Home / Lainnya / Surga yang Kupertahankan / Bab 2 Kejutan Dinner

Share

Bab 2 Kejutan Dinner

Author: Bicatik
last update Huling Na-update: 2022-03-02 11:46:32

Setelah puas menangis karena kecewa atas sikap mas Juan tadi pagi, aku keluar menuju halaman belakang duduk bersandar di bawah gazebo. Sambil menikmati pemandangan tanaman hias yang memanjakan mata. 

Di sana ada beberapa jenis tanaman Algonema pemberian mama mertuaku saat pertama kali aku dan mas Juan menempati rumah ini.

Ibu dari suamiku itu sangat baik dan perhatian terhadapku. Ia sering memberi nasihat tentang karakter mas Juan yang memang sangat dingin dan pemarah.

“Juan anak baik dan sayang pada kedua orang tuanya. Karakternya sangat mirip dengan mendiang papanya. Bukan hanya rupanya saja, tapi semuanya.” ungkap Mama kala itu. Tangannya bergerak kembali menyiram bibit Dona Carmen dan lipstik di depannya yang baru saja berpindah pot. “Anak itu memang tidak banyak bicara, tidak suka basa-basi dan hal remeh temeh. Terkadang sikap dinginnya membuat orang di sampingnya jengah.” Mama tertawa, lalu kemudian wanita beruban itu meletakkan penyiram di bawah.

Kemudian ia bergerak menuju gazebo dan duduk di sana. Sepertinya beliau mulai lelah. Wajarlah tubuhnya sudah mulai renta dan mudah sekali capek.

Setelah selesai menata berbagai jenis tanaman Algonema dengan rapi berjejer di pinggiran kolam kecil. Aku menyusul mertuaku di mana ia berada.

Menuangkan jus apel kesukaannya ke dalam gelas lantas menyodorkan minuman yang diblender itu ke hadapannya. Mama tersenyum hangat menyambut perlakuanku dengan baik.

“Semoga kamu betah di sini, terutama ....” beliau menjeda ucapannya. “Betah berada di sisi Juan,” lanjutnya tersenyum sendu, dan entah kenapa seperti ada yang janggal dari kata-kata terakhirnya barusan.

***

Mengingat hal itu membuatku mengerti jika memang ada yang mama sembunyikan. Mungkinkah itu tentang Mala? Tapi mana mungkin, kulihat hubungan mereka sangat baik.

Satu notifikasi pesan masuk mengalihkan perhatianku dari lamunan.

Sebuah pesan dari mas Juan.

“Ras, aku minta maaf sudah kasar sama kamu”

Aku mencebik. Malas untuk membalasnya, Karena masih marah atas sikapnya tadi pagi. Kuletakan kembali gawai di atas meja kayu berbentuk bundar.

“Aku sungguh menyesal. Sebagai permintaan maaf dariku, bagaimana kalau nanti malam kita Dinner berdua?”

Keterlaluan, memang benar kata ibu mas Juan tak ada romantis-romantisnya sama sekali. Bilang sayang, kek. Atau apalah yang bisa membuat hati istrinya ini senang.

Seperti tahu dengan apa yang ada dalam pikiranku. Ia kembali mengirim pesan yang seketika membuatku tersenyum.

“Iya ini aku bilang sayang.”

Kemudian aku mengirim balasan sambil senyum-senyum, nyaris seperti remaja yang sedang kasmaran.

“Iya, di maafkan”

“Oke, tar sore jam 8 kamu datang ke Restoran favorit kita. Nanti aku dari kantor langsung ke sana.”

Usai berbalas pesan dengan mas Juan aku kembali ke kamar untuk melakukan persiapan. Semoga dengan adanya Dinner nanti malam, hubunganku dengan mas Juan bisa harmonis kembali. 

-

Usai salat magrib aku mulai berdandan dan mematut diriku di depan cermin. Gamis polos biru langit dengan kerudung menjuntai sampai menutupi bokong. Tepat pukul tujuh aku berangkat menggunakan taksi Online.

Jarak tempat Restoran favorit kami tidak jauh, hanya membutuhkan waktu setengah jam untuk sampai ke sana. Menghampiri salah satu pelayan di sana yang sudah siap menyambutku.

“Atas nama Juanda Salim.” Pelayan itu mengangguk dan mengarahkanku ke tempat yang telah dipesan oleh mas Juan sebelumnya.

“Silakan Bu,” ucap pelayan wanita yang belum kutahu namanya.

“Terima kasih.”

Tak lama pelayan datang membawakan hidangan favorit kami yang ternyata juga sudah dipesan oleh suamiku.

Aku menatap gawai, melihat jam di handphone sudah menunjukkan pukul delapan, tapi mas Juan belum datang juga. Rasa khawatir mulai memenuhi perasaanku.

Setengah jam berlalu. Akhirnya kucoba telepon. Namun nomornya tidak aktif, terus kucoba hingga puluhan kali tetap tak aktif. Apa mas Juan lupa dengan janjinya? Tidak, tidak mungkin.

 Aku berusaha untuk terus berpikir positif. Mas Juan adalah tipe pria yang selalu menepati janji.

“Maaf Bu. Restoran sudah mau tutup,” ucap  pelayan yang menyadarkanku dari lamunan.

“Ah iya. Memang ini pukul berapa Mas?” tanyaku.

“Sepuluh malam.” Jawabnya.

“Bolehkah saya menunggu suami saya sebentar lagi di sini?” pintaku, yang masih yakin bahwa mas Juan akan segera datang.

Ia terlihat sedang menimbang.

“Baiklah, selagi kami beres-beres ibu boleh tunggu suaminya." Aku mengangguk masih terus berharap mas Juan datang.

Mas Juan, ke mana kamu mas? Apa kamu lupa dengan janji kamu sendiri? bisik batinku. Aku kembali menghubungi nomornya. Namun, hasilnya tetap sama tidak aktif.

Setengah jam kemudian.

“Bu, waktunya kami tutup Restoran.”

“Oh, iya. Kalau begitu mana tagihannya?” ucapku lemas.

“Ini Bu.” Ia menyodorkan nota tagihan makanan yang sudah dipesan mas Juan yang belum dibayar.

“Baik, terima kasih.” usai membayar, aku berdiri dan hendak melangkah pergi. Namun, si pelayan tadi memanggilku kembali.

"Bu, ini makanannya enggak di bungkus?” tanyanya menunjuk hidangan spesial di atas meja.

Aku tersenyum. “Enggak usah Mas, saya sudah tidak lapar lagi.” Aku berlalu melanjutkan langkahku yang sempat tertunda tadi. Meninggalkan Restoran dengan wajah kusut dan hati yang kecewa.

Aku memesan taksi Online yang masih beroperasi di malam hari. Tanpa terasa aku meneteskan air mata yang sedari tadi kutahani.

Setelah tiba di rumah, aku menatap bingung saat menemukan mobil mas Juan terparkir di halaman.

Bukankah tadi siang ia berkata akan langsung ke restoran, tapi kenapa sekarang suamiku ada di rumah. Apa mungkin mas Juan pulang dulu?

Untuk menjawab kebingunganku dengan cepat aku masuk ke dalam rumah—membuka pintu yang tak terkunci, seketika mataku terbelalak menyaksikan apa yang terjadi di sana.

Tanpa kata aku bergegas masuk dan menarik perempuan yang bersandar manja di dada bidang mas Juan. Melempar tubuh Mala agar menjauh dari suamiku.

Perempuan itu menjerit kesakitan, saat tubuhnya mendarat di lantai.

Aku menatap suamiku yang masih tergeletak di atas sofa dengan kesadaran yang timbul tenggelam.

Mengguncang tubuhnya, agar ia terbangun. Namun, mas Juan hanya merespons lirih sambil memegangi kepalanya. Kemudian mataku menemukan gelas kosong di atas meja. Kuraih dan menciumnya, bau alkohol yang menyengat membuatku meringis.

Suamiku bukan peminum dan tidak akan pernah menyentuh barang haram itu. Aku tahu bagaimana mas Juan. Ketika masih menjadi sekretarisnya dulu, pria itu selalu menghindari minuman ink. Dari sana aku dapat menyimpulkan jika dirinya memang bukanlah peminum.

“Apa yang kamu lakukan pada suamiku? Hah!” teriakku pada Mala, “jawab!” aku membentaknya.

Perempuan itu tersenyum mengejek, membuatku semakin geram dibuatnya.

“Aku hanya ingin bersenang-senang dengan suamimu, mbak.” Ia menjawab dengan nada menyebalkan, membuatku kalap dan refleks menamparnya, hingga sudut bibirnya berdarah.

Mala menyeringai, kemudian ia balik menamparku. Tentu saja itu membuat diriku semakin kalap. Dan akhirnya terjadi perseteruan di antara kami.

Karena tubuh Mala lebih kecil dari postur tubuhku yang lebih tinggi dan berisi. Aku pun berhasil menjatuhkannya. Ia tersungkur kembali di lantai, sambil meraung kesakitan. Rasakan!

“Panas,” lirih mas Juan membuatku menoleh padanya. Panas? Apa maksudnya? Aku langsung menggandeng tubuh tegapnya ke kamar.

Sampai di kamar ia masih terus merancau kepanasan. Kemudian aku menggandengnya membawa mas Juan masuk ke kamar mandi dan mengguyurnya dengan air dingin. 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Surga yang Kupertahankan   Bab 18

    Aku menghembuskan napas kasar. Meletakkan handphone ke atas nakas, lantas membaringkan tubuhku di atas kasur. Baru saja aku melakukan panggilan pada David. Namun, pria itu tak mengangkatnya sepertinya ia memang sedang sibuk.Sayup telingaku mendengar percakapan seseorang dari luar kamar. Dari suaranya aku bisa menebak dan yakin itu adalah suara mas Juan dan bunda yang tengah mengobrol.Aku bangun dari ranjang, lantas berjalan menuju pintu kamar. Membuka sedikit celah dan mengintip. Terlihat bunda dan mas Juan di ruang tengah. Apa yang tengah mereka bicarakan? Batinku.“Beritahu Laras dari sekarang, jelaskan apa yang sebenarnya terjadi.” Bunda menatap mas Juan serius.“Belum saatnya, Bun.” Mas Juan mengurut keningnya. Tergambar raut lelah di wajahnya. Pasti di kantor tadi ia sangat sibuk sekali.“Laras sudah mencurigai bunda, jelaskan saja padanya, kau tahu bagaimana Laras jika sudah ingin tahu, dia akan nekat mencari tahu sendiri.” Lagi bunda berkata tegas agar mas Juan menjelaskan se

  • Surga yang Kupertahankan   Bab 17

    “Apa kau masih ingat roti bakar mang Tono?” David membuka suara.Aku menoleh padanya. “Ah, iya aku masih ingat, dia salah satu penjual roti bakar terenak di kantin.David tersenyum menampakkan gigi-gigi rapi dan putihnya itu. Jika diperhatikan pria ini tampan dan manis. Hanya saja mungkin ia terlalu kaku, jadi tak membuatku luluh dengan perjuangannya dulu.“Cepatlah selesaikan urusanmu, ini bukan acara reunian.” Mas Juan menyela tiba-tiba.“Ah, maaf, saya hanya teringat saja, masa-masa SMA kami dulu.”“Dan itu tidak penting!” sergah mas Juan, “cepat apa yang kau ingin sampaikan pada istriku, kalau tidak aku bisa menghajar hidungmu kembali.”Raut wajah David terlihat panik dan takut saat mas Juan melontarkan ancamannya. “Mas!” aku melotot ke arah mas Juan, memperingatinya agar bisa menahan emosi.Namun, mas Juan seolah tak peduli, pelototan dariku sama sekali tak membuatnya untuk berhenti mengintimidasi David.Pria berkulit putih itu memang sukses mengubah penampilannya, akan tetapi s

  • Surga yang Kupertahankan   Bab 16: Nasihat Dokter

    “Kau sedang tidak berpikir untuk kabur dan menemui David, kan?” ujar mas Juan tiba-tiba. Sementara matanya tetap fokus menatap ke depan.Aku menoleh, mengerutkan kening pura-pura tak mengerti dengan apa yang barusan ia katakan, padahal aku mengerti arah perkataannya ke mana. “Maksudnya?”“Dengan melarang bunda untuk tidak ikut denganmu itu hanya akal-akalanmu saja, yang sebenarnya ingin menemui pria culun itu!” Sindirnya masih menatap ke depan.“Ih, suuzhon!” sambarku.“Awas saja kalau kau berani menemuinya, aku tidak pernah bercanda dengan ancamanku waktu itu, Laras.” Lagi mas Juan mengingatkanku dengan ancaman yang dulu ia pernah katakan padaku.“Enggak enak kan rasanya lihat pasangan sendiri dekat sama pria lain.” Aku menyindirnya balik. Sengaja agar mas Juan tahu bagaimana rasanya dulu aku hampir setiap hari terbakar cemburu.“Itu berbeda, Mala adikku sementara pria itu bukan saudaramu!”Aku berdecih. “Adik macam apa yang dengan sengaja ingin melakukan perbuatan tak senonoh denga

  • Surga yang Kupertahankan   Bab 15: Tidak Ada Jatah Malam Ini

    “Mas?” panggilku untuk ke sekian kalinya, tapi tak juga mas Juan menyahut. Ia masih marah padaku, setelah mendengar cerita bunda mengenai aku yang ingin menemui David tadi sore. Padahal aku sudah menjelaskan alasan ingin bertemu teman lamaku itu.Namun, Mas Juan tak menerima alasan apa pun. Ia mengomel, bahkan mengulangi ancamannya yang pernah dikatakan padaku waktu itu. Tentu saja membuatku bergidik. Kasihan David jika harus jadi pengangguran seumur hidupnya.Beruntung saat mas Juan marah, ayah juga pulang dari kantor. Dan pria tua yang sangat kusayangi itu pun memperingatinya agar tidak memarahiku berlebihan.“Kamu boleh memarahi, menegur, Laras jika memang dia salah. Tapi tolong liat kondisinya juga. Laras tengah hamil. Kondisi Sikis-nya juga perlu dijaga.” Kemudian ayah menepuk pundak mas Juan. “Lelaki sejati adalah yang bisa mengontrol emosinya!” peringat ayah, lantas berlalu pergi dengan diikuti Bunda dari belakang.Peringatan ayah benar-benar menyelamatkanku dari kemarahan mas

  • Surga yang Kupertahankan   Bab 14: Bodyguard

    Sedari pagi mulutku tak berhenti mengomel pada mas Juan. Suamiku itu benar-benar membuatku jengah. Ia memerintahkan bawahannya Rico mengirimkan bodyguard untuk menjagaku. Seperti saat ini, mau beli roti bakar di si Abang yang biasa lewat depan rumah bunda saja harus di antar bodyguard, kan malu.Si Abang tukang roti bakar sedari tadi hanya menahan senyum melihat bodyguard berbaju hitam lengkap dengan kaca mata hitam. Keduanya berdiri di sampingku."Ini Neng sudah jadi rotinya.” Si abang menyodorkan roti bakar isi selai cokelat dan nanas. "Si Masnya berdua enggak sekalian," lanjutnya sembari menahan senyum.Aku melirik kedua pria itu bergantian. Namun, dari ekspresi mereka kulihat sepertinya tak berminat."Enggak, Bang. Mereka enggak makan roti, tapi makan orang," bisikku, sembari memicingkan mata serius. Seketika si Abang tukang roti wajahnya berubah pucat. Lantas ia segera mendorong gerobaknya menjauh dari hadapanku.Aku tertawa melihat ekspresi pria paru baya itu. Namun, tawaku te

  • Surga yang Kupertahankan   Bab 13: Juanda Salim 3

    Setelah berhasil menenangkan Laras, aku mengajaknya kembali ke rumah bunda. Sepanjang perjalanan ia hanya diam saja. Tak ada satu patah kata pun yang terucap dari mulut cerdasnya itu yang biasa menentang ucapanku.“Beli bubur ayam dulu, yuk?” tawarku.Satu detik, dua detik. Tak ada jawaban sama sekali dari mulutnya. Laras hanya fokus menatap ke luar jendela.Akhirnya aku menepikan mobil di dekat gerobak penjual bubur ayam. Kemudian turun sendiri dan memesan dua porsi makanan bertekstur lembek itu. Wangi kaldu mengguar begitu nikmat, perutku jadi tambah keroncongan yang belum terisi sama sekali. Tadi di restoran, setelah kucium Laras menangis keras. Karena malu jadi perhatian banyak orang aku pun segera membawanya keluar dan mengajaknya pulang. Jadi tak sempat untuk sarapan. Kutinggalkan uang untuk membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan.Lima menit selesai membeli dua bubur ayam, aku bergegas kembali ke mobil. Membuka satu sterofon yang berisi bubur dengan ayam suwir. Dan satu

  • Surga yang Kupertahankan   Bab 12: Juanda Salim 2

    "Mas, kok, malah diam saja. Mas enggak sayang lagi, ya sama Mala," rajuknya, ia pikir aku akan luluh dengan aksinya. Lihat saja Mala, suatu saat jika bukti kejahatanmu sudah lengkap, maka kau akan merasakan pembalasan dari perbuatan jahatmu itu."Maaf, tadi Mas ada meeting dengan klien di restoran hingga larut, jadi tak sempat pulang ke rumah." Aku menjawab dengan suara yang dibuat-buat menyesal."Terus sekarang, Mas Juan ada di mana?""Hotel.""Oh, mau Mala temani?" tawarnya. Mencoba untuk menggodaku. Gadis itu tak berhenti untuk terus merayuku. Namun, aku masih sangat sadar dan tak sudi menyentuh perempuan berhati iblis itu."Tidak perlu, nanti juga Mas pulang sore." Aku menolak dengan tegas."Oh, ya sudah, tapi, jika Mas Juan kesepian, jangan sungkan memintaku untuk menemani, sebagai pengganti mbak Laras."Sungguh sangat menjijikkan ucapannya itu terdengar di telingaku. Apa katanya ia ingin menggantikan posisi Laras?Tidak akan pernah bisa, ia dan Laras jauh berbeda, di mana istrik

  • Surga yang Kupertahankan   Bab 11: Juanda Salim

    Aku terbangun dari tidur. Menatap jam dinding pukul empat pagi. Lantas kepalaku menoleh ke samping di mana Laras masih tertidur lelap. Aku tersenyum menatapnya. Lantas bergerak mengecup bibirnya yang tak pernah berhenti mengoceh. Namun, menjadi candu bagiku. Laras bergerak, karena merasa terusik dengan perbuatanku barusan.Selimut yang membalut tubuhnya sedikit terbuka karena pergerakannya. Aku menarik kembali dan membenahi. Menutup tubuh polosnya yang di penuhi tanda merah hasil karyaku.Kemarin, saat setelah perdebatan kami yang tak pernah berujung. Akhirnya aku mengalah dan membawa Laras makan malam romantis di salah satu restoran favorit kami. Lantas menginap di hotel dan menghabiskan malam indah bersama istriku. Anggap saja sebagai pengganti dinner yang gagal tempo lalu, karena ulah Mala yang waktu itu memintaku untuk menemaninya sebentar yang ternyata ia menjebakku.Mala memberiku jus yang ternyata sudah diberikan obat perangsang. Bukan hanya itu saja bahkan ia pun mencekoki ak

  • Surga yang Kupertahankan   Bab 10 Cemburu

    "Kenapa, kita ke sini?" tanyaku, saat mobil mas Juan berhenti di depan perusahaannya."Memangnya kau mau diberondong sejuta pertanyaan oleh bunda, jika aku antar ke rumah?" Jawabnya. Benar juga, tadi kan aku bilang ke bunda mau pergi ke rumah teman dan akan pulang sore. Jika, pulang sekarang bisa curiga, apalagi di antar mas Juan. Ah, tak bisa dibayangkan mulut manis bunda nyerocos sepanjang jalan kenangan nanti."Eh, Bu Laras, lama enggak ketemu. Apa kabar, Bu?” sapa pak Yanto security di perusahaan mas Juan, usai membukakan pintu mobil untukku.Aku mengangguk tersenyum ramah padanya. "Baik, Pak. Kalau Pak Yanto sendiri bagaimana kabarnya?""Alhamdulillah, saya teh selalu diberikan kesehatan sama Allah," jawabnya melempar senyum padaku."Ekhm!" Deheman mas Juan tiba-tiba membuat pria berkumis itu seketika wajahnya berubah tegang. Kemudian menunduk hormat."Parkiran mobil saya, jangan sampai lecet seperti kemarin, jika itu terjadi kembali, maka bukan hanya gaji kamu yang saya potong,

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status