Share

Surat Wasiat Sang Duke
Surat Wasiat Sang Duke
Penulis: Khorik Istiana

Rasa Canggung

Sebuah meja penuh dengan aneka makanan yang terlihat sangat lezat. Aroma makanan tersebut juga bisa membuat orang mengeluarkan air liur. Kalau saja orang biasa yang melihat penampakan meja tersebut pastilah langsung tergoda, tapi yang ada di depan meja tersebut adalah sebuah keluarga dadakan yang terbentuk karena luka dan duka. Keluarga yang sebenarnya terikat darah tapi juga terasing satu sama lain. Cukup ambigu memang, tapi itulah keadaannya.

Masing-masing masih saja diam. Sebenarnya ini bukan  pertama kalinya mereka makan satu meja bersama, tapi yang membedakannya adalah kini mereka hanya bertiga, mereka kehilangan 2 anggota lainnya penghuni meja. 2 orang yang tidak akan bisa hadir selamanya tersebut justru kunci dalam pemersatu setiap jamuan makan ketiganya. Kini yang tersisa adalah rasa mati kutu.

Seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan yang duduk berdampingan tampak lesu. Wajahnya menunduk ke bawah. Sorot matanya kosong. Sedangkan satunya adalah perempuan berusia 20 tahunan yang duduk ada di tengah meja sebagai pusat perhatian. Dia juga masih diam mencermati suasana tersebut.

Bahu mereka bertiga menegang. Suasana tersebut bisa pecah jika ada salah satu yang mau mengakhirinya dengan percakapan ringan.

Jeff, kepala pelayan yang berdiri di belakang meja makan masih memperhatikan mereka bertiga. Dia sendiri ikut menegang atas suasana yang Dia lihat di depan. Peluh keringat dingin rasanya terus membasahi dahinya. Ah... Rasanya Dia sudah tidak tahan lagi menghadapi ini semua. Saat mulutnya terbuka hendak mengatakan sesuatu...

"Huh...." Terdengar suara hembusan nafas seseorang. Nafas tersebut berat dan mengandung banyak beban seperti beban kehidupan.

Mata seorang Butler tersebut melotot. Asal suara tersebut berasal dari Lady Vania ah tidak sekarang Dia seorang Duchess, jadi Butler Jeff harus terbiasa memanggilnya Duchess Vania. Wajar bagi Vania untuk mengeluh, tapi Dia tidak pernah mengeluh sama sekali. Paling banter, Jeff hanya melihatnya menghela nafas berat berkali-kali atau mengerutkan kening sambil memegang dahi seperti orang yang kepusingan. 

"Baiklah anak-anak... Saya tahu kalian tidak begitu menyukaiku," kata Vania mengawali pembicaraan. Matanya melihat kedua anak yang sedang duduk bersama dengannya di meja makan ruang makan Kediaman Duke of Ansel.

"Kita juga tidak cukup akrab satu sama lain"

"Tapi, dengan terpaksa kita bertiga harus mengambangkan hubungan untuk jadi akrab satu sama lain"

"Jadi untuk kedepannya kita harus hidup rukun dan mendukung satu sama lain," kata Vena sambil tertawa dengan canggung.

'Sialan!' umpat Vania dalam hati. Dia yang sangat membenci anak-anak sekarang justru harus membesarkan 2 orang anak. Cita-citanya untuk melajang seumur hidup dengan bekerja di perpustakaan atau berladang dan hidup dengan tentram dan damai tanpa ada kedudukan seketika harus terhenti. Mimpinya itu sirna tak berbekas, meninggalkannya tanpa menyapanya. Mimpinya bahkan tidak pernah singgah ke kehidupannya. Kejam bagi Vania, tapi lebih kejam lagi kalau Vania harus lari dari tanggung jawabnya saat ini. Karena itu, Dia memilih untuk menghadapinya meskipun kesulitan setengah mati.

Setelah perkataannya tadi, dua keponakannya masih saja diam. Pangeran  Kinan menatap lurus ke depan dengan tatapan dingin, sedangkan Putri Kesha diam dengan cemberut.

Jeff yang ada di belakang mereka mulai menyeka keringat di dahinya dengan sapu tangan berwarna putih gading. Gerakan tangannya pasti, seolah tahu kalau bulir keringatnya itu sudah pasti tercipta dan akan menetes kalau tidak segera di lapnya.

"Nah, berhubung sekarang waktunya makan, bagaimana kalau kita makan terlebih dahulu, sebelum ikan tuna itu kembali hidup hahaha..." Ucapannya terdengar sangat garing dan tidak jelas. Jangankan Kinan dan Kesha, pajangan kepala rusa di dinding dekat meja makan saja rasanya ikut malu untuk ikut tertawa. Lelucon yang gagal dan menyedihkan.

Setelah ucapan tersebut, Kinan dan Kesha langsung memegang sendok dan garpu lalu mulai menyantap hidangan yang ada di depan mereka. Mereka makan dengan tertib. Tata krama yang bagus sesuai dengan etika bangsawan. Sepertinya, mereka berdua mendapatkan pendidikan dasar etiket dengan baik dan benar sejak dini. 

'Kesha. anak yang belum sampai usia 5 tahun saja sudah makan dengan benar?' gumam Vania kagum. 

Rupanya untuk makan saja harus dimulai dengan percakapan seperti menyuruh makan terlebih dahulu. Vania sebagai orang yang paling tua harus menyuruh mereka terlebih dahulu. Dia sekarang ada leadernya, jadi kedua anak tersebut hanya pasukannya yang harus Dia arahkan. 

Suasana makan di sana sangat hening meskipun terdengar denting  suara garpu dan sendok bertabrakan dengan piring. Selebihnya tidak ada percakapan sama sekali.

Mereka bertiga harus terbiasa makan bersama mulai sekarang, karena mereka bertiga adalah keluarga yang terikat dalam kebesaran nama Duke of Ansel. Rasa canggung dan keterasingan satu sama lain harus mereka hancurkan seiring berjalannya waktu.

Kalau kalian bertanya bagaimana mereka bisa berakhir bersama, ceritanya dimulai dari seminggu yang lalu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status