Share

12. PRIA YANG MUNCUL DARI BALIK ASAP

“Kami? Algojomu! Dahup, kenapa kau diam saja! Ayo ikat tangan pencuri ini!” kata pria pendek yang tak lain adalah Samira.

Dahup langsung bertindak dan mengikat tangan Bayu dengan seutas rantai yang tampaknya sudah diisi dengan sihir aneh oleh Samira.

Bayu hanya berdiam saja, ia tampaknya pasrah dan mengira dua orang pria nyentrik yang menyergapnya ini adalah polisi yang telah lama mengincarnya. Tiba-tiba impiannya yang baru saja membumbung tinggi dengan sangat deras menghantam kembali dalam titik terendah harapannya.

“Sekarang beritahu kami, dimana kau sembunyikan benda yang kau curi itu?”

“Ben..benda yang mana, Pak?”

“Kau masih mau membantah? Apa perlu kucabut gigimu baru kau mau mengaku?”

Bayu seketika ketakutan, “Saya tidak tahu benda yang bapak maksud sebelum Bapak menjelaskan seperti apa benda itu.”

Samira memandang sok serius pada Dahup. Sialnya Dahup malah sedang memperhatikan mata Bayu yang cokelat tajam. Samira lantas punya keinginan untuk memencet hidung Dahup keras-keras.

“Benda yang membuat siapapun yang memegangnya akan dipenuhi berbagai harapan indah,” kata Samira akhirnya.

“Saya.... tidak mengerti apa yang anda bicarakan.” Bayu mencoba berkelit.

“Jangan berlagak bodoh,kau. Kulihat tampangmu tidak mencerminkan kau anak bodoh.”

Bayu memandang dua orang yang menyergapnya dengan muka ketakutan.

“Anda ini polisi?”

Samira merenyutkan dahinya,lalu berbisik kepada Dahup, “Polisi itu makanan apa?”

“Bodoh kau! Polisi itu semacam prajurit yang tugasnya mengamankan kota dari tindakan kriminal..” sungut Dahup yang dalam hatinya memaki ketololan Samira.

“Jangan keras-keras!” balas Samira sengit.

Bayu yang merasa memiliki kesempatan,dengan cepat melepaskan diri dari sergapan Samira lalu berlari secepat-cepatnya. Ia tak peduli sekeras apapun nafasnya memburu,yang ia harapkan hanyalah bisa berada dalam jarak sejauh-jauhnya dari dua pria berwajah janggal itu.

Bayu menengok ke belakang, ia tak melihat lagi ada dua sosok menyebalkan yang tadi memegang erat tangannya. Bayu mengatur nafasnya, lalu mengelap keringat yang mengucur pelan dari dahinya, “Syukurlah”

Bayu lalu berjalan pelan, kali ini lupakan tentang niat menjual barang copetannya itu. Mungkin saja dua orang tadi adalah intel yang selama ini mengincarnya. Namun cara kemunculan mereka sangatlah aneh, apakah para intel sekarang memiliki cara yang lebih ajaib untuk mengelabui targetnya?

Bayu menggeleng lemas. Ia akan kembali lagi menemui kolektor itu, namun nanti, saat ini masih belum begitu aman.

Namun tiba-tiba asap yang sama kembali mengepul di depannya, dan membentuk dua sosok pria yang tadi menangkapnya.

Samira tersenyum licik, “Merindukan kami...?”

Bayu terbelalak, ia lalu seketika berbalik dan mencoba untuk lari sekuat tenaga. Namun baru beberapa langkah, ia terhenti. Ia merasa kakinya tak bisa digerakkan, ia berusaha menghadapi kesulitan ini dengan coba menggerakkan kakinya, namun malah menimbulkan ngilu yang cukup menyiksa. Ia lalu mencoba mengangkat kakinya dengan tangannya, tetap saja tak bisa, kakinya seperti lengket di bumi. A

khirnya Bayu menyerah, nampaknya polisi sekarang telah dibekali ilmu layaknya film silat, atau apalah namanya, Bayu terlalu sulit untuk berpikir jernih.

Samira dan Dahup dengan menyebalkan mengitari tubuh Bayu. Dahup yang sedari tadi tertarik dengan mata Bayu lalu mengamati mata Bayu dengan jarak cukup dekat, sehingga Bayu merasa risih dan memalingkan wajahnya.

“Hey, Dahup! Kau ingin mencium anak ini?” tegur Samira.

“Mata anak ini indah sekali..” jawab Dahup dengan antusias.

Samira merengut ia lalu mencengkeram tangan Bayu ke belakang. “Katakan pada kami, dimana kau simpan benda yang kau curi dari Kantong seorang pria jangkung tadi malam?”

Bayu tidak menjawab, ia lebih berkonsentrasi untuk menyingkirkan cengkeraman tangan Samira dari tangannya.

“Katakan atau kucongkel matamu itu!” ancam Samira.

Bayu terdiam, agak takut.

“Aku sudah muncul secara tiba-tiba dengan asap aneh dua kali di depanmu, lalu membuat kakimu tak bisa bergerak. Mengapa kau tidak berpikir aku bisa melakukan hal yang lebih dari itu? Dan sepertinya temanku ini tertarik dengan matamu, mungkin aku bisa memberinya bingkisan?”

Bayu menunduk takut

.................................................................................................................................................. 

Palangka Raya, Maret 2010, Kontrakan Bayu

Setelah penangkapan yang ajaib itu, Bayu terpaksa membawa dua pria misterius itu ke kontrakannya menemui Rukmana dan Sutha yang diliputi dua kepanikan sekaligus.

Pertama karena kedatangan Bayu bersama dua pria misterius dengan wajah aneh dan jauh dari kesan ramah, tentu saja mereka mengira dua pria ini adalah intel atau setidaknya bukan orang yang akan memberi kabar baik.

Dan kedua karena secara aneh dan sulit dijelaskan, kalung tersebut hilang saat Sutha tertidur ketika merasa mengantuk yang luar biasa dan Rukmana sedang pulang ke kios ibunya untuk mengantar makanan sebentar, dan kalung itu hilang. Padahal Sutha sudah menaruhnya di tempat teraman di kontrakan itu sesuai instruksi Bayu. Namun sekali lagi kalung itu hilang. Mereka berdua tak tahu harus menjelaskannya seperti apa, karena sekali lagi,

KALUNG ITU HILANG!

Sutha dan Rukmana mencoba menjelaskan secara berbisik kepada Bayu agar tidak terdengar oleh dua pria misterius yang adalah Samira dan Dahup, namun nada ketakutan dari keduanya membuat Samira dan Dahup dengan cukup jelas mendengarnya.

Bayu kaget dan panik

Serta tentu saja Dahup dan khususnya Samira melotot tajam penuh amarah.

“Bagaimana ceritanya sampai hilang!!” murka Samira.

“Kami juga tidak mengerti, Pak...” jawab Rukmana sambil menahan takut.

“Pak? Kapan aku menikahi ibumu!”

Mata Samira mendelik kasar ke arah tiga remaja yang sedang meringkuk ketakutan itu.

“Apa benda itu sebegitu berharganya bagi anda?” Bayu mencoba memberanikan diri bertanya

“Benda itu, berjuta kali lebih berharga daripada nyawamu, anak muda, benda itu adalah pusaka kerajaan kami.”

Bayu memandang kedua rekannya dengan pandangan aneh, kerajaan? Ia seperti memandang janggal dengan kata itu.

“Ada apa anak muda?” geram Samira, “Kenapa wajahmu seperti itu? Kau menganggap bahasa yang aku gunakan ini rendahan?”

Bayu dan rekan-rekannya menunduk gemetaran.

“Mari Dahup, kita selesaikan, kau pegang kuat-kuat bocah ini, aku cabut giginya!”

“Tenanglah, Samira.. ” kata Dahup, “Kau tentu tahu sifat Patih Tarkas yang sangat membenci hal-hal seperti ini, kan?”

“Jangan menceramahi aku, Dahup. Mereka telah menghilangkan kalung Gajahsora, sudah selayaknya mereka diberi hadiah yang setimpal. Dan aku dengan senang hati bersedia memberikannya.. ” kata Samira dengan penuh nafsu.

“Sebaiknya kita bawa bocah-bocah ini kepada yang lainnya, Samira.”

“Apa perlu? Kita berdua saja sudah lebih dari cukup untuk membuat bocah-bocah ini menjadi rempah-rempah!”

“Kalau Gusti Patih dan yang lain melihat kita....”

“Mereka tidak melihat kita!” Potong Samira dengan kesal

 “Kata siapa aku tidak melihat!”

Samira dan Dahup langsung menengok ke sumber suara, begitu pula Bayu dan kedua sahabatnya.

Patih Tarkas, Gama, Tadana, Arni dan semua yang termasuk dalam empat belas petugas rahasia itu muncul tiba-tiba dari asap tebal di arah belakang Samira dan Dahup.

Kontrakan Bayu yang agak sempit kini menjadi sangat penuh dengan kehadiran para pria tambahan dari asap ajaib tadi, tentu saja diiringi raut muka heran dan mulut ternganga dari tiga remaja yang seumur hidup mereka hanya melihat tayangan supranutral dari televisi.

“Kalian terlalu lama dan terlalu repot untuk menyelesaikan urusan yang hanya melibatkan bocah-bocah ini, jadi terpaksa Arni harus membuat kami melakukan atrakasi dengan kabut tebal ini” kata Gama.

“Mereka telah membuat Kalung Gahasora menghilang..” tuding Samira.

“Apakah seperti itu?” Susena coba menyelidik.

“Apa kau pikir aku dan Dahup dari tadi bermain tebak kata di sini?" Samira mendengus kesal, "Bocah-bocah ini harus dihukum..”

“Benar seperti itu, Dahup?” tanya Gama.

“Sebenarnya aku berharap tidak, bocah-bocah ini terlalu lugu untuk membuat kesalahan sebesar itu.”

“Mengapa kalung Gajahsora yang begitu sakti bisa lenyap dengan begitu mudah?” tanya salah satu prajurit.

“Mengapa pertanyaan konyol itu harus kau lontarkan? Kalau kita semua tahu, aku tidak akan serepot ini,” timpal Samira, tampak ialah yang paling kesal,” Berhari-hari mencari, sampai hampir habis nafasku untuk mengejar rusa bersayap, dan sekarang kalung tersebut lenyap. Asal kau tahu, bocah, seumur hidupku, menyentuh benda itupun aku tak pernah. Dan sekarang kalian beraninya menghilangkan pusaka itu!”

Bayu dan kedua sahabatnya hanya diam menahan takut. Mereka bersumpah, tak ada satupun yang mereka mengerti dari perbincangan pria-pria aneh ini.

“Lantas bagaimana?” tanya Susena.

“Apalagi? Kita beri pelajaran yang seberat-beratnya untuk ketiga bocah ini, apalagi yang ini..” Samira menatap Bayu. “Ia yang membuat kita kehilangan pusaka itu, aku yang akan menggantung dia..”

“Samira, sejak kapan Ratu memberimu wewenang untuk memtuskan hal-hal semacam ini?” ucap Patih Tarkas.

“Tapi Gusti, mereka sudah selayaknya dihukum berat....”

“Samira, terus terang, aku benci mengulang kalimatku...”

Samira terdiam. Yang lain juga ikut terdiam. Patih Tarkas adalah salah satu pejabat Danta yang sangat sepuh dan tidak terhitung pengabdiannya untuk kerajaan itu. Jadi tak heran, ia begitu dihormati.

Patih Tarkas mendekati Bayu dan kedua sahabatnya.

“Siapa namamu, Nak?” tanyanya tenang, nada suaranya berat penuh wibawa.

Bayu perlahan mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk ketakutan. Ia lalu menatap Patih Tarkas sebelum akhirnya gantian memandangi dua sahabatnya dengan bingung.

“Kau yang kutanya..” kata Patih Tarkas lagi.

“Ba.... Bayu, Tuan...” Bayu menyahut pelan.

“Dan kalian?”

“Saya Rukmana, dan dia Sutha...” Rukmana berucap perlahan.

“Kalian memiliki nama yang bagus. Namun menghilangkan pusaka kerajaan bukanlah suatu tindakan yang terpuji untuk penyandang nama sebagus nama kalian..” kata Patih Tarkas.

“Kami tidak menghilangkannya. Kalung itu menghilang dengan sendirinya.” Sangkal Rukmana.

“Bicaralah yang sopan pada Gusti Patih, bocah!” bentak salah satu prajurit.

“Tenang prajurit..” cegah Patih Tarkas. “Kita sepenuhnya tidak bisa menyalahkan bocah-bocah ini, mereka hanya anak kecil dari dunia awam yang tidak tahu apa-apa tentang kita, tentang kalung itu, atau tentang masalah yang kita hadapi..”

“Lalu kita biarkan bocah-bocah ini bebas?” tanya Susena

“Kita harus membawanya ke kerajaan Danta..” usul Dirga.

“Bagaimana menurut Gusti?” Gama menatap Patih Tarkas.

Patih Tarkas menatap Bayu dan dua sahabatnya sambil berpikir cukup lama sebelum akhirnya berbicara pelan namun tegas, “Aku tidak ingin mempersulit kalian, Nak. Tapi percayalah, Ratu kami adalah seorang pemimpin yang adil. Kalian harus ikut kami ke kerajaan kami..”

“Ke.... kerajaan anda?” Bayu tergagap

Patih Tarkas mengangguk.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status