Hari ini Jovanka akan bertemu dengan Pria yang menikah dengannya dua hari lagi. Gadis itu bersiap-siap di ruang rawat adiknya, karna gadis itu memang sudah membawa keperluannya kerumah sakit.
Dengan penampilan nya yang sederhana Jovanka tetap terlihat memukau. Memakai dress polos berwarna biru muda dan tanpa polesan make-up. "Semoga saja dia tidak terkejut melihat penampilan ku yang jauh dari kata mewah." Gumam Jovanka sembari menghela nafas pelan. Netra mata indah itu menatap ke arah ranjang dimana adiknya masih belum sadarkan diri. Jovanka melangkah mendekati brankar rumah sakit itu menatap intens adiknya. "Kakak pergi dulu sayang, cepatlah sembuh agar bisa kembali beraktivitas." Ucap Jovanka pelan, gadis itu mendekatkan wajah dan mengecup kening adiknya. Jovanka kembali menegakkan tubuh nya dan melangkah menjauh mengambil tasnya yang berada di atas nakas lalu pergi dari sana. ****** Dua puluh menit di perjalanan dengan menggunakan Bus umum, Jovanka tiba di sebuah restoran dan diarahkan masuk ke salah satu ruang VIP. Ternyata disana belum ada siapa-siapa, mungkin Pria yang akan menikah dengannya belum sampai. Jovanka mendudukkan bokong nya disana sembari menatap sekeliling ruangan tersebut. "Ternyata begini cara orang kaya hidup, andai Mama dan Papa masih ada pasti aku juga akan merasakan hal seperti ini." Gumam gadis itu menarik nafas nya dalam-dalam. Tak berselang lama pintu ruangan itu terbuka sontak membuat Jovanka berdiri menegakkan badan nya. Netra matanya menatap kearah dua orang Pria yang baru saja datang. Satunya duduk di kursi roda dan yang satunya lagi berdiri tepat dibelakang kursi roda. "Selamat datang, T-tuan." Sapa Jovanka gugup. Terlebih tatapan mata tajam yang dilontarkan Pria itu kepadanya. Jonas memberi kode agar asisten nya itu keluar meninggalkan mereka berdua disana. Dan kini hanya tinggal mereka saja dengan duduk saling berhadapan hanya di batasi meja persegi. Sudah beberapa menit berlalu namun Jonas masih saja terdiam membuat Jovanka cemas. Akankah dia ditolak dan pengobatan adiknya akan di cabut, sungguh ia tak ingin hal itu terjadi. "Tuan." Jovanka memberanikan diri membuka suara terlebih dahulu. "Berapa banyak uang yang diberikan Daddy-ku untukmu?" Pertanyaan itu mampu membuat perasaan Jovanka terluka. Namun ia tak dapat melakukan apapun, lagi-lagi demi adiknya. Gadis itu hanya menundukkan kepala nya tak berani menatap wajah Jonas yang terlihat tak menyukai dirinya. "Kenapa kau diam saja? Berapa banyak uang yang diberikan pada mu, aku akan memberikan mu lebih banyak karna aku sama sekali tak ingin menikahi gadis seperti mu!" Tukas Pria itu dengan nada dingin. Jovanka memberanikan diri mengangkat wajah nya dan menatap Jonas dengan tatapan berkaca-kaca. "Ada apa? apa kau terluka mendengar nya hmm? Katakan saja karna kau akan mendapat banyak keuntungan!" Seru Jonas lagi tanpa peduli perasaan gadis yang di hadapan nya itu terluka. Padahal kemarin ia sudah menerima permintaan orangtua nya, namun entah kenapa jadi seperti ini. "Tuan aku hanya menerima pengobatan untuk adikku, selain itu aku tak menginginkan apapun." Ucap Jovanka dengan suara lirih. "Cih aku sama sekali tak yakin dengan yang kau katakan, kau pasti menerima uang yang lain kan?" "Sama sekali tidak ada tuan, Tuan David hanya menjanjikan pengobatan dan tempat tinggal untuk adikku saat ia sembuh. Tidak ada hal lain, anda harus percaya Tuan." Ujar Jovanka tak sadar air matanya mengalir. Jonas yang melihat itu pun dibuat tak tega, bukankah dia sudah mengetahui alasan dibalik Jovanka menerima tawaran Daddy-nya. Tapi kenapa harus bertanya lagi, Jonas menarik nafas nya dalam-dalam dan menatap lekat wajah gadis yang di hadapannya ini. Harus ia akui jika gadis yang dihadapan nya memang sangat cantik dan menarik. Tapi tetap saja tak mampu menggetarkan hati nya. "Aku sudah pernah menikah sebelumnya." Jovanka kembali menatap ke arah Jonas dengan mengerjapkan mata nya berulang kali. "Jujur saja aku tak ingin menikah lagi dengan siapapun. Karena hingga saat ini yang ada dihatiku hanya istriku, ah bisa dikatakan mantan istri." Ujar Jonas tatapan mengarah pada Jovanka. Jovanka tak tau harus bereaksi seperti apa, karena David sendiri tak ada mengatakan hal ini sebelumnya. Tapi tunggu, bukankah mau pernah menikah atau tidak tak ada pengaruhnya bagi dirinya sendiri. Lagipula setelah Pria ini sembuh dari kelumpuhan nya ia bisa kembali hidup bebas. "Apa kau bersedia dengan hal itu Nona Jovanka?" Tanya Jonas dengan menekan kata terakhirnya. "Saya, saya bersedia Tuan." Ucap Jovanka dengan gugup. Jonas mengangguk anggukan kepalanya sembari mengetuk meja dengan punggung jarinya. Tak berselang lama Pria itu kembali berucap. "Baik, aku juga akan membuat kontrak perjanjian denganmu. Kau bisa membaca nya terlebih dahulu." Jonas menyodorkan beberapa lembar kertas di hadapan Jovanka. Tatapan gadis itu beralih dari wajah Jonas ke arah berkas tersebut. Dalam hatinya bertanya-tanya apalagi yang akan ia setujui demi adiknya itu. Tangan nya terulur membuka lembaran demi lembaran dan membaca nya dengan seksama. Sama seperti halnya kontrak perjanjian dengan David, didalam perjanjian itu pun ada beberapa yang menguntungkan baginya. "Saya bersedia Tuan, dan saya tidak akan meminta hak apapun itu." Ucap Jovanka dengan yakin. "Keputusan yang bagus," Ucap Jonas dengan anggukan kepala. "Dan ya, cukup panggil namaku saja tanpa ada embel-embel Tuan." Ujar Pria itu lagi. "Aku mengerti." Balas Jovanka dengan mengulas senyuman manis, senyuman itu mampu membuat Jonas berdehem berulang kali dan mengelus tengkuknya. ***** Walaupun Jonas tampak mengerikan dan ketus, tapi pria itu cukup baik. Ia bahkan menawarkan tumpanga untuk Jovanka pulang, walaupun sikapnya masih dingin. Siang ini, Jovanka mengunjungi ruang rawat adiknya lagi. Dan begitu membuka ruangan tersebut netra mata nya tertuju pada sosok yang sudah membuka kedua matanya. Dengan tatapan mata yang berkaca-kaca, Jovanka melangkah cepat dan langsung memeluk adiknya. "Kau sudah sadar sayang, kakak sangat takut saat melihatmu tak sadarkan diri" Air mata pun tak dapat di bendung lagi. "Aku minta maaf kak, aku memang selalu menyusahkan kakak." Ucap pria remaja itu dengan perasaan bersalah. Jovanka mengurai pelukan nya dan menatap lekat wajah adiknya yang masih tampak pucat. " Jangan katakan hal seperti itu, kakak sama sekali tak masalah. Kau adalah satu-satunya keluarga yang kakak miliki. Dan berjanjilah untuk segera sembuh, hanya itu yang kakak mau Gabriel." Ucap Jovanka dengan tatapan sendu. "Aku berjanji kak, aku berjanji. Terimakasih sudah selalu ada untukku." Kedua nya kembali saling berpelukan. Tak bosan-bosannya Gabriel terus mengucapkan terimakasih pada kakak nya itu. Karena baginya Jovanka adalah sosok Malaikat yang berwujud manusia dan diciptakan untuk dirinya."Maaf Jovan, aku tak jadi menjemputmu," ucap Jonas berusaha tersenyum, pria itu baru saja kembali setelah selesai makan malam.Jovanka yang mendengar perkataan suami nya pun mengulas senyum manis dan mendekati pria itu."Tak apa Jonas, kau sudah makan malam? kalau belum aku panaskan makanan untukmu," tanya Jovanka dengan nada lembut."Aku sudah makan, sebaiknya kita kekamar saja aku sudah mengantuk," ujar Jonas yang diangguki oleh Jovanka.Jonas merengkuh pinggang istrinya dari samping, menaiki lift agar lebih cepat sampai dilantai kamar mereka. Begitu sampai dikamarnya, Jonas masuk kedalam kamar mandi, dan Jovanka pun ke walk in closet mengambil pakaian ganti untuk suaminya, membawanya keluar meletakkan diatas ranjang.Tak berselang lama pintu kamar mandi terbuka."Terimakasih Jovan," hal yang tak pernah dilupakan oleh pria itu sejak beberapa bulan hubungan mereka terjalin baik.Jovanka hanya membalas nya dengan senyum serta anggukan samar. Turut membantu suaminya menautkan kancing
"Ayolah Mom,,, kenapa harus pergi lagi sih," Jovanka merengek pada Delisa yang sudah empat bulan lamanya kembali dari luar negeri, kali ini wanita itu akan pergi lagi. "Sayang,,, Mom percayakan Jonas sama kamu, Mom juga berharap kalian selalu bahagia walau Mom dan David tak ada disini," ujar Delisa mengelus lembut wajah menantunya. Jovanka yang mendengar itu pun tetap memasang wajah sedih dan murung, beberapa bulan bersama Delisa sejak hubungan nya membaik dengan Jonas adalah hal yang membahagiakan. Delisa semakin memberikan kasih sayang yang sudah lama tak ia dapatkan, tak jauh berbeda Jovanka pun semakin dekat dengan David. Tapi kini wanita itu akan kembali pergi bersama ayah mertuanya dan memilih tinggal diluar negeri dalam waktu yang cukup lama. "Mom,, aku akan terus bersama Jonas, tapi jangan terlalu lama disana Mom, kami juga membutuhkan kalian disini," ucap Jovanka tetap memasang wajah sedihnya. "Kalian bisa berkunjung kesana sayang, Mom sudah lama ingin menghabiskan
Dibelahan bumi lainnya, seorang wanita dengan tatapan mata yang tajam menatap selembar foto yang berisikan foto seseorang. Tak ada raut wajah bahagia, yang ada hanya tatapan kebencian yang tak tau darimana asal nya. "Aku akan mengambil kembali apa yang sudah menjadi milikku," ucapnya bergumam tanpa mengalihkan pandangan dari foto yang dipegangnya. Wanita itu tersentak kala pintu kamar dibuka dari luar, buru-buru memasukkan selembar foto itu kedalam laci nakas samping ranjang. "Apa yang sedang kau lakukan?" tanya seorang pria dengan tatapan menyelidik. "Tak ada, aku hanya merasa bosan," jawab wanita itu tersenyum manis, berdiri dari duduk nya dan mengecup bibir pria yang ada dihadapan nya. "Kau tak merencanakan sesuatu kan?" tanya pria itu dengan tatapan memicing, sehingga membuat wanita itu menghela nafas berat. "Dengar Gelya, jangan sekalipun merencanakan sesuatu dibelakangku, jika tidak kau akan tau akibat nya," ucap pria itu menarik ujung dagu wanita bernama Gelya itu
"Jovan," panggil Jonas pada sang istri yang sedang berkutat di depan meja rias. Jovanka menoleh dengan mengulas senyum dan bertanya."Kau butuh sesuatu Jonas?""Tidak, kau sudah selesai? jika sudah kemarilah, ada yang ingin aku perlihatkan padamu," ujar Jonas yang di angguki oleh Jovanka."Sebentar, Ok," Jonas mengangguk mendengar balasan dari sang istri. Jovanka melakukan kegiatan skincare routine, begitu selesai wanita itu langsung menghampiri suami nya naik ke atas ranjang.Jonas membuka laci nakas yang berada di samping ranjang, mengambil map berwarna coklat dari dalam sana dan memberikan nya pada Jovanka.Jovanka tak melakukan apapun hanya menatap pada suami nya dan map itu bergantian. Yang berada di dalam otak mungil nya saat ini, jika map itu berisikan surat perceraian nya dan Jonas."Jonas, i-ini apa?" tanya Jovanka tergagap menarik nafas dalam-dalam."sesuatu dari bagian yang kau inginkan, kau harus membuka nya sendiri," jawab Jonas, mau tak mau pun Jovanka mengambil map ter
[Halo Nak~] Suara lembut mendayu itu begitu nyaman di dengar oleh Jonas dan Jovanka, begitu pula dengan senyuman bahagia di wajah Delisa di layar ponsel tersebut. "Halo Mom, Mom apa kabar? semuanya baik-baik saja kan?" Tanya Jonas menatap lekat wajah sang Mommy yang ada di layar tersebut. [Mom sehat Nak, semuanya baik-baik saja. Bagaimana keadaan kalian disana, kau bahagia sayang?] Pertanyaan itu ditujukan Delisa untuk menantunya yang terlihat di layar ponsel nya juga. "Vanka bahagia Mom," jawab Jovanka dengan mengulas senyum lebar. "Dia pasti bahagia Mom, dan lagi dia itu merindukanmu makanya aku menghubungi mu," imbuh Jonas yang mendapatkan tatapan memicing dari sang Mommy. [Oh jadi kalau bukan karna menantu Mom, kau tak akan menghubungi Mom begitu. Kau benar-benar ingin jadi anak durkaha!] Seru Delisa yang dibalas kekehan oleh Davin. "Bukan seperti itu Mom, akhir-akhir ini aku sangat sibuk dengan urusan kantor. Dan lagi sekarang Jovan juga ikut bersamaku ke perusahaan,"
"Kau dengarkan kata Dokter tadi, kau akan segera sembuh. Tapi kau juga harus tetap berlatih dan aku akan selalu membantumu Jonas." Jovanka mengatakan hal tersebut setelah mereka bertemu dengan Dokter yang menangani Jonas. Mereka pergi memeriksa keadaan Jonas sekaligus melakukan terapi agar kaki pria itu kembali sembuh. Kenyataan nya selama ini Pria itu hanya berlarut dalam kesedihan nya sehingga tak memiliki semangat untuk sembuh. Namun kini semenjak kehadiran Jovanka, Ia ingin segera berjalan kembali. Terlebih orang tuanya tak berada bersama mereka, Jonas berfikir tak seharusnya ia terus menerus merepotkan istri nya. Jonas pun ingin membangun kehidupan baru bersama istri nya itu. "Ya ya aku mengerti Jovan, terimakasih selalu ada untukku." Ucap pria itu dengan mengelus pipi sang istri. "Sudah jadi kewajiban ku Jonas, sekarang kita akan kemana? ke kantor atau pulang dulu?" Tanya wanita itu menatap sang suami. "Kita kembali saja, hari ini kita tak perlu ke kantor. Lagipula ak