Kedua mertuaku terbahak.”Vril, kamu punya saingan lho. Tuh Renata jangan kamu bikin sesak kenapa. Lepasin Nak.” Tegur papa mertuaku.“Pah, jangan bikin panas suasana dong. Nggak baik jadi angin di tengah api yang berkobar.” Kata suamiku pelan. Ia melonggarkan dasinya. Lalu duduk di sampingku.”Habibi-nya Renata itu ya aku, masa Papa, apalagi Pak Khamdan. Beuh.” Cibir Gavrielle.“Oh, ternyata punya panggilan sayang nih ceritanya.”Papa mertuaku benar-benar konyol. Belakangan setelah ia tinggal dirumah suamiku, ia selalu saja meledek suamiku. Mungkin beliau bermaksut menghibur atau sengaja ingin memberi pelajaran pada suamiku untuk tidak terlalu bersikap arogan. Padahal, notabenenya sama saja. Yang satu sudah senior, mantan playboy, yang satu yunior belum insaf.“Ha-bi-bie.” Papa mertuaku mengambil ponselnya dari saku lalu mengetikkan kata itu di keyword lalu beliau pun terperangah.”Mah, Papa mau juga dong di panggil kaya dulu itu lho.” Sahutnya tanpa sungkan pada kami.Mama mertuaku
Dua bulan berlalu, tak terasa begitu cepat. Effek dari kerjasama Baskoro TV dan juga Dubai Corp, pekerjaan suamiku metumpuk. Proyek pengerjaan iklan untuk penjualan apartemen yang di bangun Dubai Corp sungguh menyita tenaga juga pikiran kami. Suamiku sudah wanti-wanti agar semua karyawan bekerja degan baik, sebab citra Baskoro TV di bawah kepemimpinan suamiku sangat di pertaruhkan.Meski kami belum mengadakan resepsi dan mempublikasikan secara resmi pernikahan kami. Karena kedatangan Maira, akhirnya terbongkar sudah statusku. Berjalan masuk ke lobi kantor, pagi itu aku berangkat setelah Gavrielle, dengan mobil terpisah. Biasanya aku akan ngantor agak siang. Tentu saja, mendekati jam makan siang. Karena biasanya aku membawa masakanku ke kantor untuk di makan bersama Gavrielle.Semenjak proyek Dubai Corp, papa mertuaku juga sering berkunjung ke Baskoro TV. Padahal, biasanya beliau anteng saja di singgasananya di kantor utama Baskoro Company. Kulangkahkan kakiku masuk ke lobi, ku lihat c
“Eyang………..”Kupeluk wanita yang sudah sepuh dengan rambut memutih itu. Wanita dengan paras ayu, tubuh yang tegap meskipun terlihat sedikit lemah. Tongkat kayu di tangan kanannya tetap terjaga menopang berdiri tubuhnya. Parasnya tetap bersih dan cantik meskipun keriput itu tetap bertambah setiap tahunnya.“A-ta? Apa kabar nak?”Aku hanya mengangguk. Mulutku kelu. Sebab mataku sudah basah. Make-up ku mungkin tak terlalu berantakan, tapi rambutku?Kupeluk erat eyang putriku. Rasanya aku bahagia sekali. Bisa memeluk tubuhnya. Sejak menikah, aku tak lagi bertemu. Khawatir pasti ,padahal suamiku sudah menggaransi kesehatan juga menjamin kehidupan eyangku akan baik-baik saja. Dan aku cukup lega. Bisa memeluk wanita yang sangat kusayangi ini. Suamiku sudah membuktikan omongannya.“Ayo masuk Gav.” Pinta Eyangku.Ia berjalan di belakang kami. Kupapah Eyangku, kami berjalan pelan sampai ke teras Joglo. Aku merindukan rumah ini. Rumah yang sejak aku membuka mata, kutinggal dengan beberapa pelay
Di luar suara begitu berisik. Kulangkahkan kakiku, mengintip dari balik jendela.Eyangku bersama Gavrielle turun dari mobil. Mereka terlihat akur dan akrab sekali. Kututup jendela pelan-pelan. Lima menit kemudian, suamiku masuk ke kamar, menyusulku tidur, ia merangsek memelukku. “Happy birthday.”Bisiknya di telingaku pelan, lalu mencium pipi kananku. Ia menatap wajahku. Kenapa ia selalu tahu kalau aku tidak tidur, tapi pura-pura. Seperti kucing yang kepergok hendak mencuri daging. Untungnya, aku tidak kepergok saat aku mengintip.“Darimana saja?”Ku tarik jaketnya. Ia memang tidak berpenampilan necis. Kaos pendek warna putih, jaket warna biru muda dan celana jeans yang senada. Pasti ia tidak mau ngaku habis pergi darimana.“Tidur lagi kalau ngantuk.” Ucapnya sembari mengusap-usap pundakku.Ia menarik selimut yang menutupi tubuhku. Aku sampai lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunku. Sebenernya nunggu juga hadiah darinya. Tapi dia tidak melupakan hari ulang tahunku saja, aku sud
Suamiku bergegas keluar, tapi dokter puskesmas itu mencegahnya.”Saya sudah sediakan Mas. Buat jaga-jaga, tadi.”Dokter mengeluarkan dua testpack dari dalam tasnya. Ia menyerahkan pada suamiku. Kulihat tangan suamiku gemetar menerima testpack itu.“Ditunggu saja besok ya Mas, cek menggunakan air seni di pagi hari.”“Baik Dok.”“Besok saya akan kembali. Sementara saya resepkan vitamin dan obat ini.”“Isteri saya tidak bisa minum obat Dok, bagaimana? Apa bisa di resepkan vitamin dan makanan apa saja yang bisa di konsumsi?” Tanyanya panik.“Tenang Mas jangan panik, kalau panik nanti Mbak Renata juga ikut panik.”Dokter puskesmas itu menepuk pundak suamiku. Akhirnya ia mengambil nafas dalam-dalam. Dan wajahnya pun kian lebih tenang.“Eyang bawakan kalian makanan. Nggak usah masak dulu, istirahat saja Ren. Tapi, Eyang mau langsung pulang. Ada karyawan yang mau ketemu Eyang.”Aku tahu eyangku bukan tak peduli, melainkan memberi kesempatan pada suamiku untuk lebih menjagaku.“Eyang pulang du
Aku curiga kalau Gavrielle memberitahu mertuaku dan meminta Mbok Sumi juga Pak Khamdan untuk datang. Memang nggak ada salahnya. Kenapa justru aku yang sensi tidak ingin di ganggu.. Padahal, selama ini justru aku paling suka berada di keramaian bersama-sama banyak orang. Ini berkebalikan banget dengan diriku sebelumnya. Apakah kehamilan merubah seseorang?”Mama mertuaku sontak memelukku haru. Ia sampai sesenggukan setelah tau kehamilanku.”Pokoknya Mama nggak ingin Renata kecapekan, satu lagi ya Vriel, awas kalau kamu bikin Renata sampai stress. Mama cabut invest mama di perusahaanmu.” Ancam mama mertuaku.Aku menghela nafas, melihat betapa histerisnya keluarga suamiku.“Aku mau cuti panjang, menemani Renata di rumah kalau boleh. Sekarang Papa carikan CEO sementara, atau minta saja suaminya Joya buat balik sementara.”Papa mertuaku menengahi.”Kalian kenapa sih ribet, kenapa tidak kita biarkan Renata beraktivitas asal bisa menjaga kesehatan. Biarkan Renata berkegiatan asal tidak di l
Aku mengendap-endap dan meminta tolong pada tetangga seberang rumah untuk mengantarku ke rumah eyang. Aku kenal betul beliau, salah satu karyawan pemetik teh di perkebunan eyang.“Stop Pak, Bapak kembali saja ke rumah. Tolong jangan bilang siapa pun kalau Bapak mengantar saya kemari!”“Mang Udin mengerti Neng. Permisi dulu. Hatur nuhun uang bensinnya ya.” Pak Udin meninggalkanku.Berjalan dalam keadaan sedikit gelap sungguh tidak nyaman, feeling-ku mengatakan ada yang tidak beres. Selama ini terbukti, tidak pernah meleset. Aku berjalan pelan hingga melipir ke joglo. Kakiku sedikit tremor saat melihat ternyata ada tiga mobil terparkir di halaman rumah eyang. Salah satunya Alphard hitam suamiku.Suamiku sampai memegang kaki papa mertuaku. Ada apa sebenarnya? Kuberanikan diri semakin mendekat.“Kamu ini anakku Vriel. Apa yang sudah kamu lakukan pada Renata. Kamu nggak punya hati nurani. Kamu memaksanya menikahimu dengan keadaan seperti itu?”Suamiku diam tak bergeming…..Ia masih saja ber
Gavrielle’s POVHari itu, hari dimana aku melakukan pengakuan atas semua kesalahan dan dosa yang sudah kulakukan. Papa mendadak jatuh pingsan setelah mendapat telefon kalau Renata tidak ada di rumahku. Aku membawa papa ke rumah sakit. Ku tinggalkan Eyang Kinarsih bersama mama, aku meminta Mbok Sumi untuk menemani mereka.Aku tak akan mengelak dari hukuman yang papa berikan nantinya. Apapun akan kujalani. Renata pergi dengan keadaan yang lemah dan ia membawa anakku. Tuhan mungkin sedang menghukumku atas semua perbuatanku di masa lalu. Di saat aku menemukan wanita yang sesungguhnya sejak lama kucintai, Tuhan justru mengujiku dengan banyak hal. Salah satunya adalah kepergiannya.Satu jam berlalu, sampailah kami di rumah sakit. Perawat berlarian mendorong papa untuk ke ICU. Aku sangat khawatir kalau papa kena serangan jantung. Dua jam lamanya papa ada di ICU. Hatiku benar-benar tidak tenang. Bersyukur ada Pak Khamdan yang sangat cekatan. Ia tetap tenang menghadapi suasana pelik ini.“Saya