Nadia tidur dengan nyenyak, tidak seperti biasanya. Mungkin karena hatinya yang sekarang sudah mulai tenang, daripada hatinya saat dia selalu teraniaya. Bahkan sikap dan sifatnya juga semakin kuat dan berani, dia tidak ingin menjadi wanita yang lemah lagi. Dia ingin menjadi wanita karir yang tidak cengeng dan selalu menangis karena perlakuan oleh orang-orang yang mungkin tidak suka dengan kehadirannya. Nadia bangun tidur pada jam seperti biasanya, dia sudah terbiasa bangun pagi-pagi sekali untuk melanjutkan aktifitas hariannya. Dia bersyukur hari ini, sebab dia masih diberikan kesehatan dan bisa menghirup udara segar di pagi hari.
"Selamat pagi!" sapa Marvel.
Nadia sedang menyiapkan sarapan di atas meja, dia menjawab sapaan Marvel.
"Pagi juga!"
"Masak apa hari ini?" tanya Marvel.
"Masak menu sederhana, menu desa," jawab Nadia dengan meletakkan piring yang dipegang.
"Sherina sudah bangun?" tanya Marvel dan
"Ibu, akhir kamu ke rumah juga. Untuk menjengukku," ucap Sherina saat dia melihat ibu kandungnya berada di teras depan rumah.Ibunya langsung melangkahkan kakinya untuk pergi, namun langkahnya terhenti saat Zacky membantu untuk mengejarnya. Ketika itu Zacky pamit pulang dan sudah selesai mengajar Sherina."Kamu tidak usah pergi dari sini, kasihan Sherina, dia selama ini ingin berjumpa denganmu," ujar Zacky.Ibunya yang diketahui bernama Bela, terhenti sejenak dan berkata."Aku takut jika Marvel marah dan tidak mengizinkan aku bertemu dengan Sherina.""Kamu tidak perlu khawatir, Marvel tidak ada di rumah," ucap Zacky."Ibu...," Sherina memeluk Bela.Bela pun duduk dan kembali mendekap tubuh Sherina."Aku kangen sama Ibu," ucap Sherina."Aku juga kangen sama Sherina, Sherina sehat-sehat saja, kan?" tanya Bela sembari mengelus kepala Sherina."Aku sehat, Bu. Ibu g
Seperti biasanya, Marvel berangkat pagi-pagi ke kantor. Setelah dia sarapan dan memakai kemeja dan jas dengan rapi. Ketika Marvel berangkat, Sherina datang dan tersenyum bahagia."Bu, ayo! Kita sarapan, setelah itu kita jalan-jalan bersama Ibu Bela," ajak Sherina."Wah, pasti Sherina bahagia dan semangat, ya? Tumben, jam segini sudah bangun," tanya Nadia sembari mengoleskan selai coklat."Iya, Bu. Aku hampir tidak bisa tidur tadi malam, tidak sabar menunggu pagi," jawab Sherina sembari meminum susu yang telah disiapkan oleh Nadia.Nadia memberikan roti yang sudah diolesi selai coklat kepada Sherina, dengan semangat dan lahap, Sherina memakan roti itu. Nadia yang memperhatikan wajah Sherina ikut senang, wajah bahagia yang tidak pernah Nadia lihat sebelumnya."Bu, aku sudah sarapan. Aku mau mandi dulu, ya!"Sherina berlari menuju kamar mandi, tanpa mendengarkan perkataan Nadia terlebih dahulu. Nadia bergegas
"Kenapa sebentar sekali, Bu? Aku masih rindu sama Ibu," rengek Sherina. "Maaf, Sherina. Ibu ada kepentingan yang sangat mendadak, jadi Ibu buru-buru," jawab Bela sembari memeluk erat Sherina. "Sherina tidak usah khawatir, besok pasti Bu Bela ke sini lagi. Sherina sebentar lagi kan, harus belajar bersama ustadz Zacky," imbuh Nadia. "Benar ya, Bu. Besok ibu harus ke sini lagi, menemani Sherina...," pinta Sherina. "Iya, Pasti," jawab Bela. "Mbak, aku titip Sherina, ya. Tolong jaga kesehatan dia," Bela memasrahkan Sherina kepada Nadia. "Baik, Mbak," "Aku pamit dulu," ucap Bela. "Iya." Nadia mengambil semua barang belanjaannya di dalam mobil Bela, dia berterimakasih kepada Bela karena telah mengajaknya jalan-jalan. Nadia dan Sherina melambaikan tangan dan melihat mobil Bela berlalu pergi, ada raut wajah sedikit kecewa yang terpancar dari wajah Sherina saat mereka melangkahkan kakinya perlahan masuk ke dal
Dengan rasa kesal yang masih dirasakan oleh Nadia, Nadia terus saja memasak. Sedangkan Sherina juga masih menunggu masakannya benar-benar matang, perut Sherina sebenarnya sudah mulai keroncongan. Namun dia menahannya, dan bersabar menunggu masakan siap untuk dihidangkan."Makanan siap!" ucap Nadia saat masakannya sudah benar-benar matang."Akhirnya, bisa makan juga," ucap Sherina.Mereka berdua pun menyajikan masakan mereka di atas meja makan, setelah semua tertata rapi, Sherina mengajak ayahnya untuk ikut bergabung dengan mereka. Sherina berjalan menuju ke kamar Marvel, dan berkata."Ayah, ayo! Makan bersama."Lagi-lagi Marvel tidak menjawab Sherina, Marvel memilih untuk tetap fokus di depan laptopnya. Sherina yang melihat ayahnya masih sibuk, dia memutuskan untuk kembali ke meja makan."Dimana, ayah?" tanya Nadia."Ayah masih sibuk dengan laptopnya, Bu," jawab Sherina."Ya sudah, kita makan berdua saja. Nanti kalau ayah lapar
Sudah hampir tiga hari Nadia dan Marvel saling diam dan tidak mau berbicara, meskipun serumah mereka bagaikan orang asing yang tidak saling kenal. Seolah-olah ada perang dingin antara ke duanya, Nadia yang belajar untuk teguh dengan pendiriannya. Sedangkan Marvel juga tidak bisa menurunkan egonya, mereka berdua terkadang kesulitan saat mereka bertatap muka. Terasa ada hal yang aneh, canggung dan lain sebagainya."Bu, Ibu lagi marahan sama ayah?" tanya Sherina."Tidak, Sherina. Ibu dan ayah baik-baik saja, memang kenapa?" tanya Nadia."Kelihatannya, ayah dan Ibu lagi marahan. Buktinya, sudah lama aku tidak melihat ayah dan Ibu bertegur sapa," jawab Sherina."Itu mungkin firasatmu saja," ucap Nadia sembari mengelus-elus rambut Sherina yang lagi tiduran di pangkuannya."Mungkin saja, Ibu. Tapi aku berpikir sepertinya ayah dan Ibu sudah lama tidak bertegur sapa," lirih Sherina."Kamu tidak perlu memikirkan semuanya, Sherina. Ibu dan ayah h
"Ayo! Cepat, Bu! Ibu harus tidur bersama Ayah." Sherina menarik tangan Nadia ke depan pintu kamar Marvel. "Sini, Ayah!" Panggil Sherina saat Marvel berada tepat di belakangnya. "Makan malam kita kan, sudah. Jadi sudah waktunya untuk tidur, tapi Sherina benar-benar ingin Ayah dan Ibu bisa tidur sekamar seperti Bu Bela dan Ayah dulu," ucap Sherina dengan penuh harapan. Sedangkan Nadia dan Marvel hanya diam mematung, tanpa berkata sepatah kata apapun. "Ayah dan Ibu kenapa diam saja? Kalau kalian diam, berati kalian setuju, kan?" tanya Sherina. Namun tetap saja, Marvel dan Nadia masih saling menatap dan tidak tahu harus berbuat apa. "Kalau kalian tidak mau, aku ngambek nih!" kata Sherina. Dengan sangat terpaksa, Nadia dan Marvel menganggukkan kepalanya dan menyetujui permintaan Sherina. "Asik...." Sherina melompat-lompat kegirangan, lantas dia mendorong Marvel dan Nadia masuk ke dalam kamar Marvel dan segera menutup pintunya. Sherina berlalu
"Aku hanya menjalankan tugasku, sebab aku sendiri juga merasakan kehilangan seorang ibu. Itupun aku tidak mungkin bisa bertemu dengannya lagi, karena duniaku dan dunia ibuku sudah berbeda," ujar Nadia haru. "Maaf, aku tidak bermaksud untuk membuat mu teringat akan ibumu," ucap Marvel dengan wajah yang bersimpati. Mereka berdua semakin akrab dan saling berbagi cerita, seakan mereka menjadi seorang sahabat sekarang. "Aku mau tanya boleh?" tanya Nadia. "Tanya apa?" jawab Marvel. "Tapi, kamu tidak boleh marah ya!" ujar Nadia. "Iya." Nadia masih berpikir kembali, bagaimana cara menanyakan hal pribadi tentang Marvel dan juga Bela. Tanpa harus memicu kemarahan Marvel, Nadia juga tidak ingin bertengkar dengannya. "Kamu mau tanya apa?" tanya Marvel. "Tidak jadi," jawab Nadia. Nadia mengurungkan niatnya untuk menanyakan tentang masa lalu Marvel, dia juga teringat bahwa sebelumnya dia sudah pernah menanyakann
"Pagi, Ayah, Ibu!" sapa Sherina saat dia melihat Marvel dan Nadia di meja makan. "Pagi!" jawab Nadia dan Marvel bersama-sama. "Tumben, sudah bangun jam segini!" tanya Nadia. "Iya, Bu. Aku penasaran melihat Ayah dan Ibu," jawab Sherina. Nadia dan Marvel melongo, mereka belum paham maksud perkataan Sherina. "Maksudnya?" tanya Nadia saat dia tidak mendapatkan jawaban. "Iya, aku penasaran sama wajah Ayah dan Ibu yang bahagia. Tadi malam kan, Ayah dan Ibu tidur berdua di kamar," jawab Sherina. "Kamu masih kecil, Sherina. Tidak pantas kalau kamu berbicara seperti itu," ucap Marvel. "Tapi memang benar, Ayah. Soalnya Sherina sendiri bahagia, bahkan aku tidurnya tidak nyenyak. Nanti malam, aku ingin tidur bersama Ayah dan Ibu," ucap Sherina. Nadia dan Marvel kembali tertegun, permintaan Sherina semakin ke sini semakin aneh-aneh saja. "Boleh kan, Ayah!?" rengek Sherina. Tidak ada yang dapat dilakukan