Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam lamanya, tibalah Vino di depan sebuah rumah yang nampak megah dan besar.
Dengan hanya menekan tombol di sebuah benda kecil berwarna hitam yang ada di dekat setir, pintu gerbang pun terbuka.
Diparkirkan mobil yang dikendarai oleh Vino di dekat sebuah mobil lain yang juga tak kalah mewahnya. Beberapa mobil keluaran terbaru pun, nampak berjejer di garasi yang sangat luas.
Di depan pintu garasi sebelah luar, nampak ada tiga buah mobil berjejer. Empat orang lelaki berada di dalam masing masing mobil.
Mereka semua adalah pengawal Vino yang hanya memantau dari jarak jauh, yang selalu siap membantu si bos bila mengalami kesulitan.
Hanya dengan menunjukkan jari telunjuk ke atas, semua pengawal itu akan langsung datang bila mendapatkan aba-aba tersebut dari Vino.
Kejadian di kampung tadi, tentu saja diperhatikan juga oleh mereka. Namun, karena tak mendapatkan aba-aba dari si bos, maka mereka hanya berdiam diri sambil terus mengawasi dari dalam mobil.
Setelah Vino masuk ke dalam rumah, ketiga mobil itu pun berlalu dari luar gerbang rumah tersebut. Karena, beberapa pengawal yang berada di dalam rumah itu lah yang menjalankan kewajiban selanjutnya.
"Mau dibikinkan kopi dan sarapan, Tuan?" tanya seorang wanita separuh baya yang menyambut Vino.
"Gak perlu, Bi. Aku mau istirahat aja dulu."
"Baik, Tuan." Wanita yang merupakan salah satu pembantu di rumah Vino segera berlalu.
Di dalam kamarnya, Vino langsung menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Matanya terlihat merah dan kuyu. Sesaat kemudian, matanya terpejam, lalu terdengar dengkurnya.
Namun, tak sampai lima menit kemudian, Vino terlonjak dari atas tempat tidurnya. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri, seperti mencari sesuatu.
Sambil berjalan perlahan, Vino menghampiri sebuah meja yang ada di samping tempat tidurnya. Diamatinya sebuah benda yang terletak di atas meja.
"Bunga? Dari mana datangnya bunga melati ini?" gumam Vino dengan heran.
"Ah, kenapa aku tadi bermimpi aneh juga? Gadis itu ...." Vino terduduk di tepi ranjang dengan tangan kanannya masih menggenggam sekuntum bunga kecil berwarna putih.
"Bibi!" teriak Vino.
Datanglah wanita yang menyambut Vino tadi dengan tergopoh-gopoh.
"I–iya, Tuan?"
"Siapa yang masuk ke kamarku waktu aku gak ada di rumah tadi malam?"
"Tidak ada orang lain, Tuan. Hanya saya saja yang masuk untuk menutup tirai jendela kemaren sore."
"Terus, siapa yang menaruh bunga ini di atas meja itu?"
Si pembantu terlongong, saat melihat sekuntum bunga melati di telapak tangan kanan majikannya.
"Bunga melati? Kok, bisa ada bunga itu, Tuan?" tanya wanita itu balik.
"Lha, aku tadi kan, nanya, kok malah Bibi tanya ke aku lagi?"
Wanita yang rambutnya sudah banyak uban itu menggaruk kepalanya. Kemudian, kepalanya menoleh ke segala arah.
"Cari apa, Bi? Ditanya, kok, malah clingak clinguk gak jelas, gitu!"
"Ma–maaf, Tuan ... saya kok jadi takut. Jangan jangan–"
"Jangan jangan apa, Bii ...? Vino terlihat geram dengan ulah pembantunya itu.
"Enggak, enggak ada apa-apa, Tuan. Sa–saya mau menyiapkan sarapan dulu, Tuan ...." Si pembantu langsung ngeloyor keluar dari kamar si majikan dengan tergesa-gesa.
"Dasar pembantu gak ada akhlak! Untung saja, dia sudah tua dan jelek. Kalau enggak ...."
Sembari masih menggenggam bunga melati, Vino duduk melamun. Bibirnya bergumam, "apa yang terjadi denganku? Mimpiku tadi sepeeti nyata, gadis kampung itu akan menggorok leherku. Aku, Vino si penjagal, kok akan dijagal, aneh."
Lima belas tahun yang lalu, seorang bocah lelaki sedang meringkuk di bawah meja dengan wajah penuh ketakutan.
Di hadapannya saat itu, sedang terjadi perkelahian antara seorang lelaki yang dikeroyok oleh empat lelaki lain.
Seorang lelaki yang dikeroyok itu adalah ayah dari si Vino kecil yang sedang menangis, menyaksikan lelaki yang sangat disayanginya itu sudah terlihat babak belur.
"Ayah ...," lirih Vino.
Dia memang disuruh bersembunyi di bawah kolong sebuah meja besar yang terletak di sudut ruang tamu. Sang ayah tak mau, bila putra semata wayangnya itu ikut menjadi sasaran amukan empat orang lelaki berbadan besar itu.
Namun, dibalik wajah yang sedih, terpancar kebencian dan amarah di sepasang mata anak lelaki itu. Kedua telapak tangannya mengepal erat, seakan ingin menghajar seorang wanita yang berada di tempat itu juga.
Wanita yang berumur sekitar dua puluh lima tahun dan berwajah sangat cantik itu, berteriak-teriak dengan penuh semangat.
"Bagus! Pukul lagi terus! Hajar dia sampai mampus sekalian!"
Dengan kedua tangan bersedekap di dada, wanita berambut sebahu itu terus berteriak, untuk menyemangati empat orang lelaki berwajah sangar yang sedang memukul, menendang, dan menginjak-injak tubuh ayah Vino.
"Aku benci kamu, ibu ..." gumam Vino dengan air mata yang berlinang di kedua pipinya.
***
Seorang anak lelaki yang masih berusia sepuluh tahun, harus menyaksikan perbuatan biadab yang dilakukan atas perintah seorang wanita yang sangat disayanginya selama ini.Meskipun sikap ibunya sering menyakitkan hati, tetapi Vino kecil tetap menyayangi wanita yang telah melahirkan dirinya.Si ibu sering memarahi Vino secara berlebihan, meskipun kesalahan yang dilakukannya hanyalah hal kecil saja. Bahkan, si ibu tak segan-segan memukuli badan Vino yang kecil.Hanya sang ayahlah yang selalu membela putranya itu. Sehingga, membuat si ibu semakin bertambah murka."Sudahlah, Dewi. Itu adalah anakmu sendiri, kenapa kamu tega menyakitinya seperti itu?" bujuk lelaki yang telah menikahi Dewi selama hsmpir sebelas tahun itu."Aku capek, Mas! Anakmu itu tetap saja nggak pernah ngerti kalau kusuruh. Memang anak bodoh dan pembawa sial saja, dia itu.""Dewi! Kamu gak boleh berkata seperti itu. Vino itu adalah anak kita, darah daging kit
Entah berapa lama Vino kecil terduduk di depan sebuah rumah, yang sebelumnya adalah tempat tinggalnya itu. Di tepi jalan beraspal, yang semakin lama tak ada seorang pun yang melewatinya.Karena, selain hari telah larut malam, orang-orang tak mau melewati jalan yang baru saja terjadi keributan dari rumah Dewi tersebut.Siapa orang yang tak mengenal tentang kejahatan dan kebengisan wanita yang berwajah cantik itu. Beberapa orang memang bersikap baik kepadanya, karena memerlukan bantuan dari Dewi.Namun, lebih banyak pula orang yang sangat membenci dan takut kepada perempuan rentenir penghisap darah itu. Dengan memiliki anak buah yang berjumlah delapan orang lelaki bertubuh besar dan berwajah sangar, Dewi tak segan-segan untuk merampas semua harta milik orang yang telah berhutang kepadanya.Suami Dewi bukannya tak tahu pekerjaan si istri. Tetapi, karena rasa sayang yang berlebihlah, yang membuat ayah Vino tak bisa melarang semua kemauan i
Nada dering yang berbunyi dari telpon genggam, mengejutkan Vino yang sedangbteringat masa kecilnya dulu."Hallo! Ada apa, Tom?" tanya Vino kepada si penelpon.Setelah mendengar jawaban dari seberang telpon, Vino bergegas keluar dari kamar. Tanpa disadarinya, sekuntum bunga melati masih dalam genggamannya.Namun, ketika melewati sebuah taman yang berada di samping kamar, barulah dia tersadar, dan buru-buru dibuangnya sekuntum bunga melati itu dengan melempar sembarangan."Berapa banyak anak buah kita yang jadi korban?" tanya Vino setelah berhadapan dengan seorang lelaki berkulit putih dan bermata sipit."Ada lima orang saja, Bos. Yang lainnya bisa kabur dari kejaran polisi," jawab lelaki yang bernama Tom."Dasar Rudi penghianat. Untungnya, aku segera mengetahuinya. Kurang apa dia itu selama menjadi tangan kananku? Uang, harta dan wanita tak pernah kekurangan. Kok, bisa-bisanya mau menjadi mata-mata polisi," gerutu Vino dengan wa
Vino beserta anak buahnya kembali melanjutkan minum minuman yang telah tersedia, hingga beberapa botol telah nampak kosong.Sedangkan si perempuan tadi kembali ke mejanya lagi, dan telah mengobrol dengan seorang lelaki setengah baya. Nampaknya, mereka sangat gembira malam ini. Terlihat si perempuan lebih banyak tertawa, sambil sesekali bergelayut manja di lengan lelaki yang lebih cocok sebagai ayahnya.Tak sampai satu jam kemudian, perempuan yang tadi diminati oleh Vino keluar dari ruangan dengan dipeluk pinggangnya oleh si lelaki tua.Namun, Vino dan anak buahnya masih melanjutkan aktifitasnya, sambil sesekali bergoyang mengikuti irama music yang disajikan oleh DJ.Setelah mendapat bisikan dari Bram, Vino bergegas meninggalkan ruangan, tanpa diikuti oleh satu orang pun dari anak buahnya.Dikemudikannya kendaraan roda empat itu secara perlahan, sambil sesekali mengisap sebatang rokok yang terselip di jari-jarinya.Di sebuah tempat yang agak
Di depan sebuah bangunan yang tak cukup besar, Vino menghentikan mobilnya. Hanya dengan remote kontrol, pintu gerbang yang nampak kokoh itu langsung terbuka.Setelah memasukkan mobil di garasi, perempuan yang masih pingsan itu dibopong memasuki sebuah lorong yang menuju ke sebuah ruangan.Tak ada satu orang pun yang nampak di tempat itu selain Vino dan si perempuan yang tergolek tak berdaya di atas sebuah ranjang terbuat dari besi kokoh.Sementara itu, Vino yang bertubuh jangkung dan kekar membuka sebuah lemari yang terbuat dari besi juga. Diambilnya beberapa peralatan, yaitu benda-benda yang biasa digunakan untuk alat-alat pertukangan.Gergaji, martil, dan obeng serta yang lainnya diatur sedemikian rupa di atas sebuah meja yang cukup besar. Bahkan, golok dan gunting besar juga terdapat di paling atas barang-barang yang sudah tersusun rapi.Setelah semua peralatan yang dikehendaki berada di atas meja sebelah ranjang besi, Vino duduk di sebuah kursi
Sumpah Terkutuk bab 9Perempuan bermata bulat itu hanya bisa menganga. Sekujur tubuhnya gemetaran, melihat kapak yang tertancap tepat di samping kepala kanannya."Bos ... tolong, ampuni aku. Aku gak mau mati," rengek si perempuan.Perlahan Vino mendekati, lalu menatap tepat di wajah si petempuan."Buka semua pakaianmu," bisik Vino.Si perempuan yang juga melihat sepasang mata Vino, seperti terhipnotis. Tanpa bicara lagi, dia melucuti semua kain yang menempel di tubuhnya.Tangan kanan Vino mulai menggerayangi tubuh yang telah polos itu. Bibirnya pun menutup mulut si perempuan yang tak berontak sedikitpun.Dibimbingnya tubuh sintal itu menuju ke ranjang besi, yang hanya beralaskan spon tanpa kain penutup. Napas yang menderu terdengar dari sepasang manusia yang tengah bergulat untuk mereguk nikmat sesaat.Rupanya, si perempuan juga mengimbangi dengan apa yang dilakukan oleh Vino. Bahkan, perempuan yang sebelumnya merasakan ketakutan
Sumpah Terkutuk bab 10Bibir Vino tersunging, saat menyaksikan seorang perempuan yang tak henti-hentinya tertawa senang atas apa yang akan diperolehnya setelah ia bisa keluara dari kurungan itu."Dasar, perempuan semua sama saja! Tidak peduli dengan keselamatan nyawa dan harga dirinya, bila sudah melihat harta yang melimpah di depan matanya," gumam Vino kesal.Dia lalu teringat dengan ibu kandungnya sendiri. Ketika mendapatkan uang yang banyak dari hasil merampas hak orang lain, ibunya bisa tertawa lepas dan berwajah gembira.Lain halnya bila sang ayah yang hanya bisa memberikan uang gajinya yang tak seberapa jumlahnya. Si ibu pasti langsung murka, dan tak segan-segan memaki lelaki yang telah hidup bersamanya itu."Kalau aku gak usaha sendiri, bisa-bisa aku mati kelaparan dengan uang yang kamu berikan ini!""Tapi, itu adalah hasilku yang halal, Dik," jawab ayah Vino dengan wajah lesu."Halaah! Mau halal atau haram, yang penting
Raut wajah Vino nampak geram, lalu dia menghampiri ranjang tempat tidurnya. Dipungutnya dua kuntum bunga kecil berwarna putih. Barulah dia menyadari, kalau di ruangan itu tercium bau bunga melati.Wanita setengah baya yang diteriaki oleh Vino, datang tergopoh-gopoh."Ada apa sih, Tuan? Bibi bawa piring sampai kaget. Tuh, jadinya semua piring yang Bibi bawa pecah semua.""Jangan pikirin piring pecah, Bi! Nih, ada bunga lagi. Siapa yang naruh di atas tempat tidurku? Pasti Bibi, ya?""Eeeh ... Tuan jangan sembarangan nuduh, ya? Jelek-jelek begini, Bibi gak suka main bunga. Sukanya main pisau!" Pembantu yang sudah belasan tahun bekerja di rumah Vino itu, wataknya pun sudah ikut-ikutan tuannya. Tak takut apapun juga.Vino mengembangkan senyumnya. Dia sangat sayang kepada pembantunya yang satu itu. Bahkan, sudah dianggapnya sebagai pengganti ibunya juga.Sudah sering kali Vino melarang si bibi untuk bekerja terlalu berat. Menyediakan makanan u