin sedikit terlalu pagi untuk bertamu tapi apa boleh buat, Tania tak punya tempat lain untuk dituju. Mereka pasti akan terkejut karena ia sama sekali tak memberi kabar apa pun tentang kedatangannya ke Paris.“Tania!” Rob tampak begitu senang melihat kedatangannya, ia tidak menunjukkan ekspresi terkejut yang berlebihan, begitu juga dengan Ellaine. “Akhirnya kau sampai. Ada yang sudah menunggumu.”“Apa?” Tania mengerutkan dahi. Apa ada orang lain di rumah ini selain Rob dan Ellaine yang mengharapkan ia datang? “Siapa?”“Hei ....”Jantung Tania berdebar melihat sosok yang muncul di belakang Rob. Caspian.“Ayo, semuanya! Tepat waktu untuk sarapan.”Tania menuju meja makan dan bergabung setelah meletakkan barang-barangnya di kamar
“Oh, ramai sekali.” Gerald mengerutkan dahi melihat ada lebih banyak orang di ruangan itu. Perasaannya sedikit bercampur ketika melihat Tania dan Rob.“Ayah, ini orang tua Tania. Ellaine dan Rob.” Davin tersenyum lalu beralih pada orang tua Tania yang berdiri lebih dekat dengannya. “Rob, Ellaine, ini ayahku, Gerald Bentley.”Ellaine tertegun ketika mendengar Davin memperkenalkan nama Ayahnya. Gerald Bentley? Satu nama yang begitu dikenalnya. Apakah itu dia? Mungkin ada ratusan bahkan ribuan nama yang sama di seluruh Inggris, tetapi Ellaine segera memperhatikan lebih jeli wajah itu dan ia berhasil mengenalinya.Itu memang dia. Gerald Bentley, cinta pertamanya.Ia berusaha menutup rapat-rapat mulutnya agar tak terkesiap.Gerald tahu ada sesuatu di hatinya saat ia mendengar Davin menyebut nama itu. Ellaine. Mungkinkah itu dia? Ellaine Duncan? Entahlah, yang jelas Gerald tak berani melakukan banyak hal. Ia hany
Ellaine masih terjaga di tempat tidurnya, teringat akan Gerald. Dilihatnya Rob yang masih mengerjakan sesuatu di laptopnya.“Rob?”“Uh-um?”“Apa kau sudah lama mengenal Gerald?”“Lumayan, oh, dan dia adalah orang yang pernah membeli perusahaan agensiku yang ada di London dulu.”“Yang baru-baru ini kau beli kembali?”“Ya.” Rob tak mengalihkan pandangan dari layar laptopnya.“Kenapa kau tak pernah bercerita tentang rekan bisnismu itu?”“Bukankah kau tidak suka mendengar segala hal tentang bisnisku? Lagipula kau selalu sibuk dengan toko bunga dan anak-anak, kau pasti lelah, kan? Aku tidak mau menganggumu dengan memaksamu mendengar cerita tentang bisnisku, apa lagi bicara tentang Bentley. Sungguh tidak penting,” jawab Rob panjang lebar.“Kelihatannya ... kau tak suka padanya, ya?” terka Ellaine.“Well
Mendung pagi itu cukup gelap. Ellaine sibuk dengan buket pesanan seorang anak temannya yang akan menikah besok. Sang calon pengantin ingin buket bunganya berisi bunga daisy, mawar dan lili yang terindah. Biasanya pegawai Ellaine yang menyiapkannya, tetapi karena ini istimewa, ia sendiri yang menyusun karangan bunga untuk pernikahan itu.“Seseorang datang dan ingin bertemu langsung denganmu, Ellaine.” Salah satu pegawai menghampirinya.“Oh, baiklah.” Ellaine meletakkan buket yang masih setengah selesai. Mungkin yang datang adalah temannya yang kemarin memesan buket, barangkali dia ingin mengingatkan atau mungkin mengambil pesanannya?Namun ternyata, bukan. Yang datang justru seseorang di luar dugaan Ellaine.“Gerald?” Jantungnya berdebar ketika melihat pria itu berdiri di teras tokonya. “Bagaimana kau tahu aku ada di sini?”“Begitu mudah menemukanmu saat aku tahu bahwa kini kau telah menjadi istr
Catherine melangkah menyusuri lobi hotel menuju lift, tetapi ia terhenti ketika melihat Gerald yang tampaknya juga akan menggunakan lift itu.“Oh, hei,” gumam Catherine.“Kau akan ke rumah sakit?” tanya Gerald meski ia tahu Catherine tak punya alasan lain berada di Paris selain untuk merawat Davin. Catherine mengangguk singkat. “Aku juga sepertinya akan mampir sebentar, mau pergi bersama?”“Boleh juga,” jawabnya. Pintu lift terbuka dan tak ada orang. Mereka berdua melangkah masuk. “Kau akan kemana?”“Aku akan ke kantor, ada tamu yang baru saja datang dan aku harus menghadiri rapat mendadak.” Gerald melirik jam tangannya, pukul 7. Ia ingat ia belum makan apa pun sejak pagi tadi.Tiba-tiba terdengar suara perutnya yang keroncongan, begitu keras hingga Catherine mendengarnya.“Atau mungkin kau bisa mampir untuk membeli makanan dulu,” kata Catherine sambil menaha
Waktu telah menunjukkan hampir pukul dua belas siang saat Gerald tiba di kantor utamanya yang ada di London. Kantor itu merupakan kantor pusat Infinite Corp, perusahaan miliknya yang paling pertama ia dirikan, kini perusahaan itu pun menjadi perusahaannya yang terbesar yang bergerak di bidang keuangan. Gerald menghela napas panjang kala ia selesai membaca surat pengunduran diri dari sopir pribadinya. Alan, pria yang telah menjadi sopirnya selama beberapa tahun terakhir itu kini akan pindah ke Amerika bersama keluarganya dan tampaknya Gerald harus segera mencari penggantinya. Namun, ia tak mau terlalu buru-buru. “Infinite Corp akan merayakan hari jadi yang ke dua puluh sebentar lagi, aku memikirkan tentang rekrutmen besar sebelum perayaan itu, ini sudah menjadi pertimbanganku sejak beberapa bulan terakhir.” Mike, pria yang berusia sepuluh tahun lebih muda dari Gerald yang tak lain adalah CEO Infinite Corp sejak tadi sibuk membicaraka
Esok paginya saat di kantor, Gerald melihat banyak sekali orang-orang mengantri di luar. Ia mengendarai Mercedes silvernya sendiri setelah Alan resmi berhenti kemarin.“Kenapa ada banyak sekali orang di luar?” tanya Gerald pada Jamie yang telah menunggu di ruangannya.“Bukankah ada perekrutan karyawan baru? Aku mendengar dari Mike.”“Ah, benar.” Gerald mengangguk. Ia sungguh lupa.“Oh, ngomong-ngomong ... aku sudah tahu hiburan apa yang akan memeriahkan acara pesta nanti!” Jamie mendadak antusias. “Kita akan mengundang Take That! Boyband paling sukses di Inggris!”“Apa? Aku tidak setuju.” Gerald menggeleng seketika. “Aku benci boyband.”“T-tapi, Tuan ... Take That sangat fantastis! Mereka berkali-kali menggelar konser di Wembley Stadium dan tempat itu selalu penuh oleh ratusan ribu orang, se