Share

Sugar Baby

 “Apa yang kulakukan?” gumam Aju yang menyugar rambutnya dan tubuh tertunduk.

 

 Perempuan berambut hitam panjang itu, menatap ke sebelah ranjangnya. Tempat itu sudah kosong dan bisa terbilang cukup rapi. Menandakan kalau lelaki yang menjadi teman tidur Aju sudah pergi.

 

 “Ini yang pertama dan aku malah tidak ingat.” Aju mendesah, ketika mendapati ada sedikit bercak darah di ranjangnya.

 

 “Dasar bodoh.” Perempuan yang masih tak berbusana itu memukuli kepalanya dengan pelan. “Aju bodoh. Bagaimana kalau kau sampai hamil?”

 

 Inginnya perempuan bernama Angelina Julie itu mengutuki dirinya lagi. Sayang sekali, ponselnya yang baru diisi daya beberapa menit lalu kini berdering keras. Itu jelas membuat Aju mau tidak mau harus mengangkatnya.  Tulisan manajer, terlihat jelas di layarnya.

 

 “Halo,” gumam perempuan cantik berambut panjang itu.

 

 “HALO GUNDULUMU.” Suara teriakan langsung menyapa telinga yang empunya ponsel. “Apa kau tahu kalau aku mencarimu semalaman? Apa kau tahu berapa kali aku menelepon atau jam berapa sekarang?”

 

 “Maaf,” cicit Aju dengan pelan. Dia tidak berani banyak bicara karena tahu dirjnya sudah salah.

 

 “Sekarang katakan padaku kau ada di mana?!” tanya sang manajer dengan suara galaknya yang masih terdengar sangat keras.

 

 “Aku rasa ... aku sedang di klub.” Aju menjawab dengan hati-hati.

 

 “Hah? Di klub? Klub malam?” Sang manajer tentu saja akan memekik.

 

 “Lebih tepatnya di kamar hotel milik klub malam.” Aju menjelaskan dengan lebih detail.

 

 “APA KAU GILA?” Suara teriakan kembali terdengar. “Kau itu selebriti dan menginap di klub malam? Jangan bilang kau juga tidur dengan entah lelaki siapa.”

 

 Aju tidak langsung menjawab dan hanya bisa meringis walau tidak ada yang melihatnya. Tapi  itu sudah cukup untuk sang manajer menebak dengan tepat dan berakhir memarahi Aju.

 

 “Sekarang mandi dengan cepat dan aku akan menjemputmu. Kita ada sesi kunjungan ke universitas tempatmu kuliah dulu. Jangan bikin malu hanya karena telat.” Sang manajer mengakhiri telepon.

 

 ***

 

 “Hei, Bung. Kok melamun terus sih.”

 

 “Aku hanya sedang banyak pikiran.” Aiden menjawab temannya dengan senyuman lebar.

 

 “Banyak pikiran apa sih?” Lelaki yang tadi menghampiri tertawa. “Emang jadi mahasiswa manajemen perbankan bisa banyak pikiran apa?”

 

 “Tugas mungkin?” jawab Aiden mengedikkan kedua bahunya.

 

 “Iya sih. Tugas memang banyak, tapi tidak perlu dipikirkan sampai segitunya.”

 

 Aiden hanya bisa membalas perkataan temannya dengan senyuman saja. Aiden  tidak mungkin bisa mengatakan pada temannya kalau kemarin dia baru saja bercinta dengan seorang selebriti.

 

 “Ah, tidak.” Aiden menggeleng dan bergumam dalam hati. “Itu bisa dibilang pemerkosaan kan?”

 

 “Ya. Kurasa itu adalah pemerkosaan.” Aiden kembali mengangguk dan bergumam dalam hati, setelah dia berpikir selama beberapa saat.

 

 “Oh, iya. Kau sudah mendengar kabar?”

 

 “Kabar apa?” Aiden dengan cepat menoleh dan menatap temannya.

 

“Katanya akan ada selebriti yang datang ke kampus kita.”

 

 “Hah? Selebriti?” Aiden jelas saja bingung mendengar hal itu.

 

 “Iya selebriti.” Teman Aiden itu mengangguk. “Katanya dulu dia kuliah di sini dan pihak kampus meminta untuk melakukan promosi.”

 

 “Siapa?” Aiden terlihat bingung karena dia tidak tahu ada hal seperti itu.

 

 “Aku tidak tahu.” Sang teman mengedikkan bahu. “Sepertinya bukan orang terkenal, tapi entahlah. Yang jelas dia perempuan.”

 

 Aiden tidak membalas lagi. Dia hanya mengangguk dan terdiam, lebih memikirkan masalah pribadinya. Yang semalam jauh lebih membuatnya bingung.

 

 “Oh, panjang umur.” Aiden bisa mendengar temannya bergumam pelan. “Sepertinya itu selebriti yang dimaksud.”

 

 Mendengar hal itu, tentu saja Aiden jadi penasaran. Dia menoleh untuk melihat rombongan orang yang sebagian dia kenali. Tapi yang membuatnya terkejut adalah orang yang ada di tengah-tengah rombongan.

 

 “Angelina Julie,” gumam Aiden dengan kening berkerut.

 

 “Nah, iya. Itu nama selebritinya. Angelina Julie.” Sang teman bertepuk tangan senang.

 

 “Yang benar saja.” Aiden langsung mengeluh, bertepatan dengan Aju yang menoleh menatap dirinya.

 

 Di sisi lain, Aju mengerutkan kening ketika melihat dua lelaki yang duduk di bangku taman. Dia sedang berpikir keras, mencoba untuk mengingat apakah salah satu lelaki itu adalah kenalannya atau bukan.

 

 “Hei, Aju.” Sang manajer menyikut artis yang dia asuh itu. “Apa kau mendengarku? “ lanjutnya dalam bisikan.

 

 “Kau mengatakan apa?” Aju juga ikut berbisik karena tidak ingin didengar orang lain.

 

 “Aku bertanya, apakah kau sudah meminum obatnya?” Si manajer mendesis kesal. “Obat anti hamilnya.”

 

 “Tentu saja sudah. Mana mungkin aku melewatkan hal seperti itu.” Sang selebriti kurang terkenal itu memutar bola matanya karena gemas.

 

 “Bagus.” Sang manajer mengangguk senang. “Sekarang kita bisa mulai membahas pekerjaan. Ada dua pekerjaan baru yang masuk hari ini dan tentu saja kuterima dengan cepat.”

 

 “Tapi bisakah aku pergi berbicara dengannya.” Tiba-tiba saja, Aju mengatakan itu dengan suara keras. Dia bahkan menunjuk dua lelaki yang duduk di bangku taman tadi.

 

 “Oh, kamu ingin berinteraksi dengan mahasiswa lain?” Rektor yang menemani sang selebriti, tentu saja mengangguk setuju. “Itu hal yang baik.”

 

 Sang manajer yang bingung sebenarnya ingin menegur, tapi jelas saja dia terlambat. Si rektor sudah berjalan mendekati dua mahasiswa yang tadi Aju tunjuk dan tentu saja artisnya juga mengekori dengan cepat.

 

 Sekarang Aju ingat. Kemarin dia mungkin mabuk, tapi dia masih ingat dengan lelaki muda yang tidur bersamanya. Aju melupakan nama lelaki itu, tapi tidak melupakan wajahnya. Siapa sangka mereka bisa bertemu lagi, walau tidak bisa bicara berdua saja. Setidaknya awalnya mereka tidak bisa bicara berdua.

 

 “Aku senang bertukar pikiran dengan anak pintar sepertimu. Bagaimana kalau kita ke perpustakaan dan berbincang lebih jauh?” tanya Aju, setelah sang rektor selesai berbasa-basi.

 

 “Oh, keputusan yang sangat bagus.” Si rektor dengan cepat setuju. “Pilihanmu bagus sekali karena dia memang siswa berprestasi.”

 

 “Tapi, Pak. Saya masih ada kuliah setelah ini.” Aiden dengan cepat menolak. Dia sebisa mungkin tidak mau berurusan lagi dengan Aju.

 

 “Izin saja. Nanti aku sendiri yang akan memberitahu dosenmu. Sekarang, mari ke perpustakaan.” Tentu saja si rektor enggan untuk dibantah dan itu membuat Aiden mendesis pelan.

 

 “Aju. Apalagi sih yang kau rencanakan?” Si manajer protes dengan suara pelan.

 

 “Dia yang tidur denganku semalam,” jawab sang selebriti dengan jujur. “Aku hanya ingin berbicara sebentar soal itu.”

 

 Si manajer mendesis pelan. Itu tentu saja adalah sesuatu yang harus dibicarakan dan sangat penting. Ini semua demi masa depan Aju, jadi mau tidak mau dia harus setuju.

 

 “Aku harap kau bisa tutup mulut soal semalam.” Aju langsung mengatakan itu tanpa ada basa-basi, setelah tinggal mereka berdua.

 

 “Tidak perlu diminta pun, saya pasti akan tutup mulut. Itu jelas adalah aib.” Tanpa diduga, Aiden segera mengiyakan.

 

 Aju mendesis kesal mendengar itu. Dia sungguh ingin memukul lelaki muda di depannya, sayang ini di tempat umum. Reputasinya yang hanya secuil itu bisa makin hancur nantinya. Namun kemarahan itu segera sirna melihat chat dari sang manajer, yang memberi tahu tentang pekerjaan baru.

 

 “Hei.” Panggil Aju, tiba-tiba saja punya ide.

 

 “Ada lagi yang ingin dibicarakan?” Tentu saja Aiden akan bertanya.

 

 “Mau jadi sugar baby-ku tidak?”

 

 ***To be continued***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status