*Selamat Membaca*
---
"Eh, Louva. Mau tahu rahasia, nggak?" bisiknya pelan sambil mendekatkan wajahnya. "Yang lolos jadi sekretaris CEO itu kamu, lho. Selamat, ya!"
Louva menatap Robert dengan tatapan datar. "Benarkah? Saya yang lolos?" tanyanya tidak percaya. Bukannya apa-apa, masalahnya saat tes wawancara tadi Louva merasa kalah telak dibandingkan dengan Lissy dan Widya saat menjawab pertanyaan soal metode pengarsipan dokumen.
Louva menjawab berdasarkan apa yang pernah ia pelajari, sementara Lissy dan Widya berdasarkan pengalaman, dan jawaban mereka memang lebih realistis.
Robert berdecak melihat Louva yang terlihat tidak antusias mendengar kabar darinya, bahkan wajah gadis itu terlihat lempeng seperti landasan pesawat.
"Ya benarlah! Masa iya saya bohong?" tukas Robert sambil menaikkan satu alisnya.
"Oh."
Sekarang Robert malah menaikkan kedua alisnya dan tertawa pelan melihat wajah gadis itu yang masih saja irit ekspresi. "Ya sudah," ucapnya sambil menepuk pelan pundak Louva. "Saya cuma mau membocorkan rahasia penting yang saya kira akan membuat kamu gembira. Saya balik dulu, ya."
"Uhm... Pak Robert," panggil Louva saat Robert hendak melangkah pergi.
"Ya?"
"Terima kasih."
Robert masih terdiam, mengira gadis itu akan mengucapkan kalimat yang lain lagi selain dua kata sebelumnya itu. Tapi karena tak ada lagi yang terucap dari bibir merah tanpa pulasan lipstik itu, Robert pun tersenyum lebar.
"Bagaimana bisa gadis secantik ini memiliki raut yang benar-benar datar?" batinnya bertanya sambil tertawa dalam hati.
"Ya, sama-sama," sahut Robert akhirnya. "Jangan lupa traktir pas gaji pertamamu, ya."
Ha? Traktir? Apa iya mereka sedekat itu untuk bisa saling mentraktir?
Meskipun enggan, tapi Louva hanya mengangguk. Benar juga sih. Jika memang dia yang lolos menjadi sekretaris CEO, pasti mereka akan sering bertemu karena bekerja untuk bos yang sama. Robert kan Personal Asisstant-nya Pak Elang.
Sepeninggal Robert, Louva langsung masuk ke dalam toilet untuk mencuci tangan. Tiba-tiba ponselnya berdenting tanda ada pesan masuk. Setelah mengeringkan tangan di blower, ia pun meraih benda itu dari saku celana highwaist coklat nude yang membalut pas kaki jenjangnya.
---
From : 081176xxxx
Selamat Nona Louva Maynara! Anda diterima sebagai Sekretaris CEO. Kami harap Anda segera menemui bagian HRD untuk info lebih lanjut dan kepengurusan dokumen yang diperlukan. Terima kasih.
-HRD Staff----
Ternyata benar perkataan Robert tadi. Syukurlah. Louva benar-benar lega sekarang setelah dirinya yang mendapatkan informasi dari HRD.
Louva langsung menelepon mamanya dan mengabarkan berita gembira ini, masih dengan suaranya yang datar dan biasa.
"Syukurlah Sayang, mama senang sekali mendengarnya!" seru Kanalia, mamanya. "Tiap minggu saat kamu libur, pulanglah ke Bogor ya. Mama kangen sama kamu, Sayang."
Louva tinggal di kos-kosan khusus pekerja selama tinggal di Jakarta. Meskipun kamarnya tidak terlalu besar, namun cukup nyaman baginya. Dengan kamar mandi dalam dan sudut kecil untuk memasak, Louva sudah cukup puas dengan tempat tinggalnya. Kamarnya juga sudah dilengkapi dengan AC sehingga ia bisa tenang beristirahat.
Louva bukanlah dari keluarga kaya, terutama setelah papanya meninggal lima tahun yang lalu. Mamanya, Kanalia, terpaksa mengambil alih peran kepala keluarga dan mencari nafkah dengan menjual makanan katering.
Louva adalah anak tunggal, dan merasa sangat kesepian ketika papa meninggal dan mama sibuk mencari uang untuk menghidupi mereka. Untunglah ia memiliki teman-teman tak kasat mata yang selalu menemaninya saat itu, walaupun tak semua dari mereka berperangai baik. Tapi ya apa boleh buat, karena teman manusianya tak ada yang mau dekat-dekat dengan Louva.
"Lou, kamu sudah makan?"
Pertanyaan mamanya menyadarkan Louva dari lamunannya tentang masa lalu. "Sudah ma, baru saja Louva makan."
"Bagus. Jangan suka telat makan ya, nanti maag kamu kumat."
"Iya ma. Ma, Louva tutup dulu ya? Mau lapor ke bagian HRD buat urus dokumen dulu," ucap Louva.
"Iya sayang. Sekali lagi selamat ya. Jaga diri kamu baik-baik di sana."
Setelah mengucapkan salam perpisahan, Louva pun menutup telepon sambil menghembuskan napas lega. Menelepon mama membuat perasaannya jauh lebih tenang.
Dan sekarang ia harus menghadapi Widya dan Lissy. Mudah-mudahan saja mereka tidak terlalu kecewa karena Louva yang diterima sebagai sekretaris CEO.
Ternyata mereka bertiga telah diterima di Abimanyu Group! Kalau Louva sebagai Sekretaris CEO, Widya sebagai Sekretaris Chief General Affair dan Lissy sebagai Sekretaris Chief of Finance.
"Kita harus rayakan, nih," ucap Widya bersemangat. Mereka telah menyelesaikan pengisian berkas-berkas dokumen di HRD dan sudah dibolehkan untuk pulang. "Besok kan sudah mulai bekerja, gimana kalau sekarang kita karaoke?" usul Widya sambil menatap Louva dan Lissy dengan mata berbinar.
Lissy berseru senang sambil bertepuk tangan, sementara Louva hanya mengangguk sambil tersenyum samar.
***
Louva kembali terbangun jam tiga dini hari seperti biasa, setelah merasakan rambut kasar Tiwi di wajahnya. Rupanya si Kunti satu itu sedang melayang di atas tubuh Louva yang sedang berbaring di tempat tidur. Mata besarnya yang hitam menatap tajam dan rambutnya yang semata kaki terjatuh ke bawah, membuat beberapa helainya menimpa wajah dan pinggang Louva dan membuatnya kegelian.
Louva mendesah kesal dan menatap Tiwi yang masih diam melayang di atasnya. "Boleh nanya, nggak?" Louva pun membuka suara.
"Kamu kan bisa melayang seperti itu dengan melawan teori gravitasi, lalu kenapa rambutmu tidak bisa?" tukasnya kesal sambil melempar-lemparkan rambut kusut Tiwi ke samping tubuhnya. "Ganggu banget, tahu!"
Perlahan Tiwi pun turun dan berbaring di samping Louva, namun kunti itu masih terdiam dan seperti melamun. Louva meliriknya, dan ia juga merasa heran si kunti rese dan manja ini tiba-tiba diam seribu bahasa.
Lagi badmood kali, batin Louva cuek. Baguslah, berarti dia bisa tenang dan nggak perlu memeluk Tiwi malam ini seperti kemarin. Nyusahin banget, apalagi rambutnya yang panjang itu sering membuatnya geli.
"Va, tolong bantu aku. Buatlah Robert membatalkan pernikahannya dengan perempuan itu." Tiwi pun bersuara dengan suaranya yang lirih dan tipis, seperti semilir angin dingin yang membuat bulu kuduk berdiri.
"Heh. Apaan sih, aneh banget permintaan kamu. Udah sini, aku peluk aja."
Tiwi menggeleng. "Kemarin seharian aku memutuskan untuk mengikuti perempuan calon istrinya Robert. Dan ternyata dia itu real bitch! Dia sudah tidur sama cowok lain, Va. Dia selingkuh!"
Louva nggak tahu apakah dia harus kaget karena mendengar seekor kunti yang bilang "real bitch" atau karena si Tiwi tumben-tumbenan ngomong lebih dari satu kalimat padanya.
Kalau soal ceweknya si Robert sih, Louva nggak peduli.
"Ya itu juga sudah bukan urusan kamu, kan? Biarkan saja," sahut Louva datar.
"Tolong aku, Va. Sekali ini saja. Bantu aku supaya Robert membatalkan pernikahannya! Kalau kamu mau bantu, aku nggak akan pernah lagi minta peluk!"
Hmm... menarik. Louva langsung bangun dan menatap Tiwi dengan penuh semangat. "Oke. Deal. Tapi... gimana cara supaya Robert membatalkan pernikahannya, ya?" Louva pun bingung.
Seulas senyum mengerikan terlukis di bibir Tiwi yang hancur. "Caranya? Gampang. Buat saja Robert mencintaimu."
***
Louva telah sampai di kantor Abimanyu Group lebih pagi dari kebanyakan karyawan. Maklumlah, anak baru. Lagipula, Louva ingin mempelajari dulu tempatnya bekerja sebelum jam kantor dimulai.
Sebagai anak indigo, ia terbiasa melihat penghuni tak kasat mata di suatu tempat di manapun, begitu pula di sini. Ada banyak sekali makhluk astral yang menghuni gedung Abimanyu Group, namun sejauh ini tidak terlalu mengganggu.
Louva begitu larut mempelajari dokumen-dokumen dan sistem pengarsipan, sehingga tanpa ia sadari bahwa dari tadi Elang Putra Abimanyu, bosnya telah berdiri di depan mejanya bersama Robert.
Elang mendehem pelan, membuat Louva mengangkat wajahnya dari dokumen tebal yang ia baca.
"Eh, Pak Elang?" Louva segera menutup dokumen itu dan berdiri dari kursinya. "Maaf, saya tidak mendengar Anda tadi. Selamat pagi, Pak." Louva membungkuk dengan hormat.
Seulas senyum tipis terukir di bibir Elang. Ia sepertinya menyukai sikap Louva yang terlihat tenang dan tidak mudah terintimidasi dengan bos yang menatapnya tajam.
"Pagi juga, Louva," balas Elang sambil memperhatikan penampilan Louva dengan detail. Kemudian dia pun menghembuskan napas pelan. "Tolong jangan berpenampilan terlalu seksi di sini. Tempat ini untuk bekerja," tegur Elang sambil berjalan menuju ruangannnya.
Seksi??
Louva pun otomatis menunduk, menatap baju kemeja krem polos dan pencil skirt hitam di atas lutut yang ia kenakan. Seksi dimananya?? Bajunya sangat sederhana begini... Bahkan heelsnya saja tidak lebih dari lima senti.
Ketika tangan Elang menyentuh handle pintu ruang kerjanya, ia pun kembali menatap Louva. "Dan tolong sanggul rambutmu ke atas. Aku ingin sekretarisku berpenampilan resmi dan rapi. Ingat itu," ucapnya sebelum menghilang ke dalam ruangannya bersama Robert, meninggalkan Louva yang bengong.
"Baik, Pak." Meskipun Pak Elang tidak mendengarnya, namun Louva tetap menyahut. Aduh. Hari pertama sudah mendapat teguran!
Sambil menghela napas, ia pun mematut diri di depan kaca kecil di atas meja kerjanya, dan mulai menyanggul rapi rambutnya ala pramugari seperti yang pernah diajarkan oleh Dita, sepupunya yang juga pramugari dari salah satu maskapai nasional.
Done.
Louva menatap puas pada bayangannya sendiri di cermin, dan sangat bersyukur bahwa Dita pernah mengajarinya menyanggul rambut.
Robert keluar dari ruangan CEO sambil menatap Louva takjub. Siulan pelan pun keluar dari mulutnya, disertai dengan tatapan jahil. "Ciyee... yang dibilang seksi sama CEO!" godanya sambil tertawa.
"Pak Robert!" Louva memanggilnya dengan nada putus asa. "Saya harus bagaimana dengan baju saya? Apa menurut Pak Robert pakaian saya tidak pantas?"
"Hm... coba kamu berdiri."
Louva pun segera berdiri dari kursinya, membuat Robert tersenyum dalam hati. "Gadis yang penurut," batinnya.
"Berjalanlah ke sini."
Louva bergerak mengitari mejanya, dan berjalan perlahan mendekati Robert dengan tatapan datar seperti biasa, namun anehnya malah menimbulkan desir aneh di dada lelaki itu.
"Apa ini? Kenapa aku yang malah berdebar??" Robert pun mengumpat dalam hati. Mungkin karena gadis ini terlalu cantik. Lihat saja mata hijaunya yang berkilau itu!
Robert mendehem pelan saat Louva berhenti dua langkah di depannya. "Berputarlah."
Louva pun berputar pelan mengikuti perintahnya.
Wow. Gadis ini bukan cuma cantik, tapi bentuk tubuhnya pun luar biasa. Meskipun yang ia kenakan hanyalah baju kerja biasa, namun tak dapat menyembunyikan lekukan-lekukan lembut dan seksi di tubuhnya. Pantas saja tadi Pak Elang berkata begitu!
"Lain kali pakailah blazer," saran Robert pada Louva. "Dan jangan gunakan pencil skirt. Lebih baik pakai long pants atau midi skirt."
Louva mengangguk. "Baik, Pak Robert. Terima kasih atas masukannya," cetusnya sambil tersenyum.
Robert mengangguk dan cepat-cepat berlalu dari situ sebelum ia mempermalukan diri sendiri karena tangannya mulai berkeringat saat berdekatan dengan Louva.
Lalu dengan membawa serta jadwal kegiatan hari ini, Louva pun berjalan menuju ke arah pintu ruang CEO, lalu mengetuknya pelan. Ia segera masuk setelah terdengar suara tegas yang menyuruhnya masuk.
Louva melihat Elang sedang duduk di kursi kerjanya. Keningnya berkerut menatap laporan keuangan yang tadi ditaruh Louva di mejanya.
"Louva, tolong panggilkan Devan ke sini," perintah Elang tanpa melepas tatapannya dari laporan keuangan. "Sampaikan juga untuk membawa neraca keuangan dua tahun terakhir."
"Baik, pak," sahut Louva. Devan, ya? Louva berusaha mengingat-ingat bagan organisasi yang tadi ia hapalkan. Ah ya... dia adalah Chief of Finance.
"Satu lagi, tolong cancel pertemuanku hari ini dengan pimpinan dari Jordan Company dan jadwalkan esok hari. Aku harus meninjau Hotel di Bogor. Bersiaplah, Louva. Kamu juga ikut denganku dan Robert ke sana," Elang mengangkat wajahnya dan menatap Louva.
Namun tiba-tiba saja lelaki itu membelalakkan matanya. "Buka sanggulmu," perintahnya tiba-tiba. "Sekarang."
"Uhm?" Louva pun jadi bingung. "Tapi... tadi kan Anda bilang...."
Elang membuang pandangannya kembali ke dokumen di mejanya. "Tadi itu salahku, lepaskan sanggulmu dan keluarlah."
"Baik pak. Kalau begitu saya permisi." Louva pun berlalu keluar.
Ufffhhh... sebenarnya apa sih maunya Pak CEO ini? Tadi menyuruh rambutku disanggul, terus sekarang malah nyuruh dibuka!
Louva terus saja memaki-maki bosnya yang labil itu dalam hati sambil melepaskan jepitan-jepitan kecil yang menahan sanggulnya.
*BERSAMBUNG.
*Selamat Membaca*---Louva sedikit tenang karena hari ini sepertinya ia bebas dari gangguan Tiwi dan Si Pucat. Hm... kayaknya ia harus mencari nama untuk hantu menyebalkan yang suka mengikuti Pak Elang itu deh. Kira-kira apa nama yang cocok ya?.Ia teringat jemari kurus wanita itu dan kuku tajamnya yang mencakar-cakar kaki Louva dan bergerak seperti ular kecil, lalu seketika ia pun tahu apa nama yang cocok.Medusa. Haha. Ya, cocok banget. Sifatnya juga antagonis sesuai nama kan?Mudah-mudahan saja si Medusa hari ini tidak muncul, akan sangat sulit menghadapinya karena Louva akan meninjau lokasi hotel bersama Pak Elang. Nggak lucu kan kalau Louva berantem cakar-cakaran dengan Medusa di depan bosnya. Bisa-bisa Louva dikira sakit jiwa.Louva sudah membatalkan pertemuan bosnya dengan Jordan Company hari ini, dan menjadwalkan ulang esok pagi. Syukurlah ada Pak Robert yang sering membantunya dalam hal pekerjaan dan juga nasihat berpakaian. Ia ben
"Louva, bangun!"Saat kedua kelopak mata itu perlahan terbuka, Robert pun termangu untuk beberapa saat. Lelaki itu baru menyadari kalau warna bola mata Louva tidak benar-benar hijau, tapi ada sedikit gurat kecoklatan di dalamnya, dengan bintik-bintik kecil hitam yang tersebar di bagian irisnya. Unik dan... cantik sekali."Loh? Pak Robert? Pak Elang kemana?" Tanya Louva kaget, ketika melihat kursi penumpang di sebelahnya telah kosong. Mesin mobil belum dimatikan, namun driver yang bernama Pak Lintang juga sudah tidak ada. Hanya Robert dan Louva yang masih tertinggal di mobil, dengan posisi Robert yang jongkok di depan pintu dimana Louva berada.Robert tersenyum lucu melihat Louva yang seperti masih linglung karena baru bangun tidur. "Pak Elang udah duluan turun ke proyek dengan dikawal Lintang. Kamu tuh ya! Bisa-bisanya ketiduran di hari pertama kerja!" Cetus Robert sembari menggeleng-gelengkan kepalanya heran. Louva pun gelagapan, dan buru-buru
"Pak Elang! Awaass!!" Tanpa mempedulikan keselamatannya sendiri, Louva berteriak dan refleks mendorong tubuh Elang agar kayu besar yang menukik tajam dari lantai sepuluh itu tidak menghantam tubuh bosnya itu. BRAAAKKK!!! Kayu itu pun jatuh menabrak tanah.Entah apa yang akan terjadi jika sampai Elang tak menghindar, yang pasti akan mengakibatkan luka yang cukup berat bahkan tidak menutup kemungkinan sangat fatal.Kejadian itu terjadi dengan begitu cepat, bahkan Louva pun tak sempat berkedip ketika menyadari bahwa Pak Elang telah jatuh tersungkur di atas tanah berdebu penuh kerikil--namun untungnya saja dia selamat. Syukurlah..."LOUVA!!" Teriak Elang panik ketika melihat sekretarisnya itu terbaring bersimbah darah. Kedua mata hijaunya yang aneh itu pun menutup dengan napas yang sangat pelan.Tanpa ragu, Elang pun segera menggendong tubuh lemah tak berdaya Louva dan menyuruh Pak Lintang drivernya untuk segera ke mobil."Robert, selidiki kecelakaan ini! Tak
Bosan sekali.Sudah satu jam terakhir sejak Pak Elang pamit meninggalkannya untuk mengurus pekerjaan, dan yang bisa Louva lakukan hanyalah menonton televisi sambil berselancar di dunia maya lewat ponsel untuk membunuh waktu.Gadis itu pun menghela napas pelan, lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar VIP ini. Tumben nggak ada satu pun makhluk astral yang biasanya suka iseng mengganggu ketenangannya. Kemana si Tiwi? Si Popo?Dan... ah ya, Louva baru teringat sesuatu yang aneh. Biasanya saat dia makan, pasti duo tuyul Upin Ipin datang buat minta jatah. Tapi anehnya saat tadi ia makan siang dengan disuapi Pak Elang, mereka tak tampak sama sekali.Kenapa ya?Bukan, Louva bukan kangen. Malah bersyukur aja sih, akhirnya bisa makan dengan tenang tanpa ditungguin duet botak dengan matanya yang setajam sinar laser itu tiap kali menatap makanan Louva.Tapi ya gitu. Rasanya aneh saja.Hemm... daripada bosan, apa sebaikn
Louva melongo dengan mulutnya yang terbuka lebar, selebar mata hijau emerald-nya yang juga membelalak sempurna.Tadi... Pak Elang bilang apa???Dia bilang kalau dia bisa mendengar semua yang Louva pikirkan??!Tiba-tiba terdengar suara kekehan geli dari orang yang tak disangka. Ya, yang tertawa barusan itu adalah Pak Elang. Dan rasanya Louva juga baru sekali ini melihatnya tertawa geli seperti itu..."Becandaaa!! Kamu serius banget, sih?!" Ungkap si bos rese itu kemudian dalam cengirannya. "Saya nggak sengaja beli es krim merk itu, yang rupanya sesuai dengan selera kamu!"Manik bening Louva otomatis mengerjap-kerjap. "Ja-jadi, Pak Elang cuma bercanda?!" Tanyanya meminta kepastian.Sumpah!!! Tadi itu rasanya jantung Louva mau copot!!Saat mengatakan kalimat yang membuat Louva terkesiap, raut Pak Elang tidak seperti orang yang sedang main-main. Netra pekatnya menyorot tajam, wajahnya datar, dan suaranya tegas. Gimana bi
Elang terkesima ketika membuka pintu ruangan Louva, dan melihat hal yang tidak ia pernah kira akan ia saksikan satu kali pun dalam hidupnya.Louva sedang berada di atas tempat tidur dengan posisi kaki yang normal di atas ranjang, namun dengan posisi bahu yang tak normal, yakni miring 45 derajat!Layaknya seperti orang yang sedang menyenderkan bahunya di kursi malas, namun Louva tidak terlihat sedang bersandar pada apa pun.Wajahnya menengadah ke atas, dengan mata hijaunya yang membelalak dan mulut yang terbuka lebar. Kedua tangannya tergeletak layu di samping tubuhnya.Elang kembali terkesiap mendengar suara seperti orang yang tercekik dari mulutnya."LOUVA!!" Teriak Elang sambil menghambur ke arah ranjang dan memegang bahu gadis itu. Tak terpikirkan olehnya untuk memanggil dokter atau perawat jaga, yang ia pikirkan adalah bagaimana membuat Louva sadarkan diri dari situasi aneh yang tidak masuk di akal tersebut.Lebih mirip situa
Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir Louva saat Elang memberitahukan bahwa dirinya adalah seorang mind reader atau pembaca pikiran. Ulangi, Mind-Reader! Catet!! Ingin rasanya Louva tertawa sambil bertepuk tangan untuk candaan bosnya itu yang telah berhasil mengelabuinya hingga dua kali, jika saja kali ini Pak Elang tidak mengucapkannya dengan wajah yang sangat serius. "Pak Elang becanda, kan?" Timpal Louva, masih enggan untuk mengakui jika memang beberapa kali pikirannya seperti dapat dibaca dengan tepat oleh bosnya itu. Elang terdiam sejurus, kemudian ia menggeleng pelan. "Saya tidak bercanda." Gadis itu pun cengo selama beberapa saat, berusaha untuk menyelaraskan otak dan pikirannya saat ini. Menjadi indigo saja adalah sesuatu yang rasanya masih sulit untuk diterima akal sehat, lhaa ini malah bertambah lagi orang yang memiliki kemampuan yang aneh! "Kalau kamu nggak percaya, coba pikirkanlah sesuatu dan biark
Baru sekali ini Louva bisa tertidur di malam hari dengan nyenyak.SANGAT nyenyak.Tidak ada drama jam tiga pagi terbangun karena mendengarkan Tiwi si kuntilanak yang nangis dan mimta dipeluk. Tak ada Popo si pocong yang suka iseng melompati tubuhnya yang sedang berbaring, tak ada anak kecil dengan satu mata bolong yang suka bertanya dimana mainannya, dan lain-lain.Setelah bertahun-tahun, Louva terbangun di pagi hari itu dengan senyum puas terlukis di bibirnya yang sudah terlihat tidak terlalu pucat lagi.Dengan mata yang masih terpejam, senyum manis pun terlukis di wajahnya.Namun senyum itu seketika memudar, ketika telinganya menangkap sebuah suara gemericik air dari kamar mandi.Serta merta matanya pun terbuka lebar, menampakkan iris emerald yang menatap nanar pintu kamar mandi.'Eh, Pak Elang masih di sini??'Louva mengalihkan wajahnya ke jam dinding yang menunjukkan pukul delapan. Jam kerja di kantornya dimulai