Share

Bab 2 Kembali

Semilir angin masuk ke dalam kamarnya, Karina melihat pantulannya di cermin pagi ini. Ia hirup udara kamarnya yang sudah lama tak ia rasakan.

Setelah perpisahan dengan teman-temannya, Karina tidak pernah sekalipun kembali ke sini. Setelah 7 tahun lamanya, Karina kembali ke kamarnya yang ia gunakan saat ia berada di bangku SMA.

Setelah menyelesaikan masa kuliahnya, Karina juga keluarga kembali ke kota asal. Karina mengirim beberapa lamaran dan berakhir di perusahaan MAHAPRANA'S dengan jabatan cukup tinggi yakni sekretaris perusahaan.

Karina mulai merias dirinya dengan beberapa sentuhan namun tak berlebihan. Ia rapikan kembali rambut juga pakaiannya kemudian bergegas ke dapur untuk menyantap sarapan.

"Semangat ya, Rin. Pasti bisa!" ucap Hani—ibu Karina.

Karina mengangguk patuh. "Semangat Karina udah menggebu banget, Ma. Masa iya anak Mama gak bisa semangat," balas Karina

"Pertahanin semangat itu, Mama pasti selalu dukung!"

Karina menyelesaikan suapan terakhir ke mulutnya, ia lalu menyalimi tangan Hani kemudian pamit berangkat.

Paginya yang sangat indah ini jangan sampai kacau. Tekad Karina sudah sangat kuat, bahkan ia tak segan-segan menandatangani kontrak.

Karina menaiki taksi dan langsung menuju ke tempat tujuan. Dalam mobil, Karina menopang dagunya. Ia pandang jalanan yang terus ia lalui. Bahkan, ia melewati sekolahnya juga.

Begitu banyak Deja Vu di kota ini. Ya, Karina merindukan nya. "Makasih, Pak."

Karina turun dari taksinya setelah beberapa saat. Ia memandang bangunan megah yang membuatnya berpikir, "Ini kantor perusahaan?"

Masih dengan semangatnya, Karina masuk. Ia berjalan menuju meja resepsionis yang tak jauh dari jalan masuk. "Mbak, mau tanya. Ruangan Sekretaris itu dimana, ya?" tanya Karina sambil memandangi langit-langit.

"Oh, Sekretaris baru, ya?" ucap Sang Resepsionis.

Karina mengangguk penuh semangat, "Iya, Mbak. Saya baru masuk hari ini."

"Mari, saya antar." Resepsionis tadi berjalan terlebih dahulu guna memimpin Karina menuju ruang kerjanya.

Sambil berjalan menuju lift, Resepsionis tadi sedikit bercerita tentang atasannya. "Seharusnya ruangan kerja Sekretaris dan CEO itu terpisah, tapi Pak CEO meminta agar di satu ruangan saja," ucapnya.

Dahi Karina berkerut bingung, "Loh? Kenapa? Memangnya Pak CEO nya gak ada urusan pribadi, gitu?"

"Kalau itu saya kurang tahu, tapi seminggu yang lalu Pak CEO mengubah tata letak ruang kerjanya. Awalnya, ruang kerjanya memang terpisah. Tapi setelah merekrut Sekretaris baru, beliau langsung mengubahnya."

Pintu Lift terbuka. "Nah, kita sudah sampai," ucap Resepsionis.

Karina mengangguk dan memperhatikan secara detail lorong yang menghubungkan lift juga ruangan lainnya. "Dilantai ini hanya ada dua ruangan, ruangan kerja mu dengan Pak CEO, juga ruang pribadinya."

Karina hanya ber-oh saat Resepsionis itu menunjukkan pintu yang saling berhadapan.

Setelahnya, ia mengetuk pintu yang ada di jalur kiri. "Pak Marcel, saya membawa Sekretaris baru."

Karina terdiam. "Mbak, Pak siapa tadi?" tanyanya takut salah mendengar. Tak mungkin juga nama CEO ini sama dengan nama laki-laki yang sangat ia benci.

"Pak Marcel. Beliau CEO MAHAPRANA'S, Marcel Mahaprana," jelas resepsionis itu.

Mendengar itu, bahu Karina langsung anjlok. Kepalanya berusaha menerima mentah kenyataan yang baru ia dengar, terdengar suara dari dalam ruangan yang mempersilakan nya masuk.

"Silahkan masuk, Pak CEO sudah menunggu." Resepsionis tadi pamit dan meninggalkan Karina di rasa bimbang yang sangat mendominasi.

Karina meneguk ludahnya saat melangkah masuk. Dan benar saja, wajah Marcel sudah tersenyum penuh arti ke arah nya. Ingin sekali Karina mengamuk sejadi-jadi jika saja ia tak sadar posisinya sekarang.

"Selamat datang Sekretaris baru, saya harap kamu tidak berhenti bekerja akibat tekanan batin, ya?" ucap Marcel. Raut wajahnya tetap sama, menjengkelkan.

"Ini pasti mimpi, nih. Gak mungkin lo Marcel musuh bebuyutan gue, gak mungkin!" bantah Karina.

Marcel hanya tersenyum. "Kenapa kamu berpikir kalau saya bukan Marcel Mahaprana yang sering memancing emosi mu itu?" tanyanya lagi.

"Karena lo itu beda jauh banget sama dia. Gue gak percaya kalo lo berubah semudah itu."

"Saya juga gak percaya kalau kamu masih sama emosinya dengan waktu itu."

Karina mengepalkan tangannya kesal. Ia menggeram dengan hati, kenapa pula keberuntungan bisa menjadi sesial ini!?

"Terserah, Cel. Intinya gue gak jadi kerja di perusahaan ini, lama-lama gue bisa darah tinggi nanti." Karina melangkah keluar perlahan.

Marcel mengeluarkan selembar kertas yang telah di siapkan di berkas khusus. "Kontrak," ucapnya.

Langkah Karina terhenti. Ia berbalik perlahan dengan perasaan bingung. "Apa?"

Marcel tersenyum miring tanpa merubah posisi duduknya. Ia tetap duduk santai menunggu reaksi Karina selanjutnya. Karena setiap aksi maka akan ada reaksi, itulah yang dilakukan Marcel sekarang.

Sesuai dugaannya, Karina kembali mendekat untuk memastikan apa yang barusan Marcel katakan.

"Kontrak?"

"Ya, Kontrak. Kamu membacanya dengan seksama, kan? Saya gak mau sekretaris saya lalai dalam membaca. Apalagi sampai gak bisa baca," ujar Marcel.

"Gue bisa baca!"

Karina termenung sesaat setelah mengatakan nya. Ia memang tidak terlalu memperhatikan isi surat kontraknya karena terlalu senang atas lamarannya yang di terima.

"Jika kamu lupa, akan saya bacakan lagi dengan jelas."

Marcel melirik sebentar wajah Karina yang pastinya sedang menahan kesal terhadapnya, "Dalam surat kontrak tertulis dengan jelas bahwa, calon sekretaris akan bekerja di perusahaan selama 3 tahun lamanya, dan bila melanggar akan dikenakan biaya finalti yang cukup besar. Ingat?" lanjut Marcel.

Karina kini benar-benar termenung. Bisa-bisanya ia menandatangani kontrak se penting itu tanpa membacanya dengan teliti. "Meja mu ada di sana Sekretaris baru," ucap Marcel. Ia menggunakan dagunya untuk menunjuk meja yang berhadapan dengannya.

Walau berhadapan, tapi ada jarak yang memisahkan kedua meja tersebut. Jaraknya cukup luas jadi Karina masih bisa bersyukur karena tidak terlalu dekat dengan pemancing emosi itu.

"Lo juga apa apaan sih? Pake ruangan kita di jadiin satu segala." Bibir Karina komat kamit mengeluarkan isi hatinya.

Marcel terkekeh pelan. "Biar gue bisa pantau musuh gue, kenapa? Gak terima?"

Karina memalingkan wajah kesal namun ia kembali menatapnya dengan tatapan tajam. "Awas lo kalo ngebahas kontrak kontrak lagi! Gue cekik tuh leher!" ancam Karina.

Jujur, Marcel memang masih takut dengan ancaman itu. Memang belum ada korban dari ancaman mulut Karina, tapi jika di pikir, Marcel juga tidak mau jika harus jadi korban pertamanya.

Karina terduduk tenang sebelum kemudian Marcel datang dengan tumpukan kertas. "Periksa ini dalam dua jam, setelah itu kita bakalan ketemu partner bisnis. Jangan buat saya malu!"

Mata Karina membulat sempurna. "Sebanyak ini? Lo pikir gue robot—"

"Peraturan pertama, gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jika tidak, gaji mu akan saya potong!"

Ingin sekali Karina mencakar wajah menyebalkan Marcel. Semakin lama ia semakin menjadikan uangnya sebagai senjata untuk penyerangan.

"Dasarr!!"

Karina terus menggerutu kesal walau tetap melakukan apa yang Marcel perintahkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status