Home / Rumah Tangga / TEKANAN BATIN SEORANG ISTRI / BAB. 23 Mencoba Untuk Bangkit

Share

BAB. 23 Mencoba Untuk Bangkit

last update Last Updated: 2025-07-21 07:23:27

Sudah dua minggu berlalu sejak Ratih pergi tanpa jejak. Dua minggu yang bagi Rangga terasa seperti neraka. Hari-harinya kosong, malam-malamnya panjang dan sunyi. Ia kehilangan arah. Dunianya yang dulu penuh ambisi kini runtuh tanpa suara.

Di rumah miliknya yang mewah, Rangga terduduk di lantai dekat jendela besar. Langit Jakarta mendung, tapi matanya lebih kelam. Botol minuman keras lagi-lagi berserakan di sekitarnya. Kemeja putihnya kusut, rambutnya berantakan, dan aroma tubuhnya tak lagi harum seperti biasanya. Pria yang dulu dikenal perfeksionis kini hanyalah bayangan kelam dari dirinya sendiri.

Pak Darto, sopir pribadi yang sudah lama bekerja untuk Rangga, menatapnya dari ambang pintu dengan rasa iba.

“Tuan Rangga,” suaranya lirih. “Makan dulu, ya. Nasi dan supnya udah saya angetin.”

Rangga tak menjawab. Dia hanya memeluk lututnya, menatap kosong ke luar jendela. Hujan mulai turun pelan-pelan, membasahi kaca jendela yang buram.

Pak Darto menarik napas panjang, lalu mendekat perlah
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • TEKANAN BATIN SEORANG ISTRI    BAB. 23 Mencoba Untuk Bangkit

    Sudah dua minggu berlalu sejak Ratih pergi tanpa jejak. Dua minggu yang bagi Rangga terasa seperti neraka. Hari-harinya kosong, malam-malamnya panjang dan sunyi. Ia kehilangan arah. Dunianya yang dulu penuh ambisi kini runtuh tanpa suara.Di rumah miliknya yang mewah, Rangga terduduk di lantai dekat jendela besar. Langit Jakarta mendung, tapi matanya lebih kelam. Botol minuman keras lagi-lagi berserakan di sekitarnya. Kemeja putihnya kusut, rambutnya berantakan, dan aroma tubuhnya tak lagi harum seperti biasanya. Pria yang dulu dikenal perfeksionis kini hanyalah bayangan kelam dari dirinya sendiri.Pak Darto, sopir pribadi yang sudah lama bekerja untuk Rangga, menatapnya dari ambang pintu dengan rasa iba.“Tuan Rangga,” suaranya lirih. “Makan dulu, ya. Nasi dan supnya udah saya angetin.”Rangga tak menjawab. Dia hanya memeluk lututnya, menatap kosong ke luar jendela. Hujan mulai turun pelan-pelan, membasahi kaca jendela yang buram.Pak Darto menarik napas panjang, lalu mendekat perlah

  • TEKANAN BATIN SEORANG ISTRI    BAB. 22 Malah Menyalahkan Yuyun

    Esoknya, Jakarta menjadi labirin pencarian yang tak berujung. Rangga berkendara sendiri, memutari kota dengan sedan hitamnya. Dari Blok M ke Kemang. Dari Thamrin ke Tebet. Dia menurunkan kaca mobil, menoleh ke trotoar, ke halte, ke jendela toko. Seakan-akan wajah Ratih akan muncul di antara kerumunan. Di pinggir jalan, Rangga menghampiri seorang pedagang es kelapa. “Pak, liat perempuan ini gak? Tinggi, rambut panjang, sering pakai kemeja putih?” ucap Rangga seraya menunjukkan foto Ratih. Pedagang itu menggeleng bingung. “Nggak tahu, Pak. Jakarta banyak yang begitu.” Rangga menggeram. Dia lalu melanjutkan perjalanan. Setiap tempat yang punya kenangan dengan Ratih dia datangi, taman tempat keduanya pacaran dulu, bioskop tempat terakhir mereka nonton, bahkan toko bunga langganan Ratih. “Ratih!!” Rangga berteriak keras dari dalam mobil. “Ratih, kamu di mana?” Orang-orang menoleh aneh. Tapi Rangga tak peduli. Emosinya menumpuk jadi bara. Dia menepikan mobil di pinggir jalan, memb

  • TEKANAN BATIN SEORANG ISTRI    BAB. 21 Ratih Memutuskan Untuk Pergi

    Sudah lebih dari satu bulan, rumah itu terasa hampa. Rangga, suaminya, tak lagi kembali ke rumah mereka. Setiap kali Ratih bertanya lewat pesan, jawabannya selalu sama."Maaf, Sayang. Aku masih sibuk di luar kota. Banyak proyek mendadak."Namun, di balik ketidakhadirannya, rekening Ratih selalu terisi. Jumlahnya tak main-main. Puluhan juta setiap minggu. Disusul hadiah-hadiah mewah, tas bermerek, sepatu kulit, parfum eksklusif. Semua dikirim ke rumah tanpa kata pengantar.Tapi Ratih tak pernah menyentuh satu pun dari itu. Uang di rekeningnya tetap utuh, dan hadiah-hadiah itu hanya menumpuk di lemari. Sebab yang dia butuhkan bukan harta, melainkan kehadiran dan kejujuran suaminya, Rangga.Hari itu, matahari bersinar terang di atas langit Jakarta. Ratih melangkah ke sebuah mall besar, berniat membeli laptop baru untuk menunjang pekerjaannya sebagai penulis artikel dan juga desainer grafis lepas. Dia memakai kemeja putih polos dan celana kulot krem. Rambutnya dikuncir rapi, wajahnya tamp

  • TEKANAN BATIN SEORANG ISTRI    BAB. 20 Ratih Mencoba Pasrah

    "Sudah! Jangan paksa aku!" bentak Rangga, suaranya menggema di ruangan yang kecil itu.Ratih terkejut, tapi tidak gentar. Dia berdiri perlahan, mengambil nafas panjang."Kamu bisa marah sepuasnya, Mas Rangga. Tapi aku tidak akan menggunakan uang itu. Karena aku tahu, uang itu bukan dari kerjaan yang bersih."Diam. Udara terasa pekat. Rangga duduk kembali, wajahnya menyiratkan kegelisahan yang selama ini dia tekan."Aku ... aku cuma pengin kamu hidup enak, Ratih.""Aku bisa hidup enak tanpa uang kotor, Mas Rangga."Kalimat itu seperti tamparan. Rangga memejamkan mata, tubuhnya tenggelam ke sofa. Dalam hatinya, ada sesuatu yang runtuh. Dia tahu Ratih benar. Tapi Rangga juga merasa terjebak dalam sistem judi online yang dia bangun sendiri, sistem yang semakin hari semakin menjeratnya."Aku nggak pernah minta kaya, Mas Rangga," lanjut Ratih, suaranya lebih lembut sekarang. "Aku cuma pengin suami yang jujur. Yang bisa duduk sama aku di meja makan dan cerita soal harinya. Yang pulang sebel

  • TEKANAN BATIN SEORANG ISTRI    BAB. 19 Rangga Terus Menghindar

    Rangga menghela napas berat. Dia menggulingkan tubuhnya, kini berbaring telentang, menatap langit-langit kamar.“Cuma … ada masalah di kantor, Ratih. Udah, nggak usah tanya-tanya.”Ratih menatapnya lekat-lekat. “Masalah kantor bikin kamu minum-minum sampai setengah sadar gitu?”Rangga menutup matanya. “Aku capek. Aku cuma butuh istirahat.”Ratih berdiri perlahan. “Baiklah. Kalau kamu belum mau cerita, aku nggak maksa. Tapi jangan hindari aku terus, Mas. Aku istrimu, bukan orang asing.”Ratih melangkah pelan keluar kamar, meninggalkan suaminya yang masih diam. Pintu kamar ditutup dengan perlahan, nyaris tanpa suara.Hari itu berlalu tanpa interaksi berarti. Rangga tidak keluar kamar. Makan siang pun tak disentuh. Ratih hanya meletakkannya di meja dekat pintu, lalu kembali mengambilnya beberapa jam kemudian, dan masih utuh.Menjelang sore, Ratih duduk di ruang tamu sambil melipat cucian. Matanya melirik jam dinding. Hatinya gelisah. Tak biasanya Rangga seperti ini. Dia tahu betul, Rang

  • TEKANAN BATIN SEORANG ISTRI    BAB. 18 Kejujuran Yang Diragukan

    Suasana dini hari itu sunyi. Hujan gerimis jatuh pelan di luar jendela sebuah rumah bergaya minimalis. Di dalamnya, Ratih duduk di sofa dengan laptop masih menyala di meja kopi. Matanya sudah berat, tapi pikirannya terus melayang ke mana-mana. Dia menatap jam dinding. Sudah hampir pukul tiga pagi. Tidak ada pesan, tidak ada telepon dari Rangga, suaminya.Tiba-tiba suara ketukan pelan terdengar di pintu.“Tok-tok-tok.”Ratih berdiri perlahan. Dia lalu membuka pintu dan mendapati seorang pria berjaket kulit berdiri dengan tubuh Rangga yang terkulai di pundaknya."Mbak Ratih ya? Saya Ujang. temennya Rangga. Dia mabuk berat, Mbak. Tadi pingsan di mobil pas mau saya anter pulang," ujar Ujang, napasnya berat karena harus menahan beban tubuh Rangga.Wajah Ratih pucat. "Masuk, masuk, sini. Tolong bawa ke kamar."Dengan bantuan Ratih, Ujang mengangkat tubuh Rangga ke kamar tidur. Mereka membaringkan tubuh lelaki itu di atas ranjang."Dia minum wine dua botol sendiri, Mbak. Habis itu masih lan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status