Perlahan, Louva membuka kedua kelopak matanya yang terasa berat. Ia meringis ketika merasakan sekujur tubuhnya yang terasa seperti habis digilas tronton, dan lehernya yang teramat nyeri ketika ia mencoba menelan saliva agar sedikit mengurangi rasa kering di tenggorokannya.Tunggu dulu. Kenapa rasanya ada yang aneh di sini ya?Louva pun mengedip pelan ketika pada akhirnya ia menyadari sesuatu. Sesuatu tentang ingatannya yang terakhir... saat si sundel bolong yang mengaku bernama Dahlia itu... mencekiknya.Louva mengira momen itu adalah akhir hayatnya di dunia, tapi ternyata dia masih hidup!Louva melarikan netranya kesana kemari untuk lebih meyakinkan dirinya bahwa ia memang masih berada di dunia nyata, bukanlah fana. Dan beberapa saat kemudian gadis itu pun menghembuskan napas lega.Ia sedang terbaring di atas brankar, dengan infus yang menancap di tangan kirinya. Saat ini ia sedang berada di kamar rawat VIP yang sepertinya sudah dirapikan, karena beberapa s
Netra hijau Louva tak berkedip mendengar cerita tentang masa lalu Dahlia, si sundel bolong yang merasuki dirinya dan juga yang mengganggu Pak Elang. Naas sekali nasib perempuan itu. Selama beberapa saat, Louva merasakan duka yang cukup dalam memberatkan dadanya. Duka yang seringkali ia rasakan sebagai manusia indigo yang bukan hanya bisa berkomunikasi dengan makhluk astral, namun juga bisa merasakan rasa sakit dan ketakutan yang amat sangat di saat-saat terakhir kehidupan mereka. Jiwa seorang indigo terhubung dan dapat menyentuh ruang hampa di dalam eksistensi tak kasat mata, sehingga tanpa Louva sadari, sebutir cairan bening telah luruh dari manik hijaunya. Gadis itu tersentak ketika merasakan sebuah jemari kuat telah mendahului untuk menghapus air matanya. Kesiap pun pelan lolos dari bibirnya saat pandangannya bersirobok dengan netra pekat Elang yang menyorotnya teduh."Kamu bisa merasakannya, ya?" Louva mengerjap pelan. Mind-reader ini pasti sedang me
Setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, akhirnya hari ini Louva bisa kembali bekerja.Tangan kirinya masih diperban karena lukanya masih belum sembuh total, namun sudah tidak terlalu sakit lagi bila digerakkan untuk beraktivitas.Ia disambut oleh Widya, Lissy dan Robert yang sengaja menunggunya untuk memberikan surprise selamat datang di depan ruangannya. Louva benar-benar terharu ketika menerima sebuah buket bunga mawar merah muda dari Robert dan sekeranjang camilan manis yang diberikan Widya kepadanya. "Ini dari kami bertiga," ungkap riang gadis manis bertubuh mungil itu sambil menyodorkan keranjangnya. "Terima kasih," balas Louva sambil tersenyum manis. Meskipun masih sangat baru di perusahaan, tapi ia merasa beryukur karena sudah memiliki beberapa teman yang sangat baik kepadanya."Eh iya, ada satu lagi nih," tiba-tiba Lissy berucap dengan merogoh kantung kemeja lengan pendeknya yang ujungnya dimasukkan ke dalam rok sepan ketat sepuluh senti di atas
"Sebenarnya apa yang mereka inginkan?" Tanya Elang dengan nada frustasi. Louva tidak langsung menjawab. Gadis itu seperti sedang melamun, namun beberapa detik kemudian ia pun berkata, "mereka ingin menjaga Bapak dari wanita indigo seperti saya.""Menjaga saya dari wanita indigo seperti kamu?" Ulang Elang tak mengerti."Seorang indigo memiliki gelombang aura bersinar yang hanya dapat dilihat oleh makhluk astral atau ghaib. Dan aura itu membuat mereka tertarik untuk melihat serta mendekat. Itu sebabnya saya nggak mau punya teman dekat, Pak. Karena semua yang dekat dengan saya akan ikut diganggu oleh mereka," terang Louva panjang lebar."Yang sekarang berada di samping Pak Elang itu bermaksud baik sih, sebenarnya. Mereka hanya mau melindungi Bapak dan nggak mau Pak Elang jadi sasaran makhluk yang kadang-kadang ada yang sifatnya agresif."Elang mengerutkan keningnya selama beberapa saat, mencerna semua informasi yang sangat asing bahi dunianya yang dipenuhi logika.Ya, dan semua logika i
"Tiwiii, please!! Aku mau tidur!!" Louva pun meringis kesal karena Tiwi, panggilan sayang pada kuntilanak dengan mata hitamnya yang menyorot sebesar tatakan gelas dan rambut kusutnya yang menjuntai sampai mata kaki itu, selalu saja mengganggunya ketika jarum jam menunjukkan pukul tiga dini hari.Tangisannya yang melengking seperti jeritan histeris membuat telinga Louva berdenging sejak tadi. Kuntilanak itu minta dipeluk oleh Louva.Tiwi sedang patah hati karena pacarnya yang masih hidup dan bernama Robert akan segera menikah. Tiwi sendiri meninggal karena kecelakaan setahun yang lalu. Motornya dilindas truk yang remnya blong, membuat Tiwi menghembuskan nafas terakhirnya sebelum datangnya pertolongan."Besok aku ada interview. Aku harus fit dan segar. Kali ini saja, pergilah ke kuburan di pertigaan dulu ya... minta peluk aja sama si Popo," bujuk Louva. Popo adalah pocong yang naksir berat sama Tiwi, sayangnya hubungan mereka tidak lebih dari friendz
*Selamat membaca*---"Apa? Dengan CEO?" Widya berseru tertahan. "Bukannya kemarin infonya hanya wawancara akhir dengan HRD kan?" bisiknya pada Louva dan Lissy.Entah kenapa Louva sudah mengira akan ada element of surprise seperti ini. Meskipun ia sedikit gugup karena pimpinan tertinggi perusahaan yang akan mewawancarainya, namun Louva juga bersyukur dapat bertemu secara langsung dengan atasan yang akan bekerja dengannya, itu pun kalau dia bisa lolos hingga tahap akhir.Beberapa orang terlihat memasuki ruang meeting VIP dengan langkah yang tegas, dan Robert terlihat membungkukkan badannya dengan hormat kepada seorang lelaki yang berjalan paling depan.Louva pun mulai menghitung dalam hati.Satu, dua, tiga... empat?Wait.Jangan bilang kalau orang keempat yang mengikuti mereka adalah... hantu.Louva menahan napas dan menggigit bibirnya."Selamat pagi, perkenalkan nama saya Elang Putra Abimanyu," suara tegas dan pen
*Selamat Membaca*---"Eh, Louva. Mau tahu rahasia, nggak?" bisiknya pelan sambil mendekatkan wajahnya. "Yang lolos jadi sekretaris CEO itu kamu, lho. Selamat, ya!"Louva menatap Robert dengan tatapan datar. "Benarkah? Saya yang lolos?" tanyanya tidak percaya. Bukannya apa-apa, masalahnya saat tes wawancara tadi Louva merasa kalah telak dibandingkan dengan Lissy dan Widya saat menjawab pertanyaan soal metode pengarsipan dokumen.Louva menjawab berdasarkan apa yang pernah ia pelajari, sementara Lissy dan Widya berdasarkan pengalaman, dan jawaban mereka memang lebih realistis.Robert berdecak melihat Louva yang terlihat tidak antusias mendengar kabar darinya, bahkan wajah gadis itu terlihat lempeng seperti landasan pesawat."Ya benarlah! Masa iya saya bohong?" tukas Robert sambil menaikkan satu alisnya."Oh."Sekarang Robert malah menaikkan kedua alisnya dan tertawa pelan melihat wajah gadis itu yang masih saja irit ekspresi. "Ya
*Selamat Membaca*---Louva sedikit tenang karena hari ini sepertinya ia bebas dari gangguan Tiwi dan Si Pucat. Hm... kayaknya ia harus mencari nama untuk hantu menyebalkan yang suka mengikuti Pak Elang itu deh. Kira-kira apa nama yang cocok ya?.Ia teringat jemari kurus wanita itu dan kuku tajamnya yang mencakar-cakar kaki Louva dan bergerak seperti ular kecil, lalu seketika ia pun tahu apa nama yang cocok.Medusa. Haha. Ya, cocok banget. Sifatnya juga antagonis sesuai nama kan?Mudah-mudahan saja si Medusa hari ini tidak muncul, akan sangat sulit menghadapinya karena Louva akan meninjau lokasi hotel bersama Pak Elang. Nggak lucu kan kalau Louva berantem cakar-cakaran dengan Medusa di depan bosnya. Bisa-bisa Louva dikira sakit jiwa.Louva sudah membatalkan pertemuan bosnya dengan Jordan Company hari ini, dan menjadwalkan ulang esok pagi. Syukurlah ada Pak Robert yang sering membantunya dalam hal pekerjaan dan juga nasihat berpakaian. Ia ben