تسجيل الدخولAngin gurun berhembus pelan, membawa butiran pasir halus yang berputar di udara. Lembah yang dulu menjadi tempat pertarungan Li Yuxian kini menjadi hamparan sunyi tanpa kehidupan. Tak ada tanda-tanda kehancuran, tak ada darah atau sisa pertempuran, hanya ketenangan aneh yang terasa terlalu sempurna untuk dunia yang baru saja nyaris runtuh.Di tengah lembah itu, pedang biru keperakan masih menancap tegak. Permukaannya memantulkan cahaya lembut, seolah masih bernapas. Dari dalam bilahnya terdengar gema samar, seperti detak jantung yang menolak berhenti.Tiba-tiba, angin berhenti berhembus. Pasir-pasir di sekitarnya melayang pelan ke udara, tertarik pada pedang itu. Cahaya putih keluar dari dalam bilahnya, semakin lama semakin terang hingga membentuk siluet samar seorang pria muda.Siluet itu berdiri tegak. Tubuhnya perlahan mendapatkan bentuk, wajahnya mulai tampak jelas. Mata tajam itu, rambut hitam yang berkibar ringan, dan aura yang menggetarkan ruang tidak lain adalah Li Yuxian.Nam
Cahaya putih yang menelan lembah itu menghilang perlahan, meninggalkan keheningan panjang yang menyesakkan dada. Awan-awan terpecah di langit, dan dari sela-sela cahaya muncul sosok Li Yuxian yang berdiri di tengah kawah besar. Tubuhnya berlumuran luka, namun dari dalam luka-lukanya terpancar cahaya halus berwarna biru, merah, dan hijau yang berputar menyatu di sekujur tubuhnya.Udara di sekitarnya terasa berbeda. Dunia seperti bernafas bersamanya, setiap detak jantung Yuxian memunculkan riak energi yang mengguncang tanah. Ia mengangkat kepalanya dan melihat langit yang kini dihiasi celah besar, tempat mata raksasa itu mengintip dari balik kehampaan. Cahaya keemasan dari celah itu memancar kuat, seolah ingin menembus seluruh dimensi yang ada.“Gerbang Tanpa Nama,” bisik Yuxian dengan suara serak. “Tempat di mana jalan takdir dimulai dan berakhir.”Namun sebelum ia sempat melangkah, tanah di bawahnya berguncang lagi. Batu-batu melayang ke udara, dan dari setiap retakan muncul bayangan-
Cahaya putih yang melingkupi tubuh Li Yuxian akhirnya meredup perlahan. Lembah yang sebelumnya bergetar kini hening, namun hawa yang tersisa di udara jauh lebih berat dari sebelumnya. Air danau di belakangnya telah membeku menjadi kristal biru, dan di dalamnya masih terkurung dua sosok yang berarti banyak baginya, Xu Liang dan Gadis Tombak. Mereka tampak seperti tertidur, tenang namun tanpa napas kehidupan.Yuxian berdiri di tengah lapisan es itu, menatap langit yang masih dipenuhi cahaya roda tujuh lingkaran. Energi yang memancar dari simbol tersebut menekan ruang dan waktu, seolah dunia menolak keberadaannya. Ia merasakan tekanan itu di tulangnya, menembus jantungnya, tapi sorot matanya tetap teguh.“Aku tidak akan mengikuti aturan siapa pun,” bisiknya pelan. “Bahkan aturan para dewa.”Udara di sekitar berubah menjadi rapuh. Retakan-retakan tipis muncul di langit, seperti kaca yang hendak pecah. Setiap retakan memancarkan cahaya berwarna berbeda, membentuk jalur-jalur energi yang sa
Cahaya biru keperakan melesat menembus kabut merah di langit, jatuh ke arah timur melewati lapisan-lapisan awan yang membara. Bintang jatuh itu bergetar pelan, hingga akhirnya menghantam permukaan danau kristal di lembah terpencil. Air danau berguncang hebat, namun tak satu tetes pun terciprat keluar. Dari pusaran air yang berkilau itu, perlahan muncul sosok Li Yuxian.Tubuhnya berlutut, pakaian robek dan kulitnya penuh luka bakar qi. Namun matanya masih menyala, biru dan ungu berputar di irisnya, memancarkan keteguhan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Ia masih hidup.Yuxian menatap sekeliling. Lembah ini terasa asing, sepi, dan jernih. Tak ada suara burung, tak ada angin, hanya gema air danau yang menenangkan. Aroma lembut seperti dupa kuno memenuhi udara. Ia bangkit perlahan, lalu menyentuh air danau di depannya.Begitu ujung jarinya menyentuh permukaan air, pantulan wajahnya berubah. Bukan dirinya yang terlihat, melainkan sosok lain dengan mata yang sama namun penuh kebenc
Langit berwarna merah tua, seolah darah yang mengalir di antara retakan awan. Enam pilar cahaya yang muncul dari berbagai penjuru dunia perlahan berdenyut, memancarkan gelombang energi yang saling bersahutan. Udara menjadi berat, seperti ada sesuatu yang hendak turun dari langit itu sendiri.Li Yuxian berdiri di tengah dataran hitam, tubuhnya masih dikelilingi cahaya putih keperakan yang bergetar pelan. Pedang biru di tangannya kini bersinar lembut, seperti menenangkan badai di sekelilingnya. Namun di balik ketenangan itu, matanya memantulkan perubahan besar. Satu berwarna biru jernih, satu lagi ungu gelap seperti jurang tak berdasar.Xu Liang dan Gadis Tombak terbangun di tepi dataran, terengah-engah. Keduanya menatap Yuxian dengan campuran kagum dan ngeri.“Dia... berubah,” ucap Xu Liang pelan. “Energinya bukan lagi milik manusia.”Gadis Tombak menatap lekat. “Tapi itu tetap Yuxian. Aku bisa merasakannya.”Yuxian memejamkan mata sejenak, menarik napas panjang. Di dalam dirinya, dua
Suara tawa itu menggema panjang di udara, menembus celah-celah langit yang retak. Dari pusaran merah tua yang berputar di atas lembah, sosok berjubah panjang turun perlahan, melangkah di atas udara seperti berjalan di permukaan air. Setiap langkahnya meninggalkan bekas api di udara yang perlahan memudar menjadi abu.Li Yuxian menatap ke arah sosok itu dengan napas berat. Energi di tubuhnya belum sepenuhnya pulih, tapi insting bertarungnya langsung menegang. Ia tahu, makhluk yang datang kali ini bukan sekadar penjaga gerbang. Aura yang memancar dari tubuh sosok itu jauh melampaui apa pun yang pernah ia rasakan.Xu Liang berbisik lirih di belakangnya. “Itu... bukan roh biasa. Energinya bercampur antara Qi kosmik dan kekosongan murni. Tidak mungkin seseorang bisa menahan dua energi itu sekaligus tanpa hancur.”Gadis Tombak menatap tajam. “Dia bukan seseorang. Lihat matanya.”Mata sosok itu menyala merah keemasan, berputar seperti dua bintang yang terbakar di langit malam. Dari dekat, waj







