Ratih Purwasih seorang gadis yang berasal dari keluarga kaya raya. Merasa tertipu menikah dengan Rangga Pamungkas kekasihnya yang berasal dari keluarga sederhana. Hubungan mereka berawal saat Ratih dikenalkan oleh seorang teman kepada Rangga. Kebaikan dan ketulusan hati Rangga dimasa-masa mereka pacaran membuatnya terlena. Akhirnya dia pun menerima lamaran dari Rangga, walaupun kedua orang tuanya kurang setuju dengan tindakannya itu. Bahkan untuk menikah dengan Rangga, dia rela meninggalkan fasilitas kemewahan dari keluarganya bahkan dirinya pun rela meninggalkan pekerjaannya demi pemuda itu. Namun apa yang terjadi setelah mereka menikah, sungguh diluar dugaan. Ternyata, Rangga adalah tipe suami yang kasar. Sikapnya mulai berubah. Akankah Ratih mempertahankan rumah tangganya? Atau malah dia memilih berpisah dengan Rangga? Penasaran kisahnya? Yuk silakan dibaca ya! Plagiarisme melanggar undang-undang no 28 tahun 2014.
View More『言葉』で、誰かを救うことはできない。
そんなことでさえ、僕はわかっていなかった。
僕、|佐藤 悠希《さとう ゆうき》があの日のあの瞬間、言葉をかけることができなかったのは、本当は驚いたからではなかった。
二つのことが怖くて声をかけることができなかったのだ。
時間はあることが起きたあの日まで遡る。
僕は、その日恋人である|山瀬 華菜《やませ かな》と仕事終わりに待ち合わせをしていた。
僕が彼女に初めて出会ったのは、大学の軽音サークルでだった。
慌てて大学デビューをした僕は、軽音サークルに入ったのはいいけれど、誰と話していいかわからず正直困っていた。かっこよく見えるだろうという単純な理由で選んだサークルだから、楽器のことも全然わからない。
「あなたも、新入生ですか?」と後ろから天使のように優しい声が突然響いてきた。
振り返ると、170センチある僕と同じ目線の高さにその人はいて、胸まである長い黒髪はゆらりと揺れていた。
その時僕は、彼女から強い輝きを感じた。
「はい、そうです。あっ、僕は、佐藤 悠希です。その、あなたのお名前はなんですか?」
僕が慌てて挨拶すると、彼女はふふっと笑った。笑い方に大人っぽさを感じたのは、この時が初めてだった。
「同じ一年生だから、タメ口でいいよ。私は山瀬 華菜だよ」
そう言われてやっと僕は、彼女も僕と同じ『一年生』だと気づいた。そういえば、さっき『あなたも』と言っていた気もした。そこにすぐに僕は気づけなかった。
本当に僕と同じ一年生なのかと感じるほど彼女は、僕が知っている言葉ではとても表せないぐらい不思議なオーラを放っている。
しかも、彼女は、まるで心でも読んだかのように僕の思っていることを見事に当てて、あどけない笑顔を僕に見せていた。
それは、特別なことじゃないかもしれない。きっと彼女は他の人にもこのように接しているのだろう。
でも僕の胸は、魔法にかかったかのように急にドキッと大きな音を立てた。
いや、その瞬間、僕は美しくてかわいい彼女に恋に落ちたのだろう。
自分でもわからないうちに、あっという間に彼女に心が奪われていた。
そうとわかったその日から、ドキドキして彼女をじっと見つめることができなくなった。
次の日、また彼女は声をかけてくれた。彼女は高校の頃、吹奏楽部に入っていたと教えてくれた。それから楽器のことなどを教えてもらいながら、僕たちはゆっくりと仲を深めていった。
季節は春から、爽やかな夏に変わった頃のことだ。
春も彼女に似合っていたけど、夏の弾けそうな青い色も、彼女のためにあるように思えた。
彼女といて楽しいし、もっと色々なお話をしたいと僕は思うようになってきていた。
それは一友人のままではなく、彼女の恋人になりたいという意味でもあった。
僕は、思い立てばすぐに行動に移すタイプだ。
それから数日後に、僕は彼女に告白をした。
正直、振られると思っていた。
確かに僕にとって彼女はサークル内ではよく話す人だったけど、一際美しい彼女に好意のある男性はサークル内でたくさんいた。大学内にも、彼女のことを好きな人はいる気さえしていた。
僕なんかじゃ、キラキラと光り輝く彼女に釣り合わないのはわかっていた。
それでも、どうしても気持ちを伝えたいと思ったのは、ただ夢を見ていたかったからかもしれない。彼女と話している時間はいつも夢の中にいるように心地いいから。
それに、現実の世界は、僕にとって様々な理由からとても生きづらかった。
彼女の返事は僕の予想とは逆で、彼女は悩むことなく僕の告白をオッケイしてくれた。
それから、僕たちは付き合うこととなった。
彼女は、サークル内でも僕との関係を隠すことなく、いやむしろ「この人が、私の彼氏なんだよー」と自慢するぐらいだった。
彼女がなぜそんなことをするか僕には理解できなかった。
彼女はやはり謎めいていた。
今も、彼女が特別取り柄もなく、かっこいいわけでもない僕からの告白をなぜオッケイしてくれたのかわかっていない。
でも、僕にはその理由を聞く勇気がなかった。
それから社会人になった今も交際は順調に続いている。
もう付き合って、六年以上が経つ。
なぜか聞くことはいまだにできていないけど、僕たちは仲良くしている。
今回居酒屋で待ち合わせしているのは、お互いに一番楽しめる店のスタイルだからだ。
これまでさまざまなお店に二人でデートとして行った。
その結果、二人にとって落ち着いて話しながら楽しめるのが「居酒屋」だった。
神秘的な彼女が庶民的な雰囲気の感じがする居酒屋を好んだのが、すごく意外だった。
そんなことを思い出していると、彼女がブルーのきれいなピアスを揺らしながらゆっくりとやってきた。
今日は、今はやりの「ネオ大衆酒場」という形態の居酒屋に来た。
僕はかなりミーハーなところがあり、はやりにはとりあえず乗っかりたいと思っている。
ネオ大衆酒場とは、昔ながらの大衆酒場の雰囲気も残しながら、きれいで明るい店内が特徴的な居酒屋だ。
実際、お店構えは店名の文字以外は白色だ。きれいでおしゃれな感じもする。僕たちのような若い人でも入りやすい感じの居酒屋なのだ。
ちなみに、彼女が落ち着いているのは見た目だけでなく、『心』もそうだ。
例えば、いつもお酒は自分の適量をしっかり弁えている。彼女がお酒に酔っているところを僕は一度も見たことがない。
この日も、いつものように今日の嬉しかったことや今度のデートでどこに行きたいかなど様々な話を僕たちはした。
特別何かが起きる感じは、全く感じられなかった。
ただ違ったのは、彼女がいつもに比べて今日は少しハイペースでお酒を飲んでいたということだ。
「今日はペース早くない?」と僕は戯けて言うと、彼女は何も言わずじっと見つめてきた。
彼女に見つめられて、僕の胸がドキッとした。
その瞳に、僕は吸い込まれそうになった。
その後、彼女は、「もうこんな人生嫌だ」と突然涙を一粒流した。
「彼女は、涙まできれいだ」と僕はその場に合わない感情をまず抱いた。こんなに透明感のある涙を見たことない。
でも、すぐに彼女の言葉の意味を理解し深刻さに気づいた。僕はなんて言葉をかけていいかわからなくて、その場で固まってしまった。
彼女はさらに、「もう死んでしまいたい」とボソッと言って、そのままテーブルに顔をつけた。
僕はなんとか体を動かして慌てて彼女の体を揺らしたけれど、一向に動く様子はない。
どうやら寝てしまったようだ。
いつもの手が届かないところにいる彼女は、今はどこにもいなかった。
僕は彼女の言葉が気になったけど、まずは気持ちを切り替えてスマホを取り出しタクシーを呼んだ。
タクシーはすぐに来た。
運転手に彼女の住所を伝え、僕も一緒にタクシーに乗って行った。
彼女の家に着くと、彼女を家まで運んでベットにゆっくりと寝かせた。
彼女は涙を流し、あんな言葉を口にした。
あれほどまでに美しい涙を流しながら、どうしてあんな言葉を彼女は言ったのだろう。
僕は胸が苦しくなってきた。
この苦しさは、何を意味しているのだろう。
しばらく彼女のそばにいたけど起きる様子もないので、僕は電車に乗って帰って行ったのだった。
Hujan gerimis turun pelan membasahi Kota Bandung sore itu. Awan kelabu menggantung rendah seakan menyampaikan kabar duka. Di sebuah sudut kota yang tenang, berdiri sebuah toko bunga bernama “Ratih’s Bloom” berdampingan dengan “Sweetheart Bakery.” Kedua usaha itu milik Ratih, perempuan yang kini menjalani hidupnya dengan tenang dan penuh kemandirian.Ratih mengenakan apron putih dengan noda tepung di sana-sini. Rambut hitamnya diikat tinggi, dan wajahnya yang dulu ceria kini tampak lebih tegar namun dingin. Dia sedang menyusun kue tart untuk pesanan pelanggan ketika suara lonceng pintu berbunyi.“Selamat sore. Ratih?” suara seorang pria menyapa pelan.Ratih menoleh. Seorang pria paruh baya berdiri di sana, mengenakan jas hujan dan memegang sebuah amplop. Wajahnya tampak penuh beban.“Iya, saya Ratih. Ada yang bisa saya bantu?”“Saya, teman lama Rangga. Nama saya Adrian,” katanya sambil menatap Ratih dengan ragu. “Saya datang karena, ada sesuatu yang perlu kamu tahu.”Ratih mendadak te
Sore hari di desa kecil di perbatasan JambiTruk berhenti di jalan setapak berdebu. Rangga mengetuk dinding kabin truk."Sampai sini saja, Pak. Terima kasih banyak."Sopir mengangguk. "Hati-hati ya, jalan ke desa kecil itu sepi. Banyak yang bilang masih ada harimau juga."Rangga dan Leman turun dari truk. Setelah memastikan tak ada polisi yang mengikuti mereka, keduanya mulai menyusuri jalan setapak ke arah perbukitan, menuju sebuah rumah tua berpagar kayu."Itu rumahnya?" tanya Leman setengah terengah."Iya. Aku ingat dari cerita Ayah. Pak Idris tinggal sendiri setelah istrinya meninggal. Tapi dia orang baik, dulu sering bantu Ayah saat masa-masa sulit."Mereka mengetuk pintu. Setelah beberapa saat, seorang lelaki tua membuka pintu. Matanya tajam namun sorotnya lembut."Rangga? Anak Wira?"Rangga mengangguk. "Saya butuh bantuan, Pak. Kami dikejar polisi. Tapi bukan seperti yang mereka pikirkan. Kami difitnah." Ternyata Rangga berbohong padahal dia seorang napi kasus pembunuhan.Pak
Sore hari di posko pencarian wilayah Barat Bengkulu,Salah satu anjing pelacak mendadak menggonggong keras saat mendekati pondok tua di tengah hutan."Pak, anjing pelacak temukan sesuatu!" teriak petugas.Kapten Damar segera mendekat. Dia melihat potongan kain di paku."Ambil dan bawa ke laboratorium. Tes DNA-nya. Tapi yang lebih penting, keduanya memang ada di sini. Kita hampir dapatkan mereka."Seorang teknisi datang dengan tablet."Kami juga dapat rekaman drone yang menunjukkan dua sosok melintasi sungai kecil di hutan barat. Gambar nggak jelas, tapi gerakannya konsisten dengan dua orang.""Kita kejar arah sungai itu. Kirim tim darat, siapkan speedboat di hilir. Kita kepung mereka dari darat dan air. Kali ini keduanya nggak akan bisa lolos."Sore hari di Sungai RawasRangga dan Leman menyusuri sungai dengan rakit sederhana dari batang pisang dan papan tua."Gue nggak yakin ini cukup kuat bawa kita berdua.""Kita nggak punya pilihan lain. Perahu motor pasti diawasi. Jalur ini lebih
Langit masih gelap saat Rangga terbangun dari tidurnya. Angin pantai yang menusuk tulang membuatnya menggigil, meski selimut tipis yang diberikan nelayan tua semalam masih menyelimuti tubuhnya. Dia duduk perlahan, memandangi Leman yang masih terlelap di sudut pondok."Sudah saatnya kita bergerak," bisiknya.Rangga keluar dan melihat nelayan tua, Pak Rawi, sedang duduk di batu besar dekat dermaga kecil, merokok sambil menatap laut."Pagi, Pak," sapa Rangga.Pak Rawi melirik sekilas. "Kalian harus pergi sebelum matahari naik. Saya sudah terlalu tua untuk urusan kejar-kejaran dengan polisi."Rangga mengangguk. "Kami akan pergi. Terima kasih untuk pondok dan makanan.""Bagi saya kalian bukan orang jahat, tapi kalian sedang dikejar. Itu membuat kalian bahaya bagi siapa pun yang dekat."Rangga diam. "Kami hanya ingin hidup bebas.""Kebebasan itu mahal, Nak," gumam Pak Rawi. "Kadang terlalu mahal."Pagi hari di Markas Kepolisian Wilayah SelatanKapten Damar menatap layar komputer besar de
Angin pagi menyapu wajah Rangga dan Leman saat mereka melangkah menyusuri jalan setapak di antara ladang tebu dan semak belukar. Sepatu mereka basah oleh embun, dan setiap suara burung atau ranting patah membuat keduanya menoleh waspada.Leman memegangi bahunya yang makin nyeri. Luka lama yang belum sembuh kini kembali terasa, membuatnya terhuyung.“Lo kuat, Man?” tanya Rangga sambil memegangi bahu sahabatnya itu.“Gue kuat,” jawab Leman lirih. “Gue cuma pengin kita beneran bebas.”Rangga menatap ke arah selatan. “Menurut info Ferry, pelabuhan kecil di Desa Pandanarang punya nelayan yang biasa ke sebuah pulau buat dagang. Kalo kita bisa naik kapal mereka, kita bisa kabur tanpa dicurigai.”Leman menarik napas panjang. “Kita jadi orang pulau, ya?”Rangga tersenyum tipis. “Atau apa pun yang penting kita hidup bebas.”Pagi hari di Pos polisi sektor Cilacap,Kapten Damar menatap layar laptop dengan tatapan tajam. Foto-foto buronan Rangga dan Leman sudah tersebar ke semua sektor. Karyo s
Mereka langsung menendang bara api dan tiarap di lantai. Motor mendekat, lalu berhenti. Suara laki-laki terdengar.“Menurut laporan, jejak kaki mereka sampai ke arah sini. Periksa rumah itu!”Langkah kaki menghantam tanah keras. Dua bayangan masuk ke halaman rumah.“Siap-siap,” bisik Rangga, mengambil batu besar di dekatnya.Langkah sepatu berat memasuki teras rumah.“Gue ke dalam. Lo awasi luar,” ujar suara laki-laki itu.Rangga menunggu, satu, dua, tiga detik.Begitu pria itu masuk ke kamar, Rangga langsung menyerang. Bruk!Batu menghantam kepala sipir itu dan tubuhnya roboh.“Ambil pistolnya!” teriak Rangga.Leman mengambil pistol di pinggang pria itu dan langsung mengarahkannya ke jendela.“Yang di luar, angkat tangan Lo atau gue tembak!”Tapi suara tembakan datang lebih dulu dari luar. Kaca jendela pecah dan Leman menjerit.“Arrgh! Gue kena di bahu!”Rangga menarik tubuh Leman ke belakang dan berteriak, “Kita kabur lewat belakang!”Karyo memapah Leman yang berdarah, sementara Ra
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments