Sebuah meja penuh dengan aneka makanan yang terlihat sangat lezat. Aroma makanan tersebut juga bisa membuat orang mengeluarkan air liur. Kalau saja orang biasa yang melihat penampakan meja tersebut pastilah langsung tergoda, tapi yang ada di depan meja tersebut adalah sebuah keluarga dadakan yang terbentuk karena luka dan duka. Keluarga yang sebenarnya terikat darah tapi juga terasing satu sama lain. Cukup ambigu memang, tapi itulah keadaannya.
Masing-masing masih saja diam. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya mereka makan satu meja bersama, tapi yang membedakannya adalah kini mereka hanya bertiga, mereka kehilangan 2 anggota lainnya penghuni meja. 2 orang yang tidak akan bisa hadir selamanya tersebut justru kunci dalam pemersatu setiap jamuan makan ketiganya. Kini yang tersisa adalah rasa mati kutu.
Seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan yang duduk berdampingan tampak lesu. Wajahnya menunduk ke bawah. Sorot matanya kosong. Sedangkan satunya adalah perempuan berusia 20 tahunan yang duduk ada di tengah meja sebagai pusat perhatian. Dia juga masih diam mencermati suasana tersebut.
Bahu mereka bertiga menegang. Suasana tersebut bisa pecah jika ada salah satu yang mau mengakhirinya dengan percakapan ringan.
Jeff, kepala pelayan yang berdiri di belakang meja makan masih memperhatikan mereka bertiga. Dia sendiri ikut menegang atas suasana yang Dia lihat di depan. Peluh keringat dingin rasanya terus membasahi dahinya. Ah... Rasanya Dia sudah tidak tahan lagi menghadapi ini semua. Saat mulutnya terbuka hendak mengatakan sesuatu...
"Huh...." Terdengar suara hembusan nafas seseorang. Nafas tersebut berat dan mengandung banyak beban seperti beban kehidupan.
Mata seorang Butler tersebut melotot. Asal suara tersebut berasal dari Lady Vania ah tidak sekarang Dia seorang Duchess, jadi Butler Jeff harus terbiasa memanggilnya Duchess Vania. Wajar bagi Vania untuk mengeluh, tapi Dia tidak pernah mengeluh sama sekali. Paling banter, Jeff hanya melihatnya menghela nafas berat berkali-kali atau mengerutkan kening sambil memegang dahi seperti orang yang kepusingan.
"Baiklah anak-anak... Saya tahu kalian tidak begitu menyukaiku," kata Vania mengawali pembicaraan. Matanya melihat kedua anak yang sedang duduk bersama dengannya di meja makan ruang makan Kediaman Duke of Ansel.
"Kita juga tidak cukup akrab satu sama lain"
"Tapi, dengan terpaksa kita bertiga harus mengambangkan hubungan untuk jadi akrab satu sama lain"
"Jadi untuk kedepannya kita harus hidup rukun dan mendukung satu sama lain," kata Vena sambil tertawa dengan canggung.
'Sialan!' umpat Vania dalam hati. Dia yang sangat membenci anak-anak sekarang justru harus membesarkan 2 orang anak. Cita-citanya untuk melajang seumur hidup dengan bekerja di perpustakaan atau berladang dan hidup dengan tentram dan damai tanpa ada kedudukan seketika harus terhenti. Mimpinya itu sirna tak berbekas, meninggalkannya tanpa menyapanya. Mimpinya bahkan tidak pernah singgah ke kehidupannya. Kejam bagi Vania, tapi lebih kejam lagi kalau Vania harus lari dari tanggung jawabnya saat ini. Karena itu, Dia memilih untuk menghadapinya meskipun kesulitan setengah mati.
Setelah perkataannya tadi, dua keponakannya masih saja diam. Pangeran Kinan menatap lurus ke depan dengan tatapan dingin, sedangkan Putri Kesha diam dengan cemberut.
Jeff yang ada di belakang mereka mulai menyeka keringat di dahinya dengan sapu tangan berwarna putih gading. Gerakan tangannya pasti, seolah tahu kalau bulir keringatnya itu sudah pasti tercipta dan akan menetes kalau tidak segera di lapnya.
"Nah, berhubung sekarang waktunya makan, bagaimana kalau kita makan terlebih dahulu, sebelum ikan tuna itu kembali hidup hahaha..." Ucapannya terdengar sangat garing dan tidak jelas. Jangankan Kinan dan Kesha, pajangan kepala rusa di dinding dekat meja makan saja rasanya ikut malu untuk ikut tertawa. Lelucon yang gagal dan menyedihkan.
Setelah ucapan tersebut, Kinan dan Kesha langsung memegang sendok dan garpu lalu mulai menyantap hidangan yang ada di depan mereka. Mereka makan dengan tertib. Tata krama yang bagus sesuai dengan etika bangsawan. Sepertinya, mereka berdua mendapatkan pendidikan dasar etiket dengan baik dan benar sejak dini.
'Kesha. anak yang belum sampai usia 5 tahun saja sudah makan dengan benar?' gumam Vania kagum.
Rupanya untuk makan saja harus dimulai dengan percakapan seperti menyuruh makan terlebih dahulu. Vania sebagai orang yang paling tua harus menyuruh mereka terlebih dahulu. Dia sekarang ada leadernya, jadi kedua anak tersebut hanya pasukannya yang harus Dia arahkan.
Suasana makan di sana sangat hening meskipun terdengar denting suara garpu dan sendok bertabrakan dengan piring. Selebihnya tidak ada percakapan sama sekali.
Mereka bertiga harus terbiasa makan bersama mulai sekarang, karena mereka bertiga adalah keluarga yang terikat dalam kebesaran nama Duke of Ansel. Rasa canggung dan keterasingan satu sama lain harus mereka hancurkan seiring berjalannya waktu.
Kalau kalian bertanya bagaimana mereka bisa berakhir bersama, ceritanya dimulai dari seminggu yang lalu.
Keluar dari istana Loka memandang Vania. Dia sebenarnya cukup terkesima dengan pandangan Vania. Dia masih muda dan dipaksa dewasa. Dia belum pernah menikah tapi harus punya dua anak yang siap dia jaga. Loka yakin, Vania akan jadi wanita hebat. "Penyihir agung Loka... Saya amat sangat merasa berterima kasih atas segala bentuk bantuanya selama ini. Anda tahu bahwa kediaman Ansel dimasa mendatang akan selalu membantu menara sihir." Loka tersenyum, "Saya juga berterima kasih atas segala bentuk kesempatan dan kepercayaan yang diberikan. Senang bisa bekerja sama dengan kediaman Ansel." Erick Jamamiel juga sudah kembali ke akademi untuk mengajar dan tentu saja masih dengan eksperimentalnya. Sebagai Duchess Vania banyak bertemu dengan orang baru. Dia bisa melihat banyak perspektif tentang kehidupan secara luas. Dia melihat langit yang cerah. Ah ... rasa nya masa depan itu juga akan cerah bukan. Loka langsung berpamitan dan akan pergi ke menara sihir. Vania juga segera kembali ke ke
Kenapa keluarga Kerajaan dengan entengnya membuat kesimpulan seperti itu. Mereka meminta maaf pun tidak bisa mengembalikan kakak ipar dan kakaknya. "Ini karena keteledoran Ayah dan pengabaian. Kami sadar akan hal itu." Jehu menambahkan. Sejujurnya Vania mau marah, tapi tidak etis juga memarahi Meraka karena itu bukan salah mereka. "Sudahlah... yang penting sekarang malah sudah clear dan jelas. Itu bukan salah kalian sejujurnya." Kata Loka. Vania mendengarnya juga. Loka benar, tapi entah kenapa rasanya masih sakit. Dia kehilangan kakaknya dan mendapatkan surat wasiat yang memberatkan dirinya. Bukannya tidak mau untuk merawat kedua keponakannya. Tapi menjadi Duchess adalah hal lain yang tidak pernah dia pikirkan. "Ayah akan menebus dosanya dengan pergi ke kuil untuk mengabdi selama sisa hidupnya." Mereka semua cukup kaget, keputusan Raja itu tidak pernah mereka duga. "Secepatnya aku akan naik tahta untuk menggantikannya." Vania sebenarnya Tidak terima, dia ingin me
Sungguh tidak akan ada yang menyangka berita menghebohkan datang dari keluarga Istana. Raja mengumumkan secara resmi bahwa dia akan mundur dari jabatan. Tidak tahu apa yang pasti telah terjadi, tapi berita tersebut membuat semua orang gempar, bahkan pada bangsawan yang menduduki kursi dewan negara nasional. Sementara itu Elia dan Jehu masih menutupi kesalahan Ayahnya. Mereka kemudian hendak melakukan audiensi dengan pihak menara sihir dan keluarga Duke Ansel. *** Aneh sekali ada surat dari istana, dan sepertinya surat resmi. Vania membaca surat tersebut dengan serius. Karena ini surat penting tidak mungkin dia akan menolaknya. Tapi sebetulnya, dia sedang dalam kondisi mendesak. Ini terkait kondisi Kesha. Ritual tersebut belum di lakukan sehingga kondisinya menjadi lebih tidak memungkinkan dengan segala sesuatu yang terjadi. Bisa jadi lebih baik, atau sebaliknya. Pihak menara sudah berjanji bahwa malam ini adalah harinya. Pada malam hitungan tertentu, mana seseorang akan t
Raja merasa sangat gelisah sepanjang waktu. Dia tidak menyangka bahwa anaknya yang tidak berguna seperti Jehu itu bisa membuat gebrakan dengan mengungkapkan dalang kasus pembunuhan berantai di masyarakat. Bersama dengan Elia dia bisa bekerja sama. Lebih parah lagi ternyata kedok Marquis Sami bisa ketahuan. Ambisinya selama ini adalah menciptakan pasukan kuat dan akan ditakuti oleh kerajaan sekitar. Dia ingin melakukan ekspansi perluasan wilayah. Makanya dia mendukung Marquis Sami dan memberikan pendanaan untuk objek penelitian nya. Siapa sangka dia benar benar berhasil. Tapi ilmuan yang gila kadang kadang banyak mengorbankan banyak hal. Dan itu menjadi salah kaprah ketika Marquis menghalalkan segala cara. Raja akui dia salah telah mengabaikannya dulu. Kini setelah anak anaknya mengetahuinya dia malu karena sudah bertindak tidak adil pada banyak orang. Terlebih Marquis juga mengorbankan Duke Gama dan Menara sihir karena ingin menggali dirinya. "Apa yang harus aku lakukan?" Dia
Para pekerja dikembalikan ke mansion setelah semuanya selesai. Ksatria yang terluka juga diobati dengan segera. Semua master menara sihir bekerja tanpa beristirahat. Jehu dan Elia juga punya tugasnya sendiri. Untuk pertama kalinya mereka bekerja sama dengan kompak. Padahal mereka dulu selalu bermusuhan. Marquis Titan dijaga dengan ketat dibawah pengawasan menara sihir juga. Rumahnya digeledah dan ditemukan lorong rahasia bawah tanah. Rupanya dibawah sana masih banyak percobaannya. "Orang itu benar benar gila.""Dia berniat membuat pasukan monster.""Ini dibisa dikatakan pemberontakan."Mempunyai kavileri pasukan melebihi istana sama saja dengan upaya pemberontakan. Di jaman ini, semua bangsawan memiliki pasukan dengan jumlah terbatas dan Tidak boleh melebihi pasukan istana. Setelah mengacak mengacak tempat tersebut, Elia menemukan segel yang sangat familiar."Segel istana." Itu adalah segel milik Raja."Ayah?" Jehu penasaran.Benar, itu adalah segel milik raja bahwa Marquis meng
Elia tentu saja tahu tentang operasi jebakan tersebut. Dia akhirnya memberikan surat kepada Jehu, meskipun sepertinya akan datang terlambat. Pasukan kavaleri mereka datang terlambat. Ternyata suasana di istana Duke Ansel telah kacau balau. Banyak hewan hewan mati dengan darah berceceran. Beberapa ksatria juga terluka karena mereka monster monster tersebut. "Gila!" Kata Jehu kaget. Dia tidak tahu bahwa selama ini yang mereka hadapi adalah monster . "Tapi monster ini diciptakan oleh seseorang." Suara pedang berdesing. Teriakan teriakan para ksatria menggema. Pasukan Jehu juga segera bergabung. "Sepertinya Duchess dan beberapa tuan penyihir ada di dalam!" Jehu dan Elia berbagi peran. Elia bertugas mencari musuh utamanya, sedangkan Jehu berperan untuk mencari Duchess Vania dan yang lainnya. Ketika Arvel, Erick dan Vania kelelahan datanglah Jehu. "Ahh.. bantuan datang!" Kata Erick yang sudah kelelahan. Kesha sudah digendong oleh Vania."Kita harus pergi dari sini!""Bagaimana den