Share

Sumpah Terkutuk bab 4

Seorang anak lelaki yang masih berusia sepuluh tahun, harus menyaksikan perbuatan biadab yang dilakukan atas perintah seorang wanita yang sangat disayanginya selama ini.

Meskipun sikap ibunya sering menyakitkan hati, tetapi Vino kecil tetap menyayangi wanita yang telah melahirkan dirinya.

Si ibu sering memarahi Vino secara berlebihan, meskipun kesalahan yang dilakukannya hanyalah hal kecil saja. Bahkan, si ibu tak segan-segan memukuli badan Vino yang kecil. 

Hanya sang ayahlah yang selalu membela putranya itu. Sehingga, membuat si ibu semakin bertambah murka.

"Sudahlah, Dewi. Itu adalah anakmu sendiri, kenapa kamu tega menyakitinya seperti itu?" bujuk lelaki yang telah menikahi Dewi selama hsmpir sebelas tahun itu.

"Aku capek, Mas! Anakmu itu tetap saja nggak pernah ngerti kalau kusuruh. Memang anak bodoh dan pembawa sial saja, dia itu."

"Dewi! Kamu gak boleh berkata seperti itu. Vino itu adalah anak kita, darah daging kita. Kalau dia bodoh, berarti kita ini juga bodoh. Sama anak, kok, gak ada sikap lembut sedikitpun."

"Dah, urus saja anakmu itu, Mas. Nanti, kita buktikan saja, apakah bocah itu bisa jadi orang sukses, atau jadi orang kere seperti ayahnya." Dewi langsung pergi keluar rumah dengan masih bersungut-sungut.

Kemudian, sang ayah mengangkat tubuh Vino, lalu dibaringkan di atas tempat tidur. Setelah itu, dengan telaten dia mengobati luka-luka di beberapa bagian tubuh putranya itu.

"Ayah, kenapa ibu selalu marah-marah kepadaku?" tanya Vino sambil memperhatikan si ayah yang membubuhkan cairan obat di atas luka-luka di tangannya.

"Mungkin, ibu sedang nggak enak hati, atau Vino yang mungkin berbuat salah besar kepada ibu," jawab sang ayah bijak.

"Tapi, aku tadi cuma lupa nutup tudung nasi, kok, Yah."

"Itu bahaya, Nak. Kalau lauknya dimakan kucing, atau dimasukin kecoak, bagaimana, coba? Makanya, lain kali jangan lupa lagi ya, Vino." 

Namun, segala kesalahan sedikit saja yang diperbuat Vino, pasti membuat si ibu sangat marah. Vino sampai merasa, bahwa dia bukanlah anak kandung pasangan Dewi dan Rahmat.

"Ayah, apakah aku ini hanya anak tiri?" tanya Vino kecil suatu hari.

Sang ayah memeluk putranya dengan kasih, "siapa bilang? Vino adalah anak kandung, dari buah cinta ayah dan ibu, kok."

"Tapi ...."

"Sudahlah, Nak. Jangan dimasuki ke dalam hati, atas ucapan dan sikap ibumu itu. Mungkin, ibu capek dan banyak pikiran."

Vino pun tak bertanya lagi, meskipun di dalam hatinya, banyak sekali hal yang akan diutarakan dan ditanyakan kepada ayahnya. Tetapi, Vino juga tak sampai hati, bila sang ayah juga ikut bersedih atau banyak pikiran lagi.

Tetapi, setelah kejadian ayahnya dipukuli oleh orang-orang yang disuruh oleh ibunya, Vino merasa yakin, bahwa perempuan yang melhirkannya itu memang tak pernah menyayanginya.

Saat melihat sang ayah sudah tak berdaya akibat menerima siksaan yang bertubi-tubi di sekujur tubuhnya, Vino memberanikan diri merangkak keluar dari persembunyiannya.

Kemudian, dipeluknya kaki si ibu sambil terus memohon, agar sikaaan yang diterima ayahnya segera dihentikan.

"Ibu ... tolong hentikan. Jangan pukuli ayah lagi. Kasihan ayah, Bu."

"Heh! Kamu, bocah ingusan, jangan ikut campur, ya. Sana, lindungi ayahmu, kalau kau bisa."

Vino semakin berteriak histeris, ketika melihat ayahnya pingsan. Bocah kecil itu segera menghampiri ayahnya, dan memeluk sambil menangisi lelaki yang sangat menyayanginya itu.

Dewi pun tak tinggal diam, dia langsung menyuruh orang-orang suruhannya untuk melempar tubuh suami dan anaknya keluar rumah.

"Vino! Urus ayahmu itu, dan jangan pernah menginjakkan kaki di rumah ini lagi!" teriak Dewi dengan kedua tangan berkacak pinggang.

"Ayah ... Ayah, bangun, Yah!" Vino terus mengguncang tubuh si ayah.

Meskipun anak lelaki, tapi usianya masih sangat kecil. Air matanya terus mengalir di pipi, sambil terus berusaha membuat ayahnya tersadar dari pingsannya.

Keberanian Vino pun muncul, saat tak berhasil membangunkan ayahnya. Dia berteriak, sambil tangan kanan menunjuk ke arah ibunya.

"Ibu jahat! Apa salah ayah? Kenapa Ibu tega menyiksa ayah, Bu?"

"Tanyakan pada ayahmu sendiri nanti!" ketus Dewi, lalu dia menutup pintu rumahnya. Tak peduli lagi dengan keadaan suami dan anaknya yang dalam keadaan memprihatinkan.

Hari pun telah larut malam, sehingga tak banyak orang yang keluar rumah. Meski ada beberapa orang yang masih lalu lalang, tapi mereka tak berani menolong, karena, kekejaman Dewi serta anak buahnya sangat terkenal di kampung itu.

Bocah lelaki itu hanya bisa bersimpuh di dekat tubuh ayahnya, menunggu si ayah sampai siuman. Karena, dia sudah tak tahu lagi bagaimana caranya, untuk menyadarkannya.

Sesekali, dia memohon bantuan kepada seseorang yang lewat, tetapi orang-orang itu malah memepercepat langkah mereka.

"Ayah ... cepatlah bangun, Yah. Aku takut ...." rintih Vino, sambil membelai pipi ayahnya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status