Share

Teman Lama, Ku Tunggu

Benarkah? Aku tidak apa-apa mas,” Angi langsung menjawab kekhawatiran Adhimas. 

 

Teman dekat yang sudah beberapa bulan tak menghubungi Angi.

 

Angi mulai berpikir apakah Adhimas mengetahui apa yang ia alami semalam. Karena ini bukan hal yang pertama kali terjadi pada Angi. Ketika ia dalam keadaan tersakiti sekalipun Adhimas mengetahuinya. 

 

”Mas, malam ini ada waktu ketemuan gak? Aku mau cerita sesuatu nih sama kamu,” berkata Angi dalam percakapan telepon.

”Oke, Ketemuan nanti malem ya. Sekalian makan malam. Lokasinya nanti aku kabarin,” respon Adhimas menjawab permintaan Angi.

 

Adhimas, teman Angi yang selalu ada dalam setiap langkahnya. Dimana pun Angi berada, Adhimas selalu berada tidak jauh dengannya. Bahkan, ke kota Jakarta sekalipun Adhimas tetap mengikuti Angi.

 

Sejak kecil, Angi dan Adhimas adalah teman dekat. Tapi suatu hari Adhimas pergi dari kampung halaman Angi. Tak ada kabar apapun tentang Adhimas. Suatu hari, adhimas mulai menghubungi Angi melalui aplikasi W******p dan dari situlah hubungan mereka mulai terjalin kembali.

 

Mereka mulai membahas hal - hal yang sederhana sampai hal yang lebih besar dan mendalam. 

 

*

 

Di Cafetaria. Pukul 20.00 WIB malam.

 

”Aku di bangku pojok paling belakang yaa,” chat Adhimas kepada Angi melalui pesan W******p nya.

 

Kemudian, notifikasi W******p muncul pada layar smartphone Angi. Ia yang masih dalam perjalanan menggunakan grab car sudah bersiap-siap.

 

Lima menit kemudian, Angi tiba di Cafetaria tempat mereka bertemu. Angi turun dari mobil tersebut dan langsung menuju kursi paling belakang. Terlihat Adhimas sudah menunggu kedatangan Angi.

 

“Hei, long time no see. Kamu gak kangen sama aku?” manja angi pada Adhimas yang tersenyum manis. 

 

Angi kemudian duduk berhadapan dengan Adhimas. Seperti layaknya sepasang kekasih mereka terlihat begitu mesra dan Angi pun tak ragu untuk menceritakan semua pengalaman yang ia alami kemarin malam. 

 

Angi mulai bercerita tentang interviewnya dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain. Kemudian, ia menceritakan pengalaman menyeramkannya dengan makhluk astral yang ia temui.

 

Sudah setengah jam asik mengobrol, tak lama datanglah seorang waitress yang mengantar pesanan makanan dan minuman. 

 

Seperti biasa hanya ada satu pesanan yaitu untuk Angi saja. Adhimas selalu tak mau diajak makan di tempat umum, ia lebih suka makan di tempat yang lebih privasi, tak banyak gangguan dan tenang. Berbeda dengan Angi yang suka berada di tengah keramaian.

 

“Menurutmu, aku harus bagaimana sekarang? Aku merasa takut jika malam ini makhluk itu datang lagi dan membawaku ke dimensinya,” berkata angi dengan rasa kekhawatiran yang amat besar.

 

”Sebenarnya apa yang lebih kau takutkan dari makhluk itu? Takdir hidup dan mati hanya Tuhan yang menentukan,” perjelas Adhimas dengan nada penegasan kepada Angi.

 

”Ingatkah saat kamu kecil?” tutur Adhimas. ”Kamu bahkan bermain dengan hantu di pohon besar belakang sekolah. Semua orang menjauhinya tetapi kamu mendekatinya.”

 

Adhimas melanjutkan, ”mungkin makhluk itu ingin menyampaikan sesuatu kepadamu.”

 

Angi yang sedang lahap memakan nasi goreng, tiba-tiba saja tersedak dan batuk. Ia kemudian mengambil segelas es teh manis dan mulai meminumnya dengan cepat.

 

“Hei, Ada apa angi? Aku bisa membantumu. Tenanglah dulu,” respon Adhimas dengan cepat.

 

Kemudian Angi yang sedang tersedak berkata, “Aku ingat, dia bilang kita sudah bersama selama 23 tahun dan dia mengajakku untuk ikut bersamanya.”

 

“Dia sudah ada selama itu,” tutur Adhimas yang bingung dan mengerutkan dahinya.

”Saat ini kamu berusia 23 tahun kan? Tepat di bulan april nanti usiamu akan genap 24 tahun,” lanjut Adhimas kepada Angi.

 

“Baiklah, kita akan cari tahu tentang makhluk itu. Bagaimana menurutmu angi?” bertanya Adhimas kepada angi yang sedang melanjutkan makannya. 

 

“Baiklah mas. Tapi dengan satu syarat, kamu jangan pergi dan menghilang lagi dariku,” minta Angi dengan tatapan penuh dengan harapan.

 

“Baiklah. Tapi aku tidak bisa janji padamu,” jawab Adhimas.

 

Angi hanya melanjutkan makan malamnya yang masih tersisa setengah porsi lagi. Tanpa merespon jawaban Adhimas, secara tak langsung Angi sudah mengetahui apa yang akan dikatakan oleh Adhimas.

 

Malam sudah menunjukkan pukul 22.50 WIB. Angi dan Adhimas terlihat sedang bergegas pulang meninggalkan Cafetaria. 

 

Mereka pulang dengan menggunakan transportasi yang berbeda karena keduanya sama-sama belum memiliki kendaraan pribadi.

 

“Kamu hati-hati ya sampe rumah,” chat angi kepada Adhimas melalui pesan W******p.

 

“Oke. Kamu juga ya,” balas Adhimas.

 

Akhirnya, angi tiba di kosannya kembali. Ia merasa gugup dan enggan masuk ke dalam kamarnya itu. Suasana kosan masih terlihat gaduh di beberapa kamar. Banyak dari penghuni kosan itu adalah para buruh pabrik, pegawai kantoran dan mahasiswa. 

 

Peraturan di kosan angi hanya memperbolehkan perempuan sebagai penyewa. Jadi, intinya ini adalah kosan khusus perempuan. Semua kamar sudah full terisi. Hanya saja, meskipun banyak penghuni kosan mereka tetap hidup individualistis. Tapi ada pula yang terlihat ramah dan mau bersosialisasi. 

 

Kamar Angi berada di lantai 2. Kamar nomor 09. 

 

Saat angi berjalan menuju kamarnya, banyak beberapa mahasiswa sedang asik berbincang masalah di kampusnya. Terdengar salah satu dari mereka sedang membicarakan nama dosen killer yang ditakuti semua mahasiswa di jurusan mereka.

 

Mendengar hal itu, Angi tersenyum. Ia teringat masa-masa saat ia masih kuliah di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta. Masalah mahasiswa hanyalah seputar tugas dan dosen killer. Itu menjadi kenangan yang tak terlupakan bagi Angi saat menjadi mahasiswa.

 

Angi mulai membuka pintu kamarnya yang dikunci. Ia masuk dan melihat kamarnya tidak ada sesuatu yang aneh. Semua terlihat normal dan biasa saja. Kemudian, ia menutup pintu kamar dan gorden jendelanya yang masih terbuka.

 

”Semoga malam ini tidak terjadi sesuatu yang aneh,” ucap Angi berharap tidak akan bertemu dengan makhluk astral itu lagi. 

Angi yang sedang berbaring di tempat tidur, langsung membuka layar HP nya. Ia tak sadar sejak tadi ada notifikasi dari Adhimas.

 

“Walah.. Ada WA toh dari Adhimas,” berkata Angi sambil mengecek pesan W******p nya.

 

“Have a nice dream, Angi,” isi pesan yang dikirim oleh Adhimas.

 

”Kadang-kadang manis juga ya Adhimas ini,” tersenyum Angi saat membaca isi pesan Adhimas.

 

Angi tak membalas pesan Adhimas tersebut. Ia hanya membacanya dan kemudian mematikan layar handphone. 

 

Angi yang merasa lelah sejak kemarin kemudian tertidur dengan pakaian yang masih dikenakannya saat bertemu dengan Adhimas tadi. Dua hari yang melelahkan bagi Angi ini membuatnya semakin tak berharap akan mudahnya hidup di kota Jakarta.

 

Suasana malam hari kota Jakarta turut menjadi pengantar tidur Angi. Suara sayup-sayup kendaraan yang masih berlalu-lalang di jalan raya. Suara kehidupan kota yang tak akan pernah tertidur. Bagi sebahagian orang, malam menjadi siang mereka. Kehidupan malam yang menggantikan siang ini benar-benar membuat sang kota menjadi arogan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status