Share

Part 3 Ikan Asin

Alifa menatap punggung lebar Farrel yang berbaring di depannya. Gadis itu tidak berani memejamkan mata. Walaupun sering bertemu Farrel dan banyak tahu tentang kehidupan Farrel dari kakaknya, Alifa merasa takut sendiri.

Farrel adalah pemuda dengan label berandalan. Dulu suka mabuk-mabukan, berkelahi, dan mungkin juga tukang main perempuan. Alifa takut jika dia lengah, Farrel akan berbuat sesuatu padanya. Walaupun laki-laki itu memang berhak atas dirinya. Alifa menarik nafas dalam-dalam dan berdo'a dalam hati.

"Kenapa kamu itu berisik banget sih, Fa?" Farrel bertanya ketus sembari membalikkan badan. Rupanya, dia cukup terganggu dengan gerakan gelisah dari istrinya itu.

Alifa pura-pura memejamkan matanya tak ingin menanggapi ucapan Farrel. Farrel menggelengkan kepalanya kemudian melipat kedua tangannya di depan dada. Kini dia memilih tidur terlentang.

Tanpa sadar, Alifa mendengus keras. Dengan posisi Farrel tidur seperti itu, jelas membuatnya tidak leluasa bergerak. Alifa menoleh, menatap wajah tampan dengan kedua mata terpejam itu.

"Ganteng juga, sayangnya berandalan. Kenapa sih aku harus menikah dengannya? Semua gara-gara Mbak Alisha dan Mas Bintang, nih. Mereka berdua nggak punya adab!" gerutunya dalam hati dengan jengkel.

"Kalau pengin lihat wajah orang ganteng nggak usah malu-malu kucing gitu, Fa." Alifa tersentak dan sontak kembali memejamkan matanya. Sialan benar, karena melamum tertangkap basah mengagumi wajah Farrel.

Farrel hanya tersenyum satu sudut melihat Alifa salah tingkah. "Kayak kucing tuh, dilempar sama kepala ikan asin melengos. Tapi begitu lengah langsung menikmati."

Farrel meneruskan ejekannya.

Alifa mengangguk membenarkan dan tersenyum penuh arti. "Iya, kamu benar. Terima kasih karena sudah sadar diri mengingatkan diri sendiri seperti ikan asin, tanpa perlu aku jelasin!"

Skak mat!

Farrel berdecih, lalu memiringkan tubuhnya menghadap Alifa. "Dan terima kasih juga, kamu bersedia menikah dengan ikan asin, dasar teri!" balasnya dengan santai.

"Hiiiih, dasar Gundul. Berisik!'' Alifa menjulurkan tangannya hendak mencubit lengan Farrel. Namun, dengan sigap laki-laki itu menangkap dan memegang tangannya.

"Fa, apa begini cara kamu kalau berantem dengan pacar-pacarmu? Nggak mau mengalah?" tanya Farrel mendadak ingin tahu kehidupan gadis itu sebelum menikah dengannya.

Alifa tidak menjawab, tetapi malah memejamkan matanya malas. Farrel mendengus karena merasa tak dihiraukan. Laki-laki itu menarik lengan Alifa sehingga tubuh istrinya itu lebih mendekat.

"Rel, kamu mau ngapain?" tanyanya takut.

"Kenapa kamu begitu nggak sopan, Fa? Aku tanya bukannya dijawab malah pura-pura merem. Aku yakin kamu sebenarnya paham dengan pertanyaan aku.

"Rel, apa yang perlu kamu ketahui?" Gadis itu balik bertanya.

Farrel berdecak lirih. "Ya, apa yang aku tanyakan tadi, kenapa kamu nggak jawab? Atau sebenarnya, kamu ini masih terikat dengan banyak pacar atau bahkan masih terikat pernikahan dengan orang lain?" tanyanya mengejek.

"Oh, sialan. Baru percaya aku sekarang kalau ternyata kamu ini bermulut pedas, Rel. Kamu pikir aku perempuan apaan? Yang ada kamu kali yang seperti itu!" Alifa tak terima.

Farrel menatap tajam wajah Alifa yang terlihat kesal padanya. Farrel tidak tahu, mengapa sifat Alifa sangat jauh berbeda dengan Alisha yang lembut. Gadis di depannya yang sayangnya adalah istrinya ini tak lebih dari gadis judes dengan ucapan seenaknya.

Farrel menarik nafas lelah, kemudian berkata lirih,"Ya, sudah maaf, kalau kamu keberatan. Mungkin aku memang nggak berhak tahu siapa sebenarnya orang yang sudah aku nikahi." Setelah berkata begitu, Farrel kembali membalikkan tubuhnya memunggungi Alifa.

Kini ganti Alifa yang didera perasaan bersalah kembali. Dua kali sudah dirinya membuat Farrel tersinggung. Dia menatap punggung lebar di depannya dengan perasaan bercampur aduk. Alifa hendak menyentuh bahu Farrel, tetapi tidak memiliki keberanian.

Alifa memejamkan mata, bukan rasa kantuk yang didapatkan. Melainkan rasa pedih, matanya memang mengantuk, tubuhnya juga lelah. Akan tetapi, hatinya resah. Ada perasaan bersalah, sedih, dan juga menyesal karena menerima perjodohan ini? Entahlah. Alifa tidak bisa mundur lagi sekarang.

"Lif, Pak Haji Imran dan Bu Halimah itu orang yang sangat baik. Mereka menginginkan ada perempuan yang bisa mengembalikan hati anaknya ke jalan yang benar. Mereka nggak mau anaknya menikah dengan gadis sembarangan. Farrel itu sebenarnya baik. Hanya saja karena ada suatu masalah, entah apa sehingga dirinya berubah seperti itu. Kalau kamu bisa membuatnya kembali menjadi Farrel yang dulu, itu ladang pahala untuk kamu, Lif!" Begitu nasihat ayahnya setelah menerima lamaran Pak Haji Imran, mewakili Farrel untuknya beberapa waktu yang lalu.

Alifa tidak tahu di mana menariknya Farrel, sampai-sampai Bintang dan Alisha memiliki ide gila itu. Karena ide Bintang dan Alisha pula lah, kedua orang tuanya menerima lamaran Farrel.

"Kenapa harus aku sih, Pak? Aku itu pengin selesai kuliah dulu!" sahutnya dengan ketus.

"Lif, memang kalau kamu sudah menikah nggak bisa selesaiin kuliah, apa?" Giliran sang ibu yang menimpali.

"Aku rasa kamu dan Farrel akan menemukan kecocokan setelah berumah tangga. Kalian akan saling belajar karena kalian hampir memiliki persamaan." Itu alasan Bintang yang paling bersikeras dengan perjodohan ini.

Kacau sudah. Alifa tidak bisa menolak keinginan mereka semuanya dan dia juga heran, mengapa Farrel juga tidak berdaya menolak perjodohan ini?

Tanpa sadar gadis itu terisak lirih. Dengan hati-hati dan tak ingin menganggu tidurnya Farrel, Alifa bangkit dari tempat tidur. Dia segera mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat malam. Dia menangis di situ.

Alifa memasrahkan takdirnya sekarang. Dia akan berusaha mengembalikan Farrel pada orang tuanya sebagai anak kebanggaan mereka. Dia akan berusaha menjadi istri yang baik bagi laki-laki yang telah terbuai dalam mimpi itu. Walaupun Alifa harus mengorbankan hatinya yang tidak menginginkan laki-laki itu sebagai suaminya.

"Maaf," ucapan lirih disertai pelukan dari belakang tubuhnya membuat Alifa tertegun. Dia melirik ke arah sepasang lengan yang melingkari bahu kurusnya. "Maaf, sudah membuatmu menangis, Fa." Farrel kembali berbisik lirih. Laki-laki itu meletakkan dagunya di pundak Alifa yang masih tertegun.

* * *

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status