Share

Bab 3 Pekerjaan Pertama

Karina menopang kepalanya yang mendadak berdenyut dengan kedua tangannya. Matanya hampir mabuk akibat dokumen yang terus menerus Marcel berikan padanya. Dimulai dari dokumen tentang persetujuan, bisnis, hingga janji temu yang harus ia kerjakan.

Tak berhenti sampai di situ, Karina bergumam, "Kenapa tugas sekretaris lebih banyak daripada bos, sih?! Terus si Marcel kerja nya apa dong!? Ish!"

"Kerja gue itu ngeliatin lo kerja, becus atau enggak nya gue yang nentuin". Marcel tersenyum miring di seberang meja Karina. Gadis itu melirik kemudian membuang muka kesal.

"Kalo aja dia bukan bos gue udah gue cekik dia sampe mati!" gumam Karina lagi.

Bohong jika Marcel bilang ia tak mendengar semua yang Karina katakan. Jelas sekali Marcel mendengar setiap perkataan Karina, termasuk ocehan Karina yang kesal terhadapnya.

Waktu mulai berjalan cepat, Karina tak berhenti menatap dokumen juga komputer, tangannya sedari tadi tak lepas dari pulpen juga notebook.

"Ayo," ajak Marcel.

Karina mengangkat kepalanya bingung, "Kemana? Kerjaan gue masih banyak!" ketusnya.

Ia membuang muka dan kembali melanjutkan pekerjaanya. Marcel tetap terdiam, namun beda dengan raut wajahnya. Ia terlihat sedang menahan marah.

Tak mau membuang waktu lebih lama lagi, Marcel melangkah terlebih dahulu keluar. "Kalau kamu tidak keluar dalam tiga detik, gaji bulan sekarang tidak akan saya berikan!" ancam Marcel.

Mendengar itu, tentu membuat Karina segera merapikan mejanya dari kertas-kertas dokumen. Langkahnya ia pacu lebih cepat guna mengejar langkah Marcel.

"Kita mau kemana, sih!?" tanya Karina dengan nada sebal. Marcel menekan sebuah tombol untuk menutup pintu lift.

"Bukan kah dua jam yang lalu saya sudah bilang jika kita akan menghadiri rapat di kafe Helly? Daya ingat mu harus di asah lagi jika ingin bekerja di perusahaan saya." Marcel melangkah keluar saat pintu lift terbuka.

Karina mengerutkan dahi bingung, "Sejak kapan sih Marcel jadi sok formal?" tanyanya dalam hati.

Pasalnya, terakhir ia bertemu dengan Marcel adalah saat dimana ia mengumumkan dirinya akan pindah. Ia memasuki mobil yang sama dengan Marcel, tepatnya, di sebelahnya.

Karina memandang Marcel dari samping. Terlalu banyak hal yang datang seolah mengingatkan Karina lagi pada masa lalunya di kota ini. Saat ini, Marcel terlihat sangat berbeda dengan anak SMA urakan yang dulu ia kenal.

Marcel yang duduk di sampingnya saat ini, adalah sosok laki-laki dewasa yang begitu banyak berubah. Bahkan, tatapannya juga berubah. Karina bisa rasakan sorot tajam menusuknya setiap kali mata itu melirik ke arahnya.

Pandangan Karina kini menunduk, mengingat lagi saat dimana Marcel mendadak keluar kelas akibat amarah yang menggebu.

Mobil Marcel berhenti tepat di sebelah cafe bernama 'Helly's Cafe' setelah tiga puluh menit perjalanan. Marcel turun diikuti Karina. "Pak, nanti akan saya hubungi jika pekerjaan sudah selesai," ucap Marcel pada supirnya.

"Baik, Pak."

Karina merasa asing di tempatnya sekarang. "Kenapa gak masuk?" tanya Marcel.

"E-enggak, kan dimana mana juga Bos dulu baru sekretaris nya nyusul. Jadi, lo- eh Pak Marcel dulu yang masuk." Lidah Karina mendadak kelu juga mual saat bibirnya mengucap kata 'Pak Marcel'.

Marcel tersenyum tipis kemudian berjalan masuk. Mereka mencari meja yang rekan bisnis Marcel. Setelah berjalan beberapa saat, Marcel menemukan mejanya. Mereka lantas mendekat dan duduk.

"Eh, Renaldi? Atau Rifaldi?" tanya Karina.

Rekan bisnis Marcel itu seketika bangkit dan menjabat tangan Karina. "Karina, ya? Udah lama banget gak ketemu, apa kabar?" tanyanya.

"Baik, tapi gak baik pas kerja sama..." Karina mengarahkan bola matanya ke arah Marcel yang sudah duduk.

"Ngomong-ngomong, gue Renaldi."

"Sudah temu kangennya? Mirip ibu-ibu sosialita aja," ketus Marcel yang wajahnya terlihat masam.

"Ahahah, iya juga. Kalian kan rival pas SMA, bisa bisanya malah jodoh di kantor."

"Jodoh apaan, ini malah apes namanya."

"Sekali lagi bilang apes akan saya potong gaji kamu!" ancam Marcel.

Karina bergidik ngeri setiap kali Marcel berkata sesuatu tentang gajinya. "Eh jangan dong, Mar- Pak maksudnya!"

"Ahhahahhhahahh!"

Renaldi tertawa puas saat melihat peristiwa yang sudah lama tak ia lihat. Tujuh tahun yang telah berlalu, terasa sangat hampa baginya tanpa amukan Karina.

Setelah obrolan ringan itu, Renaldi dan Marcel mulai membicarakan rencana dan strategi perusahaan yang baru. Takutnya jika ada beberapa perubahan pemasaran produk dan lainnya.

Hingga tak terasa, waktu berlalu begitu cepat. Sangat berbeda dengan waktu dimana Karina mengerjakan lembaran kertas. Sangat jenuh juga membosankan. Namun sekarang, suasana hatinya perlahan mulai membaik akibat Renaldi yang bercerita banyak hal.

"Sampai ketemu lagi nanti, ya!" ucap Renaldi sambil memajukan mobilnya. Renaldi terburu-buru akibat jadwal lainnya yang harus ia selesaikan.

Karina mengangguk juga melambaikan telapak tangannya, "Dah!"

Kini tinggal keduanya yang masih terduduk santai sambil menikmati pesanan di cafe tersebut. Cafe bernuansa aesthetic dengan gaya luar namun tetap di beri serbuk nusantara. Sangat cocok untuk tempat pemotretan atau hanya sekedar membagikan stories.

"Karina," panggil Marcel.

Karina menyeruput minumannya kemudian menghadap Marcel. "Mau ketemu sama yang punya cafe nya gak?"

Karina mengerutkan dahinya, ia bingung saat Marcel mendadak ingin mempertemukannya dengan seseorang yang belum tentu ia kenal.

"Emangnya siapa?" tanya Karina.

Marcel memanggil salah satu pelayan di cafe itu. "Mbak, bisa tolong panggilkan pemilik cafe ini? Bilang aja kalau Marcel datang bawa kejutan."

Pelayan tadi mengangguk paham dan langsung menghubungi majikannya. "Nyonya sedang dalam perjalanan kemari, Mas. Silahkan di tunggu," kata Pelayan Cafe.

"Oke, terimakasih, ya."

Sepuluh menit penuh keduanya menunggu. Hingga, suara bel pintu kini berdenting sangat keras akibat dorongan pintu yang kuat.

Itu si pemilik Cafe. Melihatnya, mata Karina membulat kaget juga rindu. "Qiaaa!!"

Keduanya saling berpelukan guna menyalurkan rasa rindu pada satu sama lain. "Kenapa gak bilang kalau bangun cafe sih?"

"Lo susah banget di hubungin soalnya, jadi kita pikir lo gak bakal balik lagi," balas Qia.

Karina mengangguk paham, namun langsung menatap intens pada laki-laki yang merupakan bosnya itu. "Lo juga, kenapa telat ngasih tahu, nya? Hah!?"

"Kan kita baru ketemu tadi."

"Huh!"

Marcel menghela nafas pasrah. Tak berselang lama, telepon nya berdering. "Saya jawab telepon dulu, kalian lanjutkan mengobrol," ucap Marcel.

Karina juga Qiandra mengangguk paham. "Qia, lo tahu gak dari sejak kapan Marcel jadi formal kayak gitu? Gue agak gimana kalo ngobrol sama dia, mana gue kejebak jadi sekretarisnya lagi," keluh Karina.

"Oh, lo kerja di perusahaan dia sekarang? Marcel jadi formal kayak gitu kalo gak salah sejak lulus SMA dan lanjutin kuliah jurusan bisnis atau apa gitu gue kurang tahu."

"Lo juga, padahal nanggung mau lulus bareng malah pindah," lanjut Qiandra.

Karina menghela nafas panjang. "Itu ngedadak, Qia. Gue juga gak tahu bakal langsung pindah waktu itu."

"Dan juga-"

"Karina, ayo kembali ke perusahaan." Marcel tiba dengan ekspresi wajah yang berbeda dari biasanya.

Karina sempat menolak. "Nanti aja, gue eh aku eh saya kan lagi reuni sama Qia."

Marcel menatap lekat manik tajam Karina. "Ayo, Karina!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status