Share

TAWANAN CINTA TUAN CEO
TAWANAN CINTA TUAN CEO
Author: Titisan Tinta

Bab 1 Tujuh Tahun Yang Lalu

Karina memijat pelipisnya yang mulai berdenyut, ia berkali kali mengotak atik layar ponselnya guna mencari pembahasan untuk presentasinya besok. Ia makin pusing saat harus menerima fakta mengerikan tentang dirinya yang berpasangan dengan musuh bebuyutannya.

Gadis itu melirik sedikit ke arah Marcel, namun langsung dialihkan lagi ke lain arah saat Marcel sadar, "Apa lo liatin gue!?" ketus Karina sambil memalingkan wajahnya.

Marcel yang sadar jika sedari tadi Karina lah yang lebih dulu menatapnya ikut berbicara, "Siapa juga yang mau liatin singa galak kayak lo? Jangan ngarep deh, Rin."

Karina hanya mampu memasang wajah cemberut. Ia kembali menatap layar ponselnya, namun bukan lagi mencari topik untuk presentasi besok, melainkan jam digital di layar ponselnya.

Tidak disangka jika jam kosong akan berlangsung sampai jam pulang. Karena itu juga, Karina menatap lekat ponselnya sambil berhitung mundur 3, 2, 1.

Bel pulang pun berbunyi tak lama kemudian. Dengan malas, Karina membereskan buku-buku nya dan bangkit dari duduk. Karina, Nita, juga Qiandra berjalan menuju ambang pintu.

Karina terdiam saat sudah sampai di ujung pintu, kepalanya menoleh ke belakang, "Lo, Marcel, Gue tunggu sekarang di parkiran, awas kalo kabur dan gak ngerjain tugas, gue cekik leher lo!" ancam Karina.

Setelah mengatakannya, gadis cantik itu kembali berjalan. Sedang Marcel dan teman-temannya yang lain hanya bisa mengedipkan matanya kaget. "Galak bener, Sel. Yakin kuat?" tanya Renaldi.

"Kuat lah! Lo pada pikir gue takut sama tuh cewek? Dah lah, gue cabut duluan!" ucap Marcel sambil berlalu meninggalkan yang lainnya.

Marcel berjalan menelusuri koridor yang masih ramai. Ia sedikit berlari saat tiba di lapangan dan mendapat tatapan maut dari teman perempuannya itu. Sekedar informasi, jarak lapangan sekolah dan parkiran motor cukup dekat. Maka dari itu, Marcel bisa lihat dengan jelas tatapan Karina walau kondisi saat itu memang sedang ramai.

"Ngeri banget tuh cewek. Biasa aja kali lihatnya, kan lama lama merinding juga," gumam Marcel pada dirinya sendiri.

Beberapa langkah sebelum menghampiri Karina, Marcel mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan pada salah satu kontaknya. Marcel menuliskan pesan. "Bakalan telat, pulang duluan aja".

Setelah tiba di hadapan motornya, Marcel langsung saja mendapat pukulan kuat di lengan kanannya. "Lama banget si jadi cowok!" ketus Karina.

Tangan gadis itu meraih salah satu helm dari dua helm. Mau tak mau Marcel harus menurut agar tidak terjadi apa-apa. Ingat, sedikitnya Marcel juga takut saat Karina mengancam akan mencekik lehernya. Saat itu juga, Marcel bergidik ngeri.

Hampir lima belas menit keduanya berkendara dan akhirnya menemukan warnet untuk mengerjakan tugasnya. Karina turun terlebih dahulu dan memberikan helm nya pada Marcel dengan kekuatan extra.

"Nih!" ucapnya.

"Makasih kek-"

Perkataan Marcel seketika di potong oleh Karina yang mengisyaratkan nya untuk diam karena mendapat sebuah panggilan telepon.

"Halo, Ma?" ucap Karina.

"Kamu kemana dulu sih? Yang lain udah pada pulang, kamu kenapa belum pulang?" tanya sang ibu dari seberang telepon.

"Itu, Ma, anu... Karina lagi ngerjain tugas di warnet."

"Alasan, kan? Jangan bilang sama Mama kalau kamu lagi pacaran! Cepet selesaikan tugasnya habis itu pulang!"

"Ih, siapa yang pacaran? Ngelantur ya,"

"Pokoknya, cepat pulang!"

Tut tut tut.

Panggilan terputus sepihak, Marcel terkekeh. Ia mendengar dengan jelas bagaimana Karina mengelak, memang benar jika mereka akan mengerjakan tugas tapi sepertinya Karina lebih banyak berbohong dengan alasan mengerjakan tugas.

"Apa lo ketawa!?" ketus Karina kemudian berjalan mendahului Marcel.

Dan lagi, Marcel hanya mampu mengikuti Karina yang sudah memesan tempat untuk keduanya. Sebelum masuk, Karina mencegah terlebih dahulu Marcel untuk masuk.

"Beli dulu makanan sono, gue udah bayarin warnet nya. Sekarang giliran lo buat beli cemilannya," titah Karina.

Marcel berdecak, "Gue harus beli kemana, hm? Hari udah sore dan tugas juga belum kita kerjain, kan?"

Karina menunjuk sebuah tempat dengan dagunya. "Tuh, warung. Lo beli soda sama cemilan apa gitu. Gue tunggu, awas kalo kabur!"

Marcel menatap warung yang sepertinya mendadak muncul. Padahal tadi, ia benar-benar tak melihat warung itu. Selang lima belas menit, Marcel masuk dan mencari keberadaan Karina.

Setelah ditemukan, Karina terlihat sangat fokus dengan tugasnya. "Nih." Marcel memberikan se kresek makanan juga minuman.

"Ih, makasih banget. Cepet gantian nih, pegel gue baca mulu." Karina menukar posisi duduknya dan menikmati makanan.

Marcel memeriksa kembali sebuah dokumen yang telah di rekap oleh Karina, "Ini udah semua? Mau lo tambahin apa lagi?" tanyanya.

"Belum. Tinggal dikit lagi, coba lo cari."

"Ini udah, Rin. Mau di tambahin apa lagi?" Marcel memeriksa sekali lagi, hingga di lembar terakhir Marcel menemukan sesuatu yang kurang dan langsung memperbaiki nya.

Dengan cepat, ia bergerak untuk mencetak dokumen tersebut dan ingin cepat pulang. Beberapa saat kemudian, "Udah gue print, tinggal pulang."

Karina mengangguk setuju karena tugasnya benar-benar selesai dengan baik dan cepat.

Marcel menjalankan motornya menuju rumah Karina yang berlawanan arahnya dengan rumahnya. Sudah hampir di pertengahan jalan menuju rumah Karina, gadis yang sedang di bonceng Marcel itu berkata, "Di depan sana aja, nanti ibu gue marah kalo tahu gue di anterin sama cowok."

"Makanya, kalo mau pacaran itu minta izin dulu sama ortu, biar gak di amuk. Lo sih keseringan bohong," balas Marcel.

Motornya tiba di tempat dimana Karina menyuruhnya berhenti. Karina melepas helm dan merapikan sedikit rambutnya, "Makasih."

"Rin, ada yang ketinggalan!" ujar Marcel saat Karina sudah lumayan jauh.

Karina membalikkan badannya penasaran, "Bayangan lo! Hahahahahhaha!"

¤¤¤

"Sekian presentasi yang bisa kami sampaikan, terimakasih atas waktunya." Karina dan Marcel kembali duduk di bangku mereka masing-masing.

Keduanya adalah kelompok terakhir untuk berpresentasi, maka dari itu Bu Joddie pamit karena jam pelajarannya sudah habis. Melihat keadaan kelas yang masih tenang setelah Bu Joddie keluar, Karina manfaatkannya untuk memberikan pengumuman.

Karina maju ke depan papan tulis. "Ehm... Guys. Gue mau minta maaf, ya. Gue tahu ini mungkin ngedadak banget dan gue juga baru di kasih tau kemarin."

"Iya apa?" tanya Marcel. "Cepetan napa!"

Karina menghela nafas guna menahan emosinya. "Makanya, sebelum gue ngasih tahu pengumuman nya, gue mau minta maaf. Gue minta maaf kalo punya salah sama kalian," ucap Karina.

Marcel menyela, "Iya, banyak banget, Rin. Apalagi sama gue."

Karina melirik singkat, ia tak mau suasana serius yang susah payah ia ciptakan ini berubah akibat emosinya. Ia kembali menghirup nafas, "Gue mau pindah."

"Hah!?"

Seisi kelas dikagetkan oleh ucapannya barusan. Karina sudah menduga sebelumnya. "Pindah kemana, Rin? Bercanda, ya?" tanya Qiandra.

"Iya, nih. Gak seru deh main pindah-pindah," timpal Nita. Karina hanya tersenyum kikuk guna menanggapi keduanya.

"Jadi, gue mau minta maaf nih. Gue mau pindah pokoknya, capek ladenin si Marcel mulu!" Karina kembali berjalan menuju bangkunya, kemudian mendudukkan bokongnya di sana.

"Woy! Kenapa gue lo sebut?" seru Marcel.

"Kenapa? Lo pasti seneng, 'kan, gue pindah? Gue juga seneng, Vin. Gue seneng gak harus liat wajah lo!"

Marcel berdecak, "Ya udah. Pergi sana! Gak usah balik ke sini lagi, Rin! Gue gak suka liat lo!"

Setelah mengatakan itu, Marcel bergegas melangkahkan kakinya. Sedikit kencang hingga membuat suara keras. "Marcel, kenapa?" tanya Nita.

"Malah nanya sama gue," timpal Karina. Jujur, ia juga merasa aneh. Kenapa pula Marcel jadi seperti dirinya yang temperamental?

Karina menghembuskan nafas gusar. "Lo yakin mau pindah?" tanya Renaldi. Ia mendadak duduk di samping Karina untuk menanyakan hal itu.

"Yakin, lah. Lagian kenapa sih kalian? Dari tadi nanya mulu, beneran mau pindah? Yakin mau pindah? Ada apa sih? Suka suka gue dong, mau pindah atau kagak!" ketus Karina.

Renaldi mengangguk paham. "Ya, aneh aja gitu. Kasian juga si Marcel, tuh!" ujarnya.

Karina mengerutkan dahi bingung. "Marcel? Emang kenapa tuh orang. Kasian segala."

"Kalo lo pindah, dia gak punya mainan, cuy!"

"Woy! Sini lo!"

Karina menghabiskan hari itu dengan kenangan yang akan membekas selalu diingatan nya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status