Sumpah Terkutuk bab 2
Vino Chandra Buana, adalah nama yang diberikan oleh orangtuanya. Harapan si orangtua, kelak Vino bisa tumbuh menjadi seorang lelaki yang gagah, baik dan menjadi penerang di kehidupan di dunia dan akherat.
Namun apa daya, masa lalu yang kelam telah menjadikan Vino lelaki yang penuh ambisi dan kejam. Segala kejahatan di muka bumi ini, telah dilakukannya, sejak usinya baru menginjak remaja.
Pembunuh berdarah dingin, gembong obat-obatan terlarang, serta pemasok senjata api ilegal, semua itu adalah pekerjaannya.
Vino tak pernah merasa takut kepada orang lain, dan tak mau tunduk terhadap lawan bisnisnya. Cara yang curang dan licik pun, pasti dijalankannya untuk menjegal pihak lawan yang tak mau diajak kompromi dengannya.
Pagi itu, Vino terjebak di dalam situasi yang membuat darahnya mendidih. Bagaimana tidak, seorang lelaki tua dari sebuah kampung terpencil, bisa memandangnya rendah.
"Anak muda—"
"Nama saya Vino, jadi jangan memanggil dengan sebutan itu."
"Baik, sekarang, kami ingin kamu bertanggung jawab atas kejadian ini."
"Maunya kalian itu apa, hah!" Vino sudah hampir hilang kesabaran. Kedua telapak tangannya mengepal di samping kedua pahanya.
Bapak tua itu menoleh ke samping kiri, "Maya, katakan keinginanmu. Apa yang harus dilakukan oleh dia, atas kecerobohannya ini."
Si gadis yang dari tadi agak menunduk, lalu mengangkat wajahnya. Sepasang matanya langsung menatap ke wajah Vino yang sudah merah padam.
"Saya ingin, dia meminta maaf kepada saya dan seluruh orang kampung di sini," ucap si gadis yang bernama Maya itu.
"Apa!" Vino terkejut mendengar permintaan dari gadis kampung itu.
Ucapan permintaan maaf tak pernah ada dalam kamus kehidupan Vino. Dia tak pernah mau meminta maaf, meskipun sudah melakukan kesalahan. Sebaliknya, bila ada salah satu teman atau rekan bisnisnya yang berbuat salah, maka mati lah hukumannya.
Vino tak pernah sudi untuk meminta maaf dan tak mau mendengar kata maaf dari orang lain yang telah melakukan kesalahan kepadanya.
Darah di kepala sudah mendidih, sepasang matanya pun menatap tajam, tetapi hatinya terasa dingin kala melihat pandangan si gadis yang berdiri dengan jarak dua langkah di depan Vino itu.
Dengan bibir bergetar, karena menahan amarah, Vino berkata, "kalian semua adalah orang-orang yang picik dan sombong. Dikasih enak dan uang yang banyak, malah menolak."
"Lalu, apa bedanya dengan dirimu?" Si bapak tua membalas tatapan tajam Vino. "Kami tak butuh uangmu, kami hanya meminta kau mengucapkan kata maaf. Apakah hal itu memberatkanmu?"
"Tentu saja! Dengan begitu, kalian sudah mengoyak dan merendahkan harga diriku!" jawab Vino dengan suara yang keras, hingga semua orang yang berdiri di sekelilingnya bisa mendengar ucapan Vino itu dengan jelas.
Tak hanya sampai di situ, Vino memandang ke arah orang-orang itu satu persatu. Senyum sinisnya tersungging, tangan kirinya di letakkan di pinggang. Sedangkan tangan kanannya mengarah ke depan, dengan jari telunjuk yang diarahkan memutar kepada semua orang yang mengerumuni dirinya.
"Kalian hanya orang-orang kampung, yang tak tahu siapa aku yang sebenarnya. Maka dari itu, hari ini kuampuni selembar nyawa kalian. Jangan sampai, suatu hari nanti kita bertemu lagi!" Sebelum meninggalkan tempat itu, sesaat mata Vino memandang ke wajah si gadis.
Tiba-tiba, tengkuknya terasa dingin, jantungnya pun terasa berdenyut hebat, hingga Vino meraba dadanya yang terasa nyeri.
Ketika pandangan Vino bersirobok dengan sepasang mata gadis yang sepasang alisnya bertaut, seakan memancarkan aura dingin dan tajam. Hingga untuk sekian detik lamanya, Vino seperti terhipnotis.
Tak ada lagi kata-kata yang keluar dari mulut orang-orang itu. Hanya tatapan tajam yang mengiringi langkah Vino untuk menuju ke arah mobilnya.
Setelah menjalankan mobil, Vino merutuk di dalam hati, 'benar-benar sial aku hari ini. Kalau mereka tadi meminta uang yang berapa banyak pun, pasti kuberikan. Tapi, mereka malah meminta harga diriku. Dasar sial!'
Namun, di sepanjang perjalanannya, Vino leboh banyak teringat dengan tatapan mata si gadis yang diketahuinya bernama Maya itu.
"Maya ...." Tak terasa bibir Vino menggumam, menyebut nama itu.
Vino yang selama ini selalu menghancurkan kehidupan banyak perempuan, dengan cara menyiksa, bahkan juga tak segan-segan membunuh mereka, saat itu pikirannya terasa dihantui oleh sosok gadis kampung yang telah berani memandangnya dengan tatapan dingin.
"Ah, seandainya aku tak datang ke pertemuan tadi malam, tak akan kualami kejadian ini. Kenapa pula, si Burhan berkhianat, akhirnya aku sendiri yang harus membunuhnya."
Burhan adalah salah satu orang kepercayaan Vino. Tetapi, Vino mendapat informasi yang akurat, bahwa orang yang sebagai tangan kanannya itu telah membocorkan sebuah rahasia perusahaan ke pihak luar. Yaitu, kepada saingan bisnis Vino yang telah lama menginginkan kehancuran kekuasaan yang dimiliki oleh Vino.
Oleh karena itu, Vino harus datang ke pertemuan yang tersembunyi itu, untuk menghukum orang yang telah berani mengkhianatinya.
***
Menjadi seorang lelaki yang hidupnya mapan dan berkuasa adalah keinginan Vino yang dia dulu selalu dihina oleh para gadis.Keinginannya bisa terwujud berkat dari bersekutu dengan mahkluk siluman ular yang diwariskan oleh turun temurun keluarganya.Namun, meskipun sudah bergelimang oleh harta dan menguasai hampir seluruh perdagangan gelap di kotanya, Vino masih mempunyai hati nurani untuk membantu orang yang kesusahan atau kurang mampu.Dibalik sifat bengisnya yang tak segan-segan menghabisi musuh atau orang yang dbencinya, Vino selalu bersikap baik kepada mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan.Hal itu lah yang membuat para pembantunya betah bekerja dengannya. Karena Vino bisa bersikap lemah lembut dan tak membeda-bedakan derajat.Di mata para mafia dan pesaing bisnis, Vino terlihat seperti seekor harimau yang siap menerkam bila mengetahui kesalahan mereka.Tetapi, di mata orang lemah, Vino bak seorang dewa pen
Lelaki berambut gondrong sebahu dan betubuh atletis turun dari mobil mewah keluaran terbaru di depan sebuah bangunan besar dan berhalaman luas.Baru saja akan melangkah, beberapa anak kecil langsung mengerumuninya. Bahkan,ada yang langsung memeluk kaki, serta ada juga yang minta digendong oleh lelaki yang berkacamata hitam itu."Hei ... anak-anak ... biarkan Bang Vino masuk dulu, to!" teriak seorang wanita paruh baya yang berdiri di depan sebuah pintu."Bang, mana oleh-oleh buat saya?" Seorang bocah berusia tujuh tahun merengek dan menggelayut manja di tangan kiri Vino."Iya ... iya, ada. Bang Vino sudah membawa banyak oleh-oleh untuk kalian semua, kok. Kita masuk dulu untuk bersalaman dengan ibu panti, ya," jawab Vino sambil menggandeng bocah lelaki yang kakinya pincang sebelah kanan.Sebelum memasuki ruangan yang merupakan kantor untuk panti asuhan itu, Vino memanggil dua orang lelaki yang sedang menyapu halaman, lalu menyuruh merek
Tekad yang sudah bulat dan keinginan untuk menjadi lelaki yang berkuasa, tak membuat pemuda yang hari itu tepat berusia tujuh belas tahun, tak mau memikirkan hal-hal buruk yang akan menimpanya bila dia sudah melakukan sumpahnya."Baiklah, Vino ... bila tekadmu sudah bulat. Bibi akan menceritakan semua kejadian yang menimpa kakek dan ayahmu, kalau kamu sudah mengucapkan sumpah. Apakah kamu bersedia?""Iya, Bi," jawab Vino dengan mantap. Hatinya tak ingin merasa ragu-ragu lagi, karena dia sudah tak bisa membendung keinginannya untuk membalas dendam kepada perempuan-perempuan yang telah menyakiti hatinya."Pejamkan matamu, dan tirukan ucapan Bibi, ya. Nanti, sebut nama lengkapmu juga."Sepasang mata pemuda berwajah tampan itu terpejam, lalu mulai mengikuti kata-kata yang diucapkan oleng sang bibi.Di luar rumah, yang tadinya cuaca cerah, dan matahari mulai bersinar, langsung menjadi gelap. Mendung tebal menyelimuti daerah hutan tem
Tentu saja hal yang paling menyakitkan bagi lelaki yang mempunyai wajah tampan namun bermata tajam itu, adalah membenci seorang wanita yang telah melahirkan dirinya di dunia ini.Ketika dia masih kecil, yang dirasakan hanyalah kekejaman dari sang ibu kandungnya. Tanpa dia tahu apa yang menyebabkan sang ibu sangat gemar menyiksa tubuh Vino.Bahkan, hingga usianya telah menginjak remaja, Vino belum mengetahui, kenapa sang ibu tak menyukai dia sebagai anak yang merupakan putra satu-satunya pula.Namun, saat hari yang ditunggu tiba, Vino bisa mendapatkan sesuatu dari warisan sang kakek, sekaligus bisa mengetahui segala hal yang membuat dirinya tak dusukai oleh ibunya.Tepat di usianya yang ke tujuh belas tahun, pagi-pagi sekali, bibi dan pamannya menyuruh Vino untuk mengambil air di sumur yang terletak di belakang rumah.Meskipun masih merasa ngantuk dan kedinginan, Vino yang mengingat bahwa hari itu adalah hari ulang tahunnya, sert
Sumpah Terkutuk bab 20Melihat wajah Ronald yang kebingungan, Vino memberi isyarat dengan matanya, agar anak buahnya itu tak banyak bicara."I–ini uangnya ...." Ronald menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat, tanpa bisa meneruskan ucapannya."Ya!" tukas Vino, agar Ronald segera berlalu dari tempat itu.Tetapi, wanita yang sombong itu langsung memanggil Ronald."Eh, Bos! Tunggu dulu!"Ronald menjadi salah tingkah, matanya melirik ke arah Vino yang sedanga meletakkan telunjuk di bibir."Ada apa, Bu?""Aduh, jangan panggil, Bu, dong. Panggil aja Mbak, atau namaku aja, deh. Oh ya, namaku Reta," cerocos wanita itu."Hmm ... ada apa Reta?" tanya Ronald tanpa ekspresi."Begini, Bos. Saya ingin mencari kerja di perusahaan ini. Kira-kira, apakah ada lowongan untuk karyawan baru?"Ronald melihat mata Vino yang berkedip, lalu menjawab, "ada, kami memang sedang mencari karyawan baru. Kalau mau, besok pagi s
Pagi hari itu, Vino terlihat sangat lelah. Dia pun tertidur di sofa ruangan kerjanya hingga hampir dua jam. Terbangun karena mendengar ketukan di pintu."Katakan apa yang terjadi pada Sandra," ucap Vino kepada seorang lelaki bertubuh besar yang sudah duduk dihadapannya."Sandra meninggal karena dibunuh suaminya, Bos. Kebetulan, sebelum meninggal, dia sempat menelepon saya untuk meminta pertolongan. Tapi, ketika saya datang, dia sudah tak bernyawa lagi," jelas anah buah Vino yang bernama Ronald itu."Kenapa, suaminya membunuh dia?""Karena, suaminya punya selingkuhan, dan Sandra memergokinya saat si suami sedang bermesraan dengan perempuan lain itu di dalam kamarnya.""Hmm ... cari tahu, siapa ular itu," ucap Vino sambil menyalakan sebatang rokok."Siap, Bos!" Ronal lalu meninggalkan ruangan si bos.Pada pukul sepuluh lebih sedikit, Vino meninggalkan ruangannya juga, karena ingin pulang ke rumahnya.Ketika mobil ya