LOGINRatih Purwasih seorang gadis yang berasal dari keluarga kaya raya. Merasa tertipu menikah dengan Rangga Pamungkas kekasihnya yang berasal dari keluarga sederhana. Hubungan mereka berawal saat Ratih dikenalkan oleh seorang teman kepada Rangga. Kebaikan dan ketulusan hati Rangga dimasa-masa mereka pacaran membuatnya terlena. Akhirnya dia pun menerima lamaran dari Rangga, walaupun kedua orang tuanya kurang setuju dengan tindakannya itu. Bahkan untuk menikah dengan Rangga, dia rela meninggalkan fasilitas kemewahan dari keluarganya bahkan dirinya pun rela meninggalkan pekerjaannya demi pemuda itu. Namun apa yang terjadi setelah mereka menikah, sungguh diluar dugaan. Ternyata, Rangga adalah tipe suami yang kasar. Sikapnya mulai berubah. Akankah Ratih mempertahankan rumah tangganya? Atau malah dia memilih berpisah dengan Rangga? Penasaran kisahnya? Yuk silakan dibaca ya! Plagiarisme melanggar undang-undang no 28 tahun 2014.
View MoreHujan gerimis turun pelan membasahi Kota Bandung sore itu. Awan kelabu menggantung rendah seakan menyampaikan kabar duka. Di sebuah sudut kota yang tenang, berdiri sebuah toko bunga bernama “Ratih’s Bloom” berdampingan dengan “Sweetheart Bakery.” Kedua usaha itu milik Ratih, perempuan yang kini menjalani hidupnya dengan tenang dan penuh kemandirian.Ratih mengenakan apron putih dengan noda tepung di sana-sini. Rambut hitamnya diikat tinggi, dan wajahnya yang dulu ceria kini tampak lebih tegar namun dingin. Dia sedang menyusun kue tart untuk pesanan pelanggan ketika suara lonceng pintu berbunyi.“Selamat sore. Ratih?” suara seorang pria menyapa pelan.Ratih menoleh. Seorang pria paruh baya berdiri di sana, mengenakan jas hujan dan memegang sebuah amplop. Wajahnya tampak penuh beban.“Iya, saya Ratih. Ada yang bisa saya bantu?”“Saya, teman lama Rangga. Nama saya Adrian,” katanya sambil menatap Ratih dengan ragu. “Saya datang karena, ada sesuatu yang perlu kamu tahu.”Ratih mendadak te
Sore hari di desa kecil di perbatasan JambiTruk berhenti di jalan setapak berdebu. Rangga mengetuk dinding kabin truk."Sampai sini saja, Pak. Terima kasih banyak."Sopir mengangguk. "Hati-hati ya, jalan ke desa kecil itu sepi. Banyak yang bilang masih ada harimau juga."Rangga dan Leman turun dari truk. Setelah memastikan tak ada polisi yang mengikuti mereka, keduanya mulai menyusuri jalan setapak ke arah perbukitan, menuju sebuah rumah tua berpagar kayu."Itu rumahnya?" tanya Leman setengah terengah."Iya. Aku ingat dari cerita Ayah. Pak Idris tinggal sendiri setelah istrinya meninggal. Tapi dia orang baik, dulu sering bantu Ayah saat masa-masa sulit."Mereka mengetuk pintu. Setelah beberapa saat, seorang lelaki tua membuka pintu. Matanya tajam namun sorotnya lembut."Rangga? Anak Wira?"Rangga mengangguk. "Saya butuh bantuan, Pak. Kami dikejar polisi. Tapi bukan seperti yang mereka pikirkan. Kami difitnah." Ternyata Rangga berbohong padahal dia seorang napi kasus pembunuhan.Pak
Sore hari di posko pencarian wilayah Barat Bengkulu,Salah satu anjing pelacak mendadak menggonggong keras saat mendekati pondok tua di tengah hutan."Pak, anjing pelacak temukan sesuatu!" teriak petugas.Kapten Damar segera mendekat. Dia melihat potongan kain di paku."Ambil dan bawa ke laboratorium. Tes DNA-nya. Tapi yang lebih penting, keduanya memang ada di sini. Kita hampir dapatkan mereka."Seorang teknisi datang dengan tablet."Kami juga dapat rekaman drone yang menunjukkan dua sosok melintasi sungai kecil di hutan barat. Gambar nggak jelas, tapi gerakannya konsisten dengan dua orang.""Kita kejar arah sungai itu. Kirim tim darat, siapkan speedboat di hilir. Kita kepung mereka dari darat dan air. Kali ini keduanya nggak akan bisa lolos."Sore hari di Sungai RawasRangga dan Leman menyusuri sungai dengan rakit sederhana dari batang pisang dan papan tua."Gue nggak yakin ini cukup kuat bawa kita berdua.""Kita nggak punya pilihan lain. Perahu motor pasti diawasi. Jalur ini lebih
Langit masih gelap saat Rangga terbangun dari tidurnya. Angin pantai yang menusuk tulang membuatnya menggigil, meski selimut tipis yang diberikan nelayan tua semalam masih menyelimuti tubuhnya. Dia duduk perlahan, memandangi Leman yang masih terlelap di sudut pondok."Sudah saatnya kita bergerak," bisiknya.Rangga keluar dan melihat nelayan tua, Pak Rawi, sedang duduk di batu besar dekat dermaga kecil, merokok sambil menatap laut."Pagi, Pak," sapa Rangga.Pak Rawi melirik sekilas. "Kalian harus pergi sebelum matahari naik. Saya sudah terlalu tua untuk urusan kejar-kejaran dengan polisi."Rangga mengangguk. "Kami akan pergi. Terima kasih untuk pondok dan makanan.""Bagi saya kalian bukan orang jahat, tapi kalian sedang dikejar. Itu membuat kalian bahaya bagi siapa pun yang dekat."Rangga diam. "Kami hanya ingin hidup bebas.""Kebebasan itu mahal, Nak," gumam Pak Rawi. "Kadang terlalu mahal."Pagi hari di Markas Kepolisian Wilayah SelatanKapten Damar menatap layar komputer besar de












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviews