“Assalammualaikum,” Ahda membuka pembicaraan.
“Waalaikum salam,” Rania menjawabnya dengan gugup, Rita menahan tawa melihat tingkah adik iparnya.
“Minal aidin wal fa idin Rania, mohon maaf bila ada salah selama ini,” Ahda kembali bersuara.
“Minal aidin juga Ustaz, saya juga mohon maaf bila ada salah,” Rania berusaha untuk bersikap biasa saja.
Suasana hening beberapa saat, tidak ada yang memulai pembicaraan kembali, suasana yang begitu canggung. Rita benar-benar menahan tawanya.
“Apa kamu sendirian?” Ahda kembali bersuara.
“Ah itu, tidak-tidak, kakak ipar saya ada bersama dengan saya, dan keluarga saya ada di ruang keluarga, saya akan memberikan panggilan ini kepada mereka, sebentar,” Rania benar-benar merasa gugup.
Rania menggeser layar hp nya ke hadapan Rita, “Ini teteh Rita, kakak ipar saya,” ucap Rania.
&ldq
Mentari pagi berjalan semakin meninggi, sinar hangatnya berubah menjadi panas, Rania menghabiskan waktunya sepanjang pagi di hari raya ketiga dengan novel. Buku bacaan kesukaannya. Ia duduk di taman belakang rumahnya. Ia merasa bosan di rumah dengan kegiatan yang sama, namun ia juga malas untuk pergi keluar, selain karena tidak ada teman yang akan menemaninya, ia juga tidak ada tujuan untuk pergi. Hampir semua tempat yang ada di Bandung sudah pernah dijajaki oleh Rania. Maklum saja dia sejak kecil senang bepergian dan jalan-jalan.“Rania...Rania...Rania..,” sayup-sayup Rania mendengar suara seorang wanita memanggil-manggil namanya. Rania meletakkan novelnya di atas meja taman depannya. Terdengar suara ribut-ribut di ruang depan. Ia pun berjalan menuju ruang depan rumahnya untuk memastikan keadaan di sana.“Ibu datang-datang sudah teriak-teriak, Khadijah akan panggil Rania, lebih baik ibu duduk dulu,” Umi Khadijah berusaha menenangkan wanita tua
Hari berganti demi hari, kicauan burung tandai pergantian hari. Lambaian dedaunan di subuh hari ucapkan salam perpisahan pada sang rembulan yang telah sinari sepanjang malam. Suara-suara ayam jago bersahut-sahutan sambut keindahan cahaya mentari pertama di awal hari. Para perempuan sibuk berkutat dengan wajan dan panci di dapur. Suara dentingan wajan dan spatula sebagai tanda kesibukan mereka.Namun kesibukan itu tidak dirasakan oleh Rania, gadis bermata sendu yang meneduhkan. Rania dan keluarganya sejak semalam telah berada di penginapan pondok tempat pengabdiannya. Dua hari lagi dia harus mulai mengajar karena itu dia harus datang lebih awal sebelum para santri mulai berdatangan kembali ke pondok usai liburan panjang. Harusnya tadi malam Rania sudah harus memasuki asrama guru di dalam pondok, namun karena Nenek Ainun yang memohon-mohon pada pengasuh pondok agar Rania diizinkan menginap di pengenipan pondok, akhirnya pengasuh pondok tersebut mengizinkannya karena tidak tega
Sepanjang perjalanan menuju pondok tempat pengabdian Rania, Nenek Ainun tidak mau berbicara. Ia hanya diam dan menekuk wajahnya. Ia semakin tidak ingin Rania meneruskan hubungannya dengan Ahda.“Nenekku tersayang, kenapa sih diam terus dari tadi?” Rania mencoba untuk mengajak bicara sang nenek. Namun, wanita 66 tahun itu tidak menanggapi ucapan Rania.“Nenek marah dengan Rania? Rania punya salah pada nenek? Jangan diam terus dong nek, Rania kan jadi bingung. Maaf ya nek, jika Rania mempunyai kesalahan pada nenek. Nenek boleh menghukum Rania tapi jangan mendiamkan cucu nenek seperti ini,” bujuk Rania kembali.“Rania, cucuk nenek yang paling baik, kamu tidak memiliki kesalahan pada nenek,” ucap Nenek Ainun sambil tersenyum ke cucu kesayangannya.“Terus kenapa nenek terus diam?”“Ran, embem ku tercinta, kamu yakin akan melanjutkan hubunganmu dengan ustaz itu?”Rania terkejut mendengar
Rania memang gadis yang mudah bergaul, hal tersebut terbukti dalam waktu beberap hari saja ia dapat dengan mudah akrab dengan teman-teman barunya. Ia senang bertemu dengan orang-orang baru. Bukan hanya dengan ustazah baru saja ia akrab, namun juga dengan para seniornya. Gadis itu sangat bersyukur karena di tempat pengabdiannya itu, dia mendapatkan kenalan baru dan teman-teman yang baik sehingga membuatnya betah.Meskipun hampir akrab dengan semua teman-teman barunya, namun Syifa dan Marwah lah teman paling akrab Rania. Selain mereka satu kamar, kebetulan mereka sama-sama asisten wali kelas di kelas satu meski berbeda-beda kelas, namun lokasi belajar santriwati kelas satu berada pada satu wilayah sehingga mereka pun selalu berangkat bersama setiap mengawasi kegiatan belajar malam untuk santri. Sebagian ustazah tahun pertama memang kebanyakan menjadi asisten wali kelas kelas satu, dua, dan tiga.“Eh Ran, Wa, anak bungsu Ustaz Fahmi baru datang dari Kairo loh,
Dengan membaca basmalah Rania mengambil isi amplop berwarna cokelat itu, keadaan kamarnya sudah sepi. Marwah dan Syifa telah terlelap dalam mimpi mereka usai mengawasi belajar malam, dua ustazah senior lainnya sedang mengerjakan tugas kuliah. Pondok Al-Hikmah memang membolehkan ustazah tahun ke dua untuk kuliah di perguruan tinggi terdekat, meskipun memang berat karena harus bolak-balik pondok pesantren dan kampus, selain itu juga tugas yang diemban tentu saja lebih berat lagi, karena di samping harus mengajar juga harus mengerjakan tugas perkuliahan, namun mereka menjalani semuanya dengan ikhlas.Assalammualaikum warrahmatullahi wabarakatuBagaimana keadaanmu di sana calon pendamping masa depanku?Baru membaca baris pertama isi surat itu sudah membuat pipi Rania memanas, jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya, kata-kata ‘calon pendamping masa depan’ pada pembuka surat itulah penyebabnya. Setelah berhasil mengkondisikan dir
Sorot kekaguman terpancar pada setiap wanita yang bertemu dengan pria bernama Arfan Ilham Awwab, putra bungsu dari pemilik Pondok Pesantren Al-Hikmah. Kerupawanan pria yang akrab dipanggil Ilham itu memang tidak perlu diragukan lagi. Selama ini, banyak yang mengidolakan dirinya, teman-teman kampusnya, teman-teman organisasinya, bahkan para wanita yang baru melihatnya. Namun, pria itu tidak pernah menanggapi serius, ia menganggap teman pada semuanya. Belum ada satu wanita pun yang mampu mencuri hatinya.Jatuh cinta, tentu saja pria itu pernah merasakannya. Cinta pertamanya yang sekaligus kegagalan pertamanya. Saat lulus dari PM, dia dan teman-teman satu konsulat[1]nya mengadakan syukuran kelulusan, tidak hanya dari santri putra tapi juga putri. Mereka mengadakan syukuran itu di salah satu restoran di Bogor. Pada acara itulah Ilham bertemu dengan pujaan hatinya.Wanita itu memang tidak terlalu cantik, wajahnya sedikit bulat, bermata kecil, hidungnya mancung, dan warna ku
Keputusan Ustaz Fahmi telah bulat untuk menjodohkan Ilham dengan salah satu anak teman dekatnya. Ia tidak ingin anak bungsunya itu benar-benar patah hati untuk kedua kalinya. Ustaz Thorik, kakak Ustaz Ilham berusaha menghentikan niat ayahnya, ia tidak ingin sang ayah memaksakan kehendaknya pada adik bungsunya itu. Namun, Ustaz Fahmi tidak goyah dengan pendiriannya, ia tetap ingin menjodohkan Ilham dengan anak temannya.Ustaz Thorik meminta agar sag ayah berbicara terlebih dahulu pada Ilham, namun ditolaknya. Ustaz Fahmi memutuskan melakukan perjodohan ini tanpa melibatkan Ilham, sontak saja hal tersebut membuat Ustaz Thorik ikut naik darah. Ia tidak ingin adiknya dipaksa menikah, ia ingin agar adiknya dapat menemukan tambata hatinya sendiri.Sebenarnya Ustaz Fahmi bukanlah orangtua yang suka membatasi pergaulan anaknya, selama ini ia selalu membebaskan anak-anaknya untuk memilih pasangan sendiri. Ustaz Thorik juga tahu itu, hal tersebut terbukti dari persetujuan Ustaz
Usai menunaikan ibadah Salat Subuh berjamaah di dalam mushala rumah, Ilham, Ustaz Thorik, dan Ustaz Fahmi lari pagi di sekitar jalan raya. Ilham dan kakaknya berniat untuk mengatakan semuanya pada sang ayah.“Abi Ilham tidak bersedia untuk dijodohkan,” suara Ilham membelah keheningan di antara mereka, menghentikan langkah kaki Ustaz Fahmi seketika.Ustaz Fahmi berdehem beberapa kali, “Thorik kamu memberi tahu adikmu?” nada suaranya tidak menggambarkan kemarahan, namun sorot matanyalah yang memancarkan amarah.“Abi maafkan Thorik tapi abi harus mendengarkan Ilham terlebih dahulu,” Ustaz Thorik berusaha menjelaskan pada ayahnya.“Sudahlah abi tidak perlu mendengar penjelasan apa pun, keputusan abi sudah bulat kamu akan abi jodohkan dengan anak teman abi.”Ustaz Fahmi melanjutkan lari paginya dan meninggalkan dua putra kesayangannya.“Abi, Ilham sudah memiliki pilihan hati sendiri,” Il