Sejak kejadian itu Mayang bukan lagi Mayang yang dulu, dia berbeda. Banyak sudah nama yang terdaftar sebagai mantan pacarnya, bukan kaleng-kaleng bahkan kebanyakan dari keluarga kaya dan cukup terkenal di sekolahnya. Selain pacar juga banyak barang yang didapat dari kegemaran barunya itu. Mayang benar-benar merubah hidupnya saat ini. Dia tidak ingin lagi menjadi Mayang yang dulu.
Tanpa sepengetahuan Eric, dia juga sering meminum alkohol berkadar rendah yang bisa dibeli di indom**t, hanya untuk menenangkan kegundahan hatinya. Dia juga menyembunyikan semua hubungan dengan mantan-mantannya dari Eric karena tidak ingin ribut dengan Eric.
Sebenarnya Mayang ingin membeli minuman dingin waktu itu, namun Mayang tidak sengaja membaca kaleng minuman yang namanya mampu menarik perhatiannya, dan membuatnya ingin mencobanya. Entahlah, mungkin dua atau tiga kaleng tidak akan berpengaruh terhadap kesehatannya. Mayang hanya ingin ketenangan di dalam hidupnya, melupakan sakit yang ditorehkan oleh bapaknya, dan mencoba menerima kenyataan hidupnya yang pahit ini.
Hari ini mungkin adalah hari sial bagi Mayang, saat dia berada di Toko Oen untuk menyantap es krim kesukaannya dengan Ilham, pacar barunya, ternyata Eric juga ke sini untuk membelikan roti kesukaan ibunya.
Mereka bertemu pandang, Mayang bergeming dan Eric menatapnya seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Kamu suka Mayang?" tanya Ilham, tetapi tidak ada jawaban. "Mayang?!" panggilnya sambil mengguncang pelan pundak Mayang.
“Iya Ilham, maaf aku sedang banyak pikiran saat ini." jawabnya sambil menunduk.
Eric yang melihat pemandangan itu mempercepat acara jual belinya dan segera meninggalkan tempat itu.
~~~
Sudah tiga hari Eric tidak masuk sekolah dan itu mengganggu pikiran Mayang. Dia pun berencana mengunjungi rumahnya sepulang sekolah nanti, jangan lupa mereka bersahabat sejak SMP.
~
"Selamat sore, Tante, Eric di rumah?" tanya Mayang kepada Sarah, bunda Eric.
"Sore, Cantik," sapa Sarah, "Eric sedang tidak enak badan dia ada di kamarnya. Masuk Sayang, akan Tante panggilkan sebentar." imbuhnya.
"Hai, Eric." sapa Mayang saat melihat Eric turun dari lantai dua rumahnya dan mendekatinya.
"Kamu salah alamat Mayang?" tanya Eric sinis.
"Kamu sudah tiga hari tidak masuk sekolah, aku membawakan buku pelajaran dan buah agar cepat sembuh, kata bunda kamu sakit." jawab Mayang hati-hati.
“Jangan sebut wanitaku dengan nama Bunda." Eric mendaratkan bokongnya di kursi yang agak menjauh dari Mayang dan tanpa menatapnya.
"Maaf kan aku Eric." kata Mayang, dia cukup tahu apa kesalahannya.
"Sudah tidak penting lagi." kata Eric cuek.
“Mereka hanya mainan Eric." terang Mayang.
“Sama sepertiku yang hanya mainanmu?" tatapan tajam Eric seperti ingin membunuh Mayang saat itu juga.
"Bukan Eric, aku hanya--"
"Cukup!! Pulanglah, aku tidak mau kamu melihat kemarahanku." kata Eric sambil berdiri dari duduknya.
"Maafkan aku Eric." sesal Mayang.
“Pulanglah!" tegas Eric dan langsung meninggalkan Mayang sendirian di ruang tamu.
Mau tak mau Mayang pun pulang, karena tidak mungkin Eric akan menemuinya lagi setelah melihat kemarahannya tadi.
~~~
Hari cepat berlalu meski pun tanpa hubungan hangat antara Eric dan Mayang. Tidak ada di antara mereka berdua yang ingin mengalah lebih dulu, masing-masing tetap dengan keangkuhannya.
Jam istirahat telah tiba Mayang ingin ke kantin untuk membeli snack, tetapi dia tidak sengaja melihat dua sejoli yang sedang asyik mengobrol di bangku taman dekat kantin.
Nyeri.
Sebelumnya dia tidak pernah seperti ini, saat dia memutuskan semua pacarnya dulu rasanya sangat bangga dan puas. Bukan hanya lelaki seperti bapaknya saja yang bisa menyakiti wanita, dia juga bisa menyakiti hati banyak pria dan itu sangat menyenangkan. Tapi saat melihat Eric bercanda dengan siswi lain kenapa rasanya sesakit ini.
Mata mereka tidak sengaja bertemu, cukup lama.
Meski pun siswi itu mengajak Eric berbicara, Eric tidak terlihat menjawab satu kalimat pun yang keluar dari mulut siswi itu.
Mayang terpaku di tempatnya menikmati keterkejutannya.
Eric memajukan wajahnya ke siswi itu, meski pun tidak terlalu dekat tetapi Mayang bisa menebak bahwa Eric mencium bibir siswi itu, karena mereka berada diposisi itu cukup lama.
Eric melakukannya di depan Mayang dengan mata yang masih tertuju kepadanya. Mayang diam membatu. Meski rasanya sangat sakit Mayang tetap melihat Eric yang sedang bergerilya di sana. Melihat tangannya yang mulai menjamah nakal dada siswi itu. Dilihatnya siswi itu meremas rok seragam yang dikenakannya seakan sangat menikmati permainan yang dilakukan Eric.
Entah berapa detik berlalu yang terasa begitu lama. Setelah adegan itu selesai Mayang berpaling, meninggalkan tempat itu dan kembali ke kelasnya.
Mayang berkali-kali mengatakan kepada dirinya sendiri, dia bukanlah pengecut. Tidak mungkin dia membolos sekolah hanya karena melihat kejadian menjijikkan barusan. Dia bukan orang selemah itu.
~
Satu kelas dengan Eric memang cukup menyiksa Mayang. Setelah bel tanda jam pulang telah tiba, Mayang segera merapikan perlengkapan sekolahnya dan keluar dari kelas itu.
Sungguh beruntung karena ada angkot di depan gerbang sekarang. Mayang segera menaikinya agar cepat sampai ke rumah.
Saat melewati indom^^t Mayang langsung terpikir untuk membeli minuman kesukaannya, akan melegakan jika dia bisa melupakan kejadian tadi. Tidak mungkin dia akan mengabaikan itu begitu saja, hatinya sangat sakit, dan itu benar adanya.
~
Setelah berganti baju, Mayang segera memasak mi instan yang dibelinya. Memakannya dalam keadaan panas agar cepat mengisi perutnya yang kosong sejak tadi. Setelah menghabiskan semangkuk mi yang terasa cukup pedas dan mampu membuat perutnya panas, Mayang segera masuk ke kamarnya dan mulai membuka satu kaleng minuman yang bisa membuatnya tenang itu.
Seteguk demi seteguk Mayang menikmati sensasi yang membakar tenggorokannya, menyesapnya dan menikmatinya. Mayang tertawa, hidupnya sangat lah lucu. Kenapa hisupnya bisa selucu ini, seperti permainan yang sebenarnya dia sangat malas berperan di dalamnya.
Dua kaleng kosong yang isinya sudah berpindah ke perutnya itu, dilemparnya ke bawah kolong ranjangnya. Bersama dengan beberapa kaleng yang entah sudah ada berapa dan sejak kapan. Mayang tidak ingin terlalu memikirkannya. Lebih baik dia tidur sekarang, itu akan lebih bisa membuat otaknya segar kembali.
“Nduk? Sudah makan?” teriak ibu Mayang yang baru pulang dari pasar. Marco memang menepati janjinya, Marco mencarikan lapak di pasar besar Malang untuk ibunya waktu itu, sehari setelah mereka jadian.
“Sudah Bu, aku gak enak badan, mau bobok bentar.” jawab Mayang tetap dengan posisi rebahannya. Sungguh Mayang hanya ingin tidur saat ini, melupakan apa yang terjadi tanpa diganggu apa pun, termasuk juga dengan ibunya.
“Kalo butuh apa-apa panggil ibu, nanti ibu bantu. Apa sudah minum obat?” tanya ibu Mayang.
“Sudah Bu, aku tidur dulu.” jawab Mayang malas.
Arum sudah berumur tiga tahun sekarang. Tapi baik Banyu maupun Mayang masih saja tetap menawan.Banyu dengan tubuhnya yang tetap seksi dan menggoda, serta Mayang yang lebih berisi namun semakin membuatnya terlihat lebih segar sekarang.“Ayo, Sayang ... habiskan makananmu ... .” Mayang terus mengejar Arum dengan membawa sendok di tangan kanannya dan piring di tangan kiri yang berisi nasi yang tinggal sedikit dengan lauk sop brokoli plus bakso itu, memang Mayang masih menyuapi kesayangannya sekarang.“Kejal, Ma. Kejal telus.” Arum masih saja berlari sambil tertawa sampai ke dalam ruang kerja papanya, Banyu, dan mengagetkan Banyu yang masih fokus dengan pekerjaannya.Banyu segera meninggalkan meja kerjanya dan menunduk karena Arum bersembunyi di bawah mejanya sambil mengacungkan jari telunjuknya dan ditempelkan di depan bibirnya yang mengerucut. “Kenapa, Gadis Manis?”
“Selamat pagi, Nona Mayang. Senang melihatmu setelah sekian lama berkelana di Bali.”Deg.“Masih pagi.” Banyu memperingatkan karena tidak ingin mendengar perdebatan saat sedang sarapan seperti saat ini.“Hey ... Siska.” sapa Mayang, meski sedikit canggung karena merasa Siska mengetahui tentangnya yang kabur bersama Eric.Siska tidak menjawab sapaan Mayang. Dia jengkel karena merasa Mayang telah mempermainkan bosnya. “Barang yang datang sudah aku kirim semalam. Tinggal satu paket lagi, milik MK, Ngunut.” Siska meraih roti gandum di atas meja dan memberinya selai stroberi lalu melahapnya.“Bagus. Aku akan mengambil uangnya setelah ini, dan saat aku kembali kamu kirimkan.” Banyu mempercepat sarapannya dan segera bersiap berangkat sekarang.Mayang yang merasa obrolan Banyu dan Siska ambigu tidak berani b
Eric menghentikan kegiatannya saat melihat wanita yang dicintainya malah menangis tersedu sekarang. Diraihnya tubuh bergetar itu dan membawanya ke dalam pelukannya. “Hey ... maafkan aku, harusnya aku mengajakmu menikah lebih dulu, bukan malah seperti ini. Maafkan aku, May.” dielusnya punggung bergetar itu dan sesekali mencium puncak kepalanya.Mayang hanya diam tidak ingin menjawab apa pun sekarang. Bahkan mendengar sebuah pernikahan saja, seakan menampar dirinya sendiri, betapa telah begitu hina dirinya saat ini.Tidak ingin keadaan ini terus berlanjut, Mayang mengurai pelukan itu, menyeka air matanya, dan menatap Eric setelahnya, “Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu, tapi aku ingin kamu menjawab semuanya dengan jujur.”Eric mengangguk, “Ya. Aku akan menjawabnya dengan jujur.” perasaan Eric menjadi tidak nyaman, sepertinya Mayang akan menanyainya sebuah kebenaran yang telah lama disem
“Terima kasih, Pak, Bu.”Tak ada lagi yang terdengar setelah itu, selain isak tangis dari seorang ibu yang sedang meratapi putri tunggalnya saja.“Apa salah anakku? Kenapa kamu tega melakukan semua ini terhadap anakku?” meski seseorang tetap menguatkan dan menyuruhnya untuk bersabar, tetap saja, dia sedang membutuhkan sebuah penjelasan sekarang.“Bapak ... tidak ... tahu ... kenapa ... kamu ... melakukan ... ini, bahkan ... saat ... orang ... suruhanmu ... mengajak ... bapak ... pergi ... waktu ... itu, bapak ... tetap ... mendukungmu, meski ... itu ... sangat ... tidak ... benar.” tidak ingin terpancing emosi, bapak Mayang hanya bisa menarik napasnya berkali-kali agar pikirannya tetap tenang.“Saya hanya ingin Mayang lebih mengenal hatinya saja, saya tidak ingin Mayang menerima saya karena terpaksa saja, saya ingin bersama Mayang jika memang dia benar-benar
“Hahahahahaha.” Eric terbahak mendengar ucapan Banyu yang baru saja terlontar dari mulutnya itu, “Bagaimana jika Mayang mendengar ini, pasti dia akan menyukainya.”“Hahahahahaha.” berganti Banyu yang terbahak sekarang, “Lakukan saja sesukamu.”“Bos?” Siska menoleh ke Banyu, dan Banyu mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar Siska diam dan tidak ikut campur sekarang.“Ya ... aku akan melakukannya setelah bertemu dengannya nanti.” Eric sangat bahagia mengetahui kenyataan yang baru saja didapatnya.“Duduklah, aku yakin bukan hanya itu tujuanmu, sampai kau rela datang ke tempat yang sejauh ini.” Banyu mengambil gelasnya lagi dan meminum isinya.“Aku akan membawa Mayang pergi dan menikahinya, ayahku sudah meninggal dan tidak ada lagi alasan untuknya tidak menerimaku.” Eric mengatakannya de
Mayang baru saja menyelesaikan sarapannya dengan Banyu di kamarnya. Untung saja tadi Mayang mengambil nasi goreng cukup banyak, jadi perutnya yang keroncongan itu bisa terisi dengan cukup meski makan sepiring berdua bersama Banyu.Tok. Tok. Tok.Mayang segera menaruh piring kosong yang dipegangnya di atas nakas, dan segera membuka pintu kamarnya setelah mendengar ketukan di pintu kamar itu, “Ya?”“Nduk, ibu mau pulang sekarang.” kata ibu Mayang dengan wajah yang cukup panik.“Kenapa, Bu ... kok buru-buru?” Mayang penasaran karena ibunya sangat panik saat ini.“Nak Eric, Nduk. Nak Eric.”Deg.Rasanya seperti tersambar petir, meski belum tahu apa yang akan dibicarakan ibunya, tubuh Mayang sudah bergetar sekarang, “Kenapa Bu sama Eric?”Ibu Mayang hanya menangis