*Selamat Membaca*
---
Louva sedikit tenang karena hari ini sepertinya ia bebas dari gangguan Tiwi dan Si Pucat. Hm... kayaknya ia harus mencari nama untuk hantu menyebalkan yang suka mengikuti Pak Elang itu deh. Kira-kira apa nama yang cocok ya?.
Ia teringat jemari kurus wanita itu dan kuku tajamnya yang mencakar-cakar kaki Louva dan bergerak seperti ular kecil, lalu seketika ia pun tahu apa nama yang cocok.
Medusa. Haha. Ya, cocok banget. Sifatnya juga antagonis sesuai nama kan?
Mudah-mudahan saja si Medusa hari ini tidak muncul, akan sangat sulit menghadapinya karena Louva akan meninjau lokasi hotel bersama Pak Elang. Nggak lucu kan kalau Louva berantem cakar-cakaran dengan Medusa di depan bosnya. Bisa-bisa Louva dikira sakit jiwa.
Louva sudah membatalkan pertemuan bosnya dengan Jordan Company hari ini, dan menjadwalkan ulang esok pagi. Syukurlah ada Pak Robert yang sering membantunya dalam hal pekerjaan dan juga nasihat berpakaian. Ia benar-benar berhutang pada lelaki itu.
Louva bertekad akan mentraktir Pak Robert ketika ia mendapatkan gaji pertama, seperti permintaan lelaki itu kemarin walaupun Pak Robert hanya bercanda.
Louva melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah jam 9 pagi. Dia akan mengingatkan kembali jadwal sidak Pak Elang ke hotel di Bogor.
Louva menggigit bibirnya. Apa nanti dia boleh minta ijin satu jam untuk mengunjungi mama? Mumpung dia ada di Bogor...
Tapi... tidak. Ini adalah hari pertama ia bekerja. Louva tidak enak jika sudah minta macam-macam sama bosnya. Sepertinya ia harus sabar menunggu weekend sajalah untuk pulang ke Bogor dan bertemu mama.
Biip... Biiip...
Telepon meja yang berada di sampingnya tiba-tiba berbunyi, dan Louva melirik sekilas display untuk mengetahui siapa yang menelepon.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak Elang?" tanya Louva, setelah ia melihat nomor bosnya di display telepon.
"Siapkan mobil dan hubungi Robert. Bersiaplah untuk berangkat ke Bogor dan bawa dokumen yang tadi saya e-mail," perintah Elang dari seberang telepon.
"Baik, pak."
Louva segera menghubungi driver Pak Elang yang bernama Lintang, lalu menghubungi Robert untuk menjemput Pak Elang di ruangannya.Segera, mereka bertiga keluar menuju lift VIP yang hanya diperuntukkan bagi CEO. Di dalam lift, Pak Elang terus bertanya pada Robert mengenai informasi Hotel Abimanyu cabang Bogor yang dijawab dengan lugas oleh Robert. Louva sampai terkagum-kagum mendengarnya.
"Lihat, Louva? Robert bisa menjawab semua pertanyaanku dengan baik. Belajarlah padanya. Kelak, aku akan bertanya padamu, dan aku tidak akan bisa mentolerir jawaban yang salah apalagi asal-asalan. Mengerti?" ucap Pak Elang sambil melirik Louva sekilas namun tajam.
"Saya mengerti, pak," sahut Louva. Ia melirik Robert yang tersenyum sambil mengedipkan mata padanya. Louva pun membalasnya dengan senyum kecil.
Saat pintu lift terbuka, Pak Elang keluar lebih dahulu, diikuti oleh Robert dan Louva yang berjalan di belakangnya. Louva sedikit kerepotan mengikuti langkah lebar dari kaki panjang Pak Elang, sehingga ia harus berlari-lari kecil agar tidak ketinggalan.
Louva kembali melirik Robert yang terlihat berjalan dengan santai. Huh. Pak Elang dan Robert sama-sama memiliki kaki yang panjang, dan tinggi tubuh yang hampir sama. Louva mengira-ngira mungkin tinggi mereka sekitar 193 cm, sedangkan dia hanya 167 cm. Pantas saja dia jadi terlihat seperti kura-kura yang mengejar kelinci.
Di lantai bawah, ia bertemu Lissy yang membawa beberapa dokumen tebal dan terlihat berjalan terburu-buru. Mereka saling menatap dan melemparkan senyum, sebelum Lissy menghilang ke arah lift.
Kemudian Louva pun segera menelepon Lintang--driver Pak Elang--untuk stand by di lobby.
Robert berjalan mendahului mereka menuju ke mobil, untuk membukakan pintu penumpang untuk Pak Elang, sementara Louva bingung ia harus duduk di mana.
Akhirnya ia memutuskan untuk berjalan ke pintu depan. Louva berpikir, pasti Pak Elang ingin berdiskusi dengan Robert di kursi belakang.
Namun saat kakinnya hendak melangkah menuju pintu depan, tiba-tiba saja Pak Elang memegang tangannya dan membuat langkah Louva terhenti.
"Mau kemana?" Pak Elang menatapnya dengan kening berkerut.
"Uhm... saya duduk di depan kan, Pak?" tanya Louva bingung.
Pak Elang pun kembali menyapukan pandangannya pada baju dan rok Louva sekilas. "Ck. Bajumu terlalu seksi, sebaiknya duduklah di belakang denganku agar aman." Lalu ia pun melepaskan tangannya dan berjalan masuk ke dalam mobil.
"Robert, kamu duduk di depan," perintahnya kepada Robert sebelum masuk ke dalam mobil.
"Baik, pak," sahut Robert sebelum menutup pintu mobil untuk bosnya.
Louva yang hanya bisa patuh pada perintah Pak Elang, masih bertanya-tanya dalam hati. Duduk di belakang biar aman? Memangnya kalau duduk di depan tidak aman? Dan kenapa sih, bosnya ini selalu mengatakan bajunya terlalu seksi?
Bahkan tadi Louva sempat membandingkan dirinya dengan Lissy, dan jelas-jelas baju Lissy jauh lebih seksi! Gadis itu mengenakan kemeja lengan pendek yang membalut tubuhnya ketat dengan bunga besar di pundaknya, dengan rok mini yang juga ketat.
Bagaimana mungkin Louva yang hanya mengenakan kemeja longgar dan pencil skirt selutut dibilang seksi??
Mungkin Pak Elang butuh kacamata. Kira-kira kapan ia berulang tahun, ya? Louva ingin sekali memberinya kacamata biar Pak Elang bisa melihat dengan jelas, pikirnya kesal.
Perjalanan ke Bogor dari Jakarta yang mereka tempuh diwarnai kemacetan seperti biasa. Louva menyandarkan kepalanya, setelah melirik sekilas pada Pak Elang yang masih sibuk mengetik di laptopnya.
Huufhh... lelah sekali. Semalam ia ngobrol dengan Tiwi tentang Robert. Tiwi ingin Louva membuat Robert menyukainya, dan meninggalkan calon istrinya yang ketahuan selingkuh itu. Cih. Ada-ada aja tuh kunti satu.
Dan tentu saja Louva menolak ide aneh itu dan membuat Tiwi menangis dengan suaranya yang melengking, ngotor-ngotorin telinga aja. Jadilah Louva semalaman mendengarkan tangisan Tiwi yang menyayat.
Tak terasa, Louva pun tertidur. Angin sejuk dari AC mobil dan deru pelan mobil mengantarnya menuju dunia mimpi dengan cepat.
Elang yang masih sibuk memeriksa laporan keuangan, baru menyadari kalau sekretarisnya telah tertidur saat menoleh ke arah Louva. "Nyenyak sekali," gumannya geli, saat melihat Louva menjatuhkan Ipad dari genggamannya ke atas kursi.
Tatapannya pun kembali ke wajah Louva yang damai, dan Elang tiba-tiba merasa lebih suka memperhatikan sekretarisnya yang sedang terlelap dari pada laptopnya.
Hmm... wajahnya terlihat jauh lebih polos dan rapuh saat tertidur seperti itu. Jika melihat ekspresi Louva saat tertidur, tidak akan pernah ada yang menyangka kalau gadis ini sangat datar dan dingin saat terjaga.
Elang mengambil ponselnya, dan diam-diam memfoto Louva dalam kondisi tidur. Saat melihat hasilnya, sebuah senyum tipis pun terukir di bibirnya.
Lucu sekali. Dia pasti malu jika aku tunjukkan foto ini nanti. Hah. Berani-beraninya dia tertidur saat hari pertama kerja!
Elang masih sibuk menertawai foto itu dalam hati, ketika tiba-tiba Robert bersuara.
"Apa Louva tertidur, pak?" tanyanya tak percaya. Ia sedang menoleh ke belakang dan menatap Louva dengan terkesima.
"Ssh..." Elang menaruh telunjuknya di bibir saat menatap Robert, dan terkejut sendiri kenapa ia melakukan itu. Kenapa ia malah peduli jika Louva terbangun? Bukankah seharusnya ia memang membangunkan sekretarisnya itu?
Robert pun terdiam dan mengangguk. Dengan cepat, ia membalikkan badannya dan kembali menatap jalanan yang dipenuhi kendaraan bermotor.
Elang pun mengutuk dirinya. Semoga saja Robert tidak berpikiran yang bukan-bukan karena tadi Elang menyuruhnya untuk diam.
*Bersambung
"Louva, bangun!"Saat kedua kelopak mata itu perlahan terbuka, Robert pun termangu untuk beberapa saat. Lelaki itu baru menyadari kalau warna bola mata Louva tidak benar-benar hijau, tapi ada sedikit gurat kecoklatan di dalamnya, dengan bintik-bintik kecil hitam yang tersebar di bagian irisnya. Unik dan... cantik sekali."Loh? Pak Robert? Pak Elang kemana?" Tanya Louva kaget, ketika melihat kursi penumpang di sebelahnya telah kosong. Mesin mobil belum dimatikan, namun driver yang bernama Pak Lintang juga sudah tidak ada. Hanya Robert dan Louva yang masih tertinggal di mobil, dengan posisi Robert yang jongkok di depan pintu dimana Louva berada.Robert tersenyum lucu melihat Louva yang seperti masih linglung karena baru bangun tidur. "Pak Elang udah duluan turun ke proyek dengan dikawal Lintang. Kamu tuh ya! Bisa-bisanya ketiduran di hari pertama kerja!" Cetus Robert sembari menggeleng-gelengkan kepalanya heran. Louva pun gelagapan, dan buru-buru
"Pak Elang! Awaass!!" Tanpa mempedulikan keselamatannya sendiri, Louva berteriak dan refleks mendorong tubuh Elang agar kayu besar yang menukik tajam dari lantai sepuluh itu tidak menghantam tubuh bosnya itu. BRAAAKKK!!! Kayu itu pun jatuh menabrak tanah.Entah apa yang akan terjadi jika sampai Elang tak menghindar, yang pasti akan mengakibatkan luka yang cukup berat bahkan tidak menutup kemungkinan sangat fatal.Kejadian itu terjadi dengan begitu cepat, bahkan Louva pun tak sempat berkedip ketika menyadari bahwa Pak Elang telah jatuh tersungkur di atas tanah berdebu penuh kerikil--namun untungnya saja dia selamat. Syukurlah..."LOUVA!!" Teriak Elang panik ketika melihat sekretarisnya itu terbaring bersimbah darah. Kedua mata hijaunya yang aneh itu pun menutup dengan napas yang sangat pelan.Tanpa ragu, Elang pun segera menggendong tubuh lemah tak berdaya Louva dan menyuruh Pak Lintang drivernya untuk segera ke mobil."Robert, selidiki kecelakaan ini! Tak
Bosan sekali.Sudah satu jam terakhir sejak Pak Elang pamit meninggalkannya untuk mengurus pekerjaan, dan yang bisa Louva lakukan hanyalah menonton televisi sambil berselancar di dunia maya lewat ponsel untuk membunuh waktu.Gadis itu pun menghela napas pelan, lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar VIP ini. Tumben nggak ada satu pun makhluk astral yang biasanya suka iseng mengganggu ketenangannya. Kemana si Tiwi? Si Popo?Dan... ah ya, Louva baru teringat sesuatu yang aneh. Biasanya saat dia makan, pasti duo tuyul Upin Ipin datang buat minta jatah. Tapi anehnya saat tadi ia makan siang dengan disuapi Pak Elang, mereka tak tampak sama sekali.Kenapa ya?Bukan, Louva bukan kangen. Malah bersyukur aja sih, akhirnya bisa makan dengan tenang tanpa ditungguin duet botak dengan matanya yang setajam sinar laser itu tiap kali menatap makanan Louva.Tapi ya gitu. Rasanya aneh saja.Hemm... daripada bosan, apa sebaikn
Louva melongo dengan mulutnya yang terbuka lebar, selebar mata hijau emerald-nya yang juga membelalak sempurna.Tadi... Pak Elang bilang apa???Dia bilang kalau dia bisa mendengar semua yang Louva pikirkan??!Tiba-tiba terdengar suara kekehan geli dari orang yang tak disangka. Ya, yang tertawa barusan itu adalah Pak Elang. Dan rasanya Louva juga baru sekali ini melihatnya tertawa geli seperti itu..."Becandaaa!! Kamu serius banget, sih?!" Ungkap si bos rese itu kemudian dalam cengirannya. "Saya nggak sengaja beli es krim merk itu, yang rupanya sesuai dengan selera kamu!"Manik bening Louva otomatis mengerjap-kerjap. "Ja-jadi, Pak Elang cuma bercanda?!" Tanyanya meminta kepastian.Sumpah!!! Tadi itu rasanya jantung Louva mau copot!!Saat mengatakan kalimat yang membuat Louva terkesiap, raut Pak Elang tidak seperti orang yang sedang main-main. Netra pekatnya menyorot tajam, wajahnya datar, dan suaranya tegas. Gimana bi
Elang terkesima ketika membuka pintu ruangan Louva, dan melihat hal yang tidak ia pernah kira akan ia saksikan satu kali pun dalam hidupnya.Louva sedang berada di atas tempat tidur dengan posisi kaki yang normal di atas ranjang, namun dengan posisi bahu yang tak normal, yakni miring 45 derajat!Layaknya seperti orang yang sedang menyenderkan bahunya di kursi malas, namun Louva tidak terlihat sedang bersandar pada apa pun.Wajahnya menengadah ke atas, dengan mata hijaunya yang membelalak dan mulut yang terbuka lebar. Kedua tangannya tergeletak layu di samping tubuhnya.Elang kembali terkesiap mendengar suara seperti orang yang tercekik dari mulutnya."LOUVA!!" Teriak Elang sambil menghambur ke arah ranjang dan memegang bahu gadis itu. Tak terpikirkan olehnya untuk memanggil dokter atau perawat jaga, yang ia pikirkan adalah bagaimana membuat Louva sadarkan diri dari situasi aneh yang tidak masuk di akal tersebut.Lebih mirip situa
Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir Louva saat Elang memberitahukan bahwa dirinya adalah seorang mind reader atau pembaca pikiran. Ulangi, Mind-Reader! Catet!! Ingin rasanya Louva tertawa sambil bertepuk tangan untuk candaan bosnya itu yang telah berhasil mengelabuinya hingga dua kali, jika saja kali ini Pak Elang tidak mengucapkannya dengan wajah yang sangat serius. "Pak Elang becanda, kan?" Timpal Louva, masih enggan untuk mengakui jika memang beberapa kali pikirannya seperti dapat dibaca dengan tepat oleh bosnya itu. Elang terdiam sejurus, kemudian ia menggeleng pelan. "Saya tidak bercanda." Gadis itu pun cengo selama beberapa saat, berusaha untuk menyelaraskan otak dan pikirannya saat ini. Menjadi indigo saja adalah sesuatu yang rasanya masih sulit untuk diterima akal sehat, lhaa ini malah bertambah lagi orang yang memiliki kemampuan yang aneh! "Kalau kamu nggak percaya, coba pikirkanlah sesuatu dan biark
Baru sekali ini Louva bisa tertidur di malam hari dengan nyenyak.SANGAT nyenyak.Tidak ada drama jam tiga pagi terbangun karena mendengarkan Tiwi si kuntilanak yang nangis dan mimta dipeluk. Tak ada Popo si pocong yang suka iseng melompati tubuhnya yang sedang berbaring, tak ada anak kecil dengan satu mata bolong yang suka bertanya dimana mainannya, dan lain-lain.Setelah bertahun-tahun, Louva terbangun di pagi hari itu dengan senyum puas terlukis di bibirnya yang sudah terlihat tidak terlalu pucat lagi.Dengan mata yang masih terpejam, senyum manis pun terlukis di wajahnya.Namun senyum itu seketika memudar, ketika telinganya menangkap sebuah suara gemericik air dari kamar mandi.Serta merta matanya pun terbuka lebar, menampakkan iris emerald yang menatap nanar pintu kamar mandi.'Eh, Pak Elang masih di sini??'Louva mengalihkan wajahnya ke jam dinding yang menunjukkan pukul delapan. Jam kerja di kantornya dimulai
"Selamat pagi! Sarapan untuk Nona Louva Maynara!" Suara cempreng dan riang khas ibu-ibu yang mengantarkan makanan itu, serta-merta membuat Elang yang sedang terbawa suasana intim dengan Louva pun sontak tersadar. Dengan cepat, ia melepaskan pagutan bibir mereka yang semakin panas dan liar. Wajah Louva yang merah karena gairah kini berada begitu dekat dengan wajahnya, membuat Elang tergoda ingin melanjutkan kembali apa yang baru saja ia hentikan.Aaahh!! Rasanya ia ingin sekali memukul kepalanya sendiri, karena tak mampu menolak rayuan maut sosok astral yang menjelma ke dalam tubuh sekretarisnya ini!Efek gairah panas itu pun masih terasa meledak-ledak di dalam dada Elang, juga seperti ada sesuatu yang menggelitik dan merayap di bawah kulitnya. Sambil menggeleng-gelengkan kepala seraya mengerjapkan mata, Elang berusaha mengusir gelora hasrat yang membuat kepalanya pusing karena menginginkan hal yang lebih intim dari sekedar bercumbu.Elang pun mencengk