Dendam tidak akan mengubah apa-apa, selain menciptakan rasa puas karena sudah menyalurkan rasa sakit.
Lilis masih meringis saat merasakan perutnya kian penuh dan bengkak. Kulit tubuh hingga wajahnya sampai memerah, urat-urat kebiruan menonjol ke luar, sekali tusuk pasti dia sudah mati.Hana menatap nanar adik iparnya yang kini terlihat sekarat dan terlihat mengerikan. Gadis itu megap-megap karena sesak napas. Hana tidak peduli, dulu dia pun pernah diperlakukan demikian. Dicekik sampai lehernya memerah dan nyaris mati."Kau ini memang tidak bisa dikasih hati, Lis. Aku sudah memberimu kesempatan, tapi perlakuanmu semakin hari semakin biadab saja."Lilis tak bisa menjawab, dia hanya menatap Hana dengan mata memerah akibat darah, wajahnya dipenuhi darah, siksaan yang cukup menyakitkan, tapi setimpal."Kau bahkan pernah berniat membunuh Hadi, kan." Hana menekannya lagi. "Sebelum kau melakukan hal itu, akan kubuat kau mati lebih dulu."Suara gemuruh dari dalam hutan terdengar seperti sebuah simfoni, di tempat itu Hana dengan tenang terus berkelit dari berbagai serangan cahaya yang dilemparkan oleh Nyai Dasimah ke arahnya.Hana menyeringai ketika jarak pandangnya dengan Nyai Dasimah hanya tinggal beberapa langkah. Seringainya membuat wanita tua itu semakin dibakar amarah, Hana seolah mengejeknya karena terus melemparkan serangan yang meleset."Enyahlah dari dunia ini. Kau tidak pantas hidup dengan kutukan dewi itu!""Aku akan berhenti jika kau sudah benar-benar mati.""Mati?" Nyai Dasimah terbahak-bahak. "Memangnya kau siapa, beraninya mengancamku!"Sebuah serangan membabi-buta kembali dilemparkan pada Hana. Dengan cepat wanita itu berkelit, serangan pun meleset, menabrak pohon di belakangnya hingga tumbang.Hana mampu menghindari serangan dengan cepat hingga membuat Nyai Dasimah kesal karena berkali-kali serangannya meleset. Tak terhitung sudah berapa banyak ca
"Apa kau masih mencari Hana?" Risma mengatakannya dengan tubuh bergetar. "Tidak, kan?"Hadi menurunkan sendok makan di tangannya, menatap sang ibu dengan lembut, senyuman itu terbit di sana. Bohong kalau dia tidak terluka mendengar jawaban itu."Entahlah, Bu. Tapi, aku merindukannya."Risma menghela napas mendengar jawaban tersebut. Sudah dia duga, Hadi tidak akan semuda itu goyah. Perasaannya pada Hana terlalu dalam, Risma masih tidak mengerti, apa yang bisa dibanggakan dari menantu tidak tahu diri itu.Meski sempat sekarat, Hadi tetap saja menantinya kembali. Hal itu membuktikan bahwa Hadi tidak pernah main-main dengan perasaannya. Sejak awal, Hana adalah wanita yang dia cintai, meskipun status ekonomi keduanya berbeda jauh."Kau masih menunggunya? Bahkan meski kenyataannya dia sudah mengkhianati kepercayaanmu?""Ibu." Hadi menegur. "Hana bukan orang seperti itu, aku yakin ada alasan kuat di balik kepergiannya. Saat di rumah sa
"Sudah dari mana saja? Lukamu belum sembuh."Hana menundukkan kepala saat dirinya baru datang dan langsung dipergoki oleh Nyai Ningrum. Wanita tua itu berjalan mendekat. Perasaan Hana menjadi tidak nyaman karena ditatap dengan sorot dingin oleh nenek itu."Kau menemui suamimu lagi?"Hana langsung mendongak, dia menatap Nyai dengan ekspresi muram. "Maafkan aku, Nyai. Aku hanya ingin berpamitan padanya. Setelah ini aku tak akan bertemu dengannya lagi."Nyai Ningrum menggelengkan kepala mendengar alasan tersebut. "Kau seharusnya tidak keluar dari sini. Tempatmu sekarang berada di sini, Dasimah bisa menangkapmu sewaktu-waktu jika kau lengah."Hana mengerti, dia sudah diperingatkan oleh wanita tua itu sebelumnya. Akan tetapi, Hana tetap pergi menemui Hadi hanya untuk memberinya salam perpisahan. Seandainya ini adalah hari terakhirnya di dunia, Hana ikhlas asalkan dia bisa melihat Hadi untuk terakhir kali."Maafkan aku, Nyai.""Jangan dulu gunakan kekuatanmu. Kau belum pulih. Jika terus mem
"Apa, apa tadi maksud kalian? Istriku kembali?"Ibu-ibu yang berada di sana sontak terkejut saat Hadi tiba-tiba datang dan memberondong mereka dengan banyak pertanyaan.Ibu-ibu itu saling pandang dengan temannya yang lain, mereka tidak sadar jika obrolannya terdengar oleh sang juragan. Tamat sudah."Katakan padaku, apa itu benar?" tuntut Hadi sekali lagi.Ibu-ibu tersebut saling sikut, menyuruh salah satu dari mereka untuk terus terang padanya."Anu ... Bu Hana sudah kembali, Juragan. Sudah lama.""Apa?!""Tapi, dia menghilang lagi, kami tidak tahu dia ke mana."Hadi terkejut. "Hilang? Bagaimana bisa?"Salah satu ibu tersebut menggeleng. "Awan dan Susi juga meninggal. Banyak yang bilang kedatangan Bu Hana ke desa ini membawa bencana. Satu desa kena tulah."Setelah mendengar hal itu, jantungnya langsung berdetak kencang, darahnya seketika bergejolak, naik ke atas kepala. Hadi rasanya tidak percaya saat mendengar penjelasan tentang hal ini. Apa yang sebenarnya disembunyikan oleh orang-o
Hadi sampai di rumah besar kediaman Risma. Dia masuk ke rumah dengan segera dan mencari sang ibu ke setiap kamar. Sayangnya, Risma tidak ada di sana.Hadi dan segala rasa emosi yang bercampur dalam hatinya mulai mengecek semua sudut ruangan yang ada di dalam rumah itu. Ketika ia memutar knop pintu salah satu kamar, pintu itu terkunci. Ibunya pasti berada di dalam."Bu! Buka pintunya!" panggilnya kasar. Tidak ada sahutan dari dalam.Hadi kembali menggedor pintu dengan keras, sehingga para pelayan yang ada di sana, terkejut melihat apa yang sedang terjadi."Ibu!!" Kesal karena sang ibu tak kunjung membuka pintu, Hadi menendang pintu itu hingga ada yang patah. Tak lama kemudian pintu itu terbuka.Hadi terkejut saat melihat seisi ruangan tersebut. Pengap, bau kemenyan dan anyir darah memenuhi setiap sudut ruangan. Darah bercerer di lantai, ada meja persembahan penuh bunga kamboja. Ruangan itu temaram hanya disinari cahaya lilin.Risma panik ketika melihat Hadi masuk ke dalam ruangan ters
"Hadi, Hadi ... katakan di mana anakku sekarang?!" Risma mencengkeram kerah baju Surya dengan kuat, wanita itu histeris ketika Surya mengatakan bahwa Hadi tidak kunjung kembali ke tempatnya sejak kemarin, dia juga tidak tahu Hadi pergi ke mana.Biasanya Hadi akan pergi ke luar untuk menenangkan diri, kemudian kembali pulang dan mengeluh padanya bahwa Hana tidak kunjung ditemukan. Bukannya Surya tidak mau berterus terang, hanya saja ... kondisi saat ini sedang sulit, ditambah sang ibu yang terus meracau tidak jelas.Surya sendiri tidak mengerti masalah yang sedang keluarga itu hadapi, karena dia tidak tega untuk bertanya langsung pada Hadi. Pria itu tampak benar-benar frustrasi."Aku tidak tahu, Bu. Hadi pergi begitu saja. Dia belum pulang sejak kemarin.""Kenapa, kenapa kamu tidak mencegahnya, Surya. Apa yang kau lakukan?! Bawa dia kembali, bawa putraku kembali sekarang!" Risma terus berteriak histeris.Risma memukul tubuh Surya dengan separuh tenaganya. Akan tetapi, Surya tidak bisa
"Aku akan membantumu."Hal pertama yang Hadi lakukan adalah meyakinkan diri apakah ini hanya ilusi belaka atau benar-benar sebuah kenyataan. Dia tentu saja tidak mau repot-repot merasa percaya lebih dulu sebelum mengetahui apakah hal yang didengarnya memang asli atau hanya ulah manusia iseng dari atas sana, tetapi apa pun itu, Hadi agak lega karena ada yang menemukannya.Hanya sampai di sana pemikirannya, sebelum akhirnya Hadi tersadar bahwa apa yang dia dengar bukanlah ilusi semata."Hana, itu kamu, kan? Kamu masih hidup?" tanya Hadi lebih dulu.Tak ingin menunjukkan rasa ketakutan yang menjalar di hatinya, Hadi menatap mata wanita itu dalam-dalam. Dia tak bersayap-jelas bukan siluman. Wanita itu hanya menampakkan setengah wajahnya di batas jurang demi melihat posisi Hadi di bawah sana."Kau tidak perlu tahu. Yang jelas, aku datang ke sini untuk menolongmu," jawab wanita itu, mengabaikan pertanyaan Hadi.Sebuah tali tambang terjulur ke bawah tepat di hadapan Hadi, Hana menyuruh pria
Hana mengamati rumah kediaman suaminya yang temaram itu dengan kewaspadaan yang tinggi. Ia merasakan hawa lain di sana. Embusan angin yang kuat membuat Hana yakin bahwa yang menjaga rumah itu saat ini bukanlah manusia. Ia menebak bahwa Hadi pun tidak ada di rumah. Namun, aura yang berbahaya itu menariknya ke rumah ini. Nyai Dasimah memancing Hana melalui Hadi. Sungguh, dukun terkutuk itu sedang mencari gara-gara dengannya. Hana mulai terbakar amarah, beraninya mereka memanfaatkan pria itu.Dia tidak bisa merasakan aura Hadi di mana pun, yang berada di sekelilingnya sekarang hanyalah aura panas dan mencekam.Hana berlari masuk ke rumah itu dengan raut wajah cemas. Ia semakin cemas ketika tidak merasakan aura Hadi di mana pun. Dengan langkah tergesa-gesa ia menuju kamar mereka. Tubuhnya gemetar menandakan perasaannya yang semakin gundah.Seisi rumah kosong, bahkan para pelayan pun tak ada di sana. Hana cemas karena mendapat firasat buruk. Hadi dibawa oleh dukun itu ke tempat lain.Den