Share

11. SIASAT PENCURI

Bayu tersenyum puas, “Bayangkan. Kita bisa memperbaiki ekonomi kita dengan benda ini.” Ia memandang kedua temannya.

Mereka bertiga tampaknya sangat bahagia dengan angan-angan yang sangat terang itu. Membayangkan kehidupan yang lebih terjamin tentunya sangat luar biasa bagi mereka yang telah lama terpuruk dalam kemiskinan.

“Sekarang aku akan menawarkan barang ini kepada Amang Ucai. Siapa tahu ia punya minat untuk membelinya.”

“Sebaiknya jangan!” cegah Rukmana, “Amang Ucai itu pelit dan licik. Aku melihat beberapa hari yang lalu ia membeli gelang dari seseorang dengan sangat murah. Padahal gelang itu cukup bagus untuk dihargai lebih dari yang ditawarkan Amang Ucai.”

“Aku setuju dengan Rukmana,” Sutha menyetujui sambil mengusap-usap kalung itu.

“Lalu ke mana kita menjualnya?”

“Kepada Kolektor benda berharga!” jawab Rukmana yakin.

“Aku setuju dengan Rukmana,” Sutha masih tetap mengelus-elus kalung itu.

 “Aku punya kenalan kolektor, dia salah satu orang yang dulu ikut mengantar almarhum ayahku ke rumah sakit setelah kecelakaan. Namanya Surya Andira. Ini kartu namanya.” Rukmana menyerahkan sebuah kartu nama dari dompetnya kepada Bayu.

Bayu meneliti kartu nama itu sejenak. “Surya Andira. Alamat jalan Temanggung Tilung 21.”

“Menurutmu lebih aku langsung menemuinya di rumahnya sekarang?” tanya Bayu lagi.

“Lebih cepat lebh baik.”

“Aku setuju dengan Rukmana,” kali ini Sutha mengusap kalung itu dengan hidungnya.

“kau tak punya kosa kata lain!” bentak Bayu jengkel kepada Sutha.

“Aku akan ke sana sekarang…”

“Sebaiknya benda ini kau tinggalkan di sini saja. Kami akan menjaganya. Kau akan punya banyak resiko serius jika membawanya ke rumah Pak Surya.”

“Aku Setuju dengan Ruk…”

Bayu keburu menimpuk Sutha dengan serbet. Dan tepat mendarat di hidungnya.

“Kalau begitu kalian harus menjaga benda ini baik-baik. Apalagi dengan pria menyebalkan itu,” Bayu menunjuk Sutha yang sepertinya tak menyadari.

“Tentu saja,” Rukmana memandang Sutha sambil tersenyum geli, “ia selalu setuju denganku.”

“Dia selalu setuju dengan siapapun yang bisa menguntungkannya,” tuding Bayu sebal

“Aha! Kali ini aku setuju padamu, Bayu,” sahut Sutha sambil tertawa.

“Pergilah sana. Jangan buang-buang waktumu.” saran Rukmana sambil tersenyum.

Bayu hanya cemberut.

..................................................................................................................................................................................

Palangka Raya, Jalan Temanggung Tilung, Maret 2010

Bayu turun dari angkutan kota berwarna orange yang di atapnya ada papan putih kecil bertuliskan inisial jurusan angkot itu, F.

Jalan Temanggung Tilung induk. Ia kini tinggal mencari jalan Temanggung Tilung 21 dan rumah Pak Surya. Setelah itu semuanya akan terlihat mudah bagi Bayu. Ini seperti nafas baru yang ia hirup.

Dan tentu saja ia herus berterima kasih kepada pria memakai kantong tadi malam yang telah lengah dan membuatnya bisa dengan mudah menyelipkan tangannya ke dalam kantongnya dan mengambil benda berharga itu. Benda berharga yang sebenarnya sangat sayang ia jual jika bukan karena kesulitan ekonomi. Benda itu berbentuk kalung dengan kepala permata mengagumkan.

Bayu telah melalui Temanggung Tilung 23, tinggal melewati Temanggung Tilung 22 saja lagi, dan ia akan menemukan jalan yang ia cari. Bayu baru menyadari kalau ia mulai merasa deg-degan.

Kakinya terus melangkah cepat. Ia ingin sekali segera mengakhiri pencarian ini dan segera menghirup nafas baru dalam hidupnya. Semakin cepat langkah kakinya semakin kencang pula degup jantungnya. Ia tak menyadari ada beberapa orang yang heran dengan tingkahnya dan caranya berjalan, belum lagi dengan mukanya yang tegang. Mungkin orang-orang berpikir bocah itu sedang mengejar atau melarikan diri dari sesuatu yang berbahaya.

Dan akhirnya Bayu tepat berhenti di depan gerbang jalan Temanggung Tilung 21. Gerbang yang tampaknya tak dihiraukan dan sudah mulai usang bertuliskan SELAMAT DATANG DI SENTRAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH.

Bayu melangkahkan kakinya perlahan mencoba setenang mungkin, setidaknya ia tak akan membuat Pak Surya curiga ia mendapatkan barang itu dari mana. Ia sudah punya banyak cerita bagus untuk menjawab kecurigaan Pak Surya, dan ia tak ingin kegugupannya menghancurkan semuanya.

Ia kini mengeluarkan kartu nama Pak Surya, berusaha meyakinkan alamatnya. Dan sialnya tak ada data yang menyebutkan nomor rumah Pak Surya. Itu artinya ia harus lebih lama meredam perasaannya yang semakin deg-degan. Ia berdoa semoga di wilayah ini tak ada anjing ia tak ingin berurusan dengan hewan itu. Tapi tampaknya ia harus lebih banyak berdoa, karena teman-temannya pernah bercerita bahwa wilayah ini cukup banyak pemilik rumah yang punya rasa penyayang anjing. Bayu ingin sekali memaki Pak Surya jika saja ia tak melihat sebuah rumah bagus berpagar besi warna merah yang tertempel plang kecil bertulis “Surya Andira Ketua RT III”.

Hati Bayu berteriak girang, ia telah membayangkan uang yang akan ia dapatkan dari pria pemilik rumah yang ternyata juga ketua RT ini. Ia semakin menyadari degup jantungnya telah benar-benar meledak-ledak, Tangannya bersiap menyentuh bel pagar besi merah itu. Pagar yang akan membawa mimpinya melambung mimpi. Dan ia tak akan pernah turun lagi.

Namun sebelum ia sempat menekan bel, tiba-tiba muncul asap tebal berwarna abu-abu pekat di depan mukanya. Dan yang lebih mengejutkan, asap tebal itu perlahan berubah menjadi dua sosok laki-laki dengan wajah yang menyebalkan, seorang laki-laki pendek dan seorang laki-laki bermuka seperti ingin tertawa yang berambut sangat berantakan.

“Taraaaa! Kejutan anak muda!”

Pria pendek membuat Bayu terlonjak kaget

“Si.. siapa bapak-bapak ini?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status