Share

Part 2 First Kiss

Penulis: La Bianconera
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-20 19:52:16

Malam harinya, di kediaman Pak Haji Imran.

Setelah acara akad nikah, dilanjutkan resepsi yang cukup melelahkan sampai sore hari. Alifa tampak canggung berada di kamar milik Farrel.

Sebenarnya jika boleh memilih, Alifa ingin tidur di kamar terpisah. Akan tetapi, dia tidak punya pilihan karena menyadari keberadaannya kini. Dan menurut Farrel walaupun rumah Bu Halimah cukup besar, tetapi semua kamar sudah penuh diisi oleh saudara mereka yang kebetulan datang dari luar kota.

Alifa segera mengambil baju ganti dan bergegas ke kamar mandi yang menyatu dengan kamar laki-laki itu. Dia ingin cepat-cepat mandi, shalat kemudian beranjak tidur. Sementara itu, Farrel masih di ruang tamu bersama para sahabatnya.

"Hm, bersih juga kamar mandinya. Nggak nyangka." Alifa bergumam lirih begitu berada di kamar mandi.

Tanpa terasa, sudah 30 menit Alifa di dalam kamar mandi. Gadis itu dengan santai keluar dari situ sambil membungkus rambut basahnya dengan handuk.

Dia mengerutkan kening ketika mendapati kamar dalam keadaan gelap, padahal tadi sebelum dia masuk kamar mandi tidak mematikan lampu.

"Pasti Farrel kurang kerjaan nih, matiin lampu. Nggak lihat apa, kalau ada orang di dalam? Dasar Gundul!" Alifa menggerutu sendiri sambil meraba sakelar lampu.

Klik!

Kamar menjadi terang benderang.

Alifa ternganga ketika mendapati sosok tubuh jangkung itu sudah berbaring nyaman di tempat tidur. Dia mendekat, meneliti sebentar laki-laki yang telah lelap dalam tidurnya tersebut.

"Untung dia sudah tidur jadi aman, mau ngatain gundul juga nggak denger. Tapi, kenapa dia dinamakan gundul?" gumamnya lagi.

Alifa mengangkat bahu acuh kemudian bersiap menggelar sajadah.

"Kamu itu ternyata tukang ghibah juga, ya?" tanya Farrel sinis yang membuat Alifa menoleh dan tersenyum canggung. "Jutek, judes, galak, tukang gosip lagi!" Farrel mengakhiri kalimatnya sembari mencibir.

"Lah, siapa suruh pura-pura tidur?" sahut Alifa tidak mau mengalah. "Sudah shalat belum? Ayo shalat dulu, bisa mengimami shalat, kan?" tanyanya mengejek. Farrel mendengus kesal kemudian bangkit dari tempat duduknya.

Laki-laki itu berjalan mendekat ke arah Alifa dan mengusap gemas kepala Alifa yang sudah tertutup mukena. "Jangan meremehkan, jangankan jadi imam shalat, membuatmu besok pagi jalan ngesot saja bisa, kok!" jawabnya santai sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Nggak usah mimpi, Rel. Siapa juga yang mau!"

"Terus maunya kamu sama siapa?" tanya Farrel tidak suka akan jawaban gadis yang telah resmi menjadi istrinya itu.

"Ya, ya...," Alifa mendadak gugup. Dia menatap Farrel dengan perasaan bersalah. "Maaf, maksudnya aku ... Ng-"

"Kelamaan mikir!" sahut Farrel kemudian memasuki kamar mandi.

Benar saja, Farrel tidak hanya sekadar bisa menjadi imam shalat. Akan tetapi, laki-laki itu sangat fasih dan merdu dalam mengucapkan bacaan shalat. Alifa merasa heran, apa yang membuat laki-laki itu masih terlalu enggan dekat dengan Tuhan?

"Cium dulu," Farel mengulurkan tangannya pada Alifa yang membuat gadis itu tersentak dari lamunannya.

Dengan canggung dia mencium tangan suaminya. Farrel menatap wajah cantik dalam balutan mukena itu, kemudian menarik nafas panjang. Farrel memilih bangkit dari tempat shalatnya lebih dahulu, kemudian mengganti bajunya begitu saja.

"Reell, bisa nggak sih, nggak asal buka baju di sini?" tanya Alifa sambil menutup matanya.

"Oh, aku kira nggak ada orang lain di sini. Nggak kelihatan, sih!" jawabnya acuh sembari tersenyum sekilas.

Alifa mendengus. "Dipikir aku itu bukan orang apa? Suami macam apa sih, kamu ini?" cibirnya jengkel.

Farrel membalikkan badan dan menatap dalam-dalam pada Alifa yang berdiri kaku di depannya. Farrel mempersempit jarak di antara mereka. Alifa mundur selangkah hingga tubuhnya menabrak tembok. Farrel semakin senang melihat Alifa menatapnya dengan tatapan takut.

Laki-laki itu mengungkung tubuh Alifa dengan meletakkan kedua lengannya di kedua sisi tubuh gadis itu. Farrel mendekatkan wajahnya ke arah Alifa.

Sontak Alifa memejamkan mata takut, sambil meremas ujung bajunya.

"Maunya kamu, aku seperti apa? Semua tergantung kamu, Fa!" ucap Farrel datar yang membuat Alifa membuka matanya. "Kenapa kamu takut gitu? Kamu pikir aku akan nyium kamu?" Farrel kembali tersenyum penuh arti.

Alifa menatap jengkel pada laki-laki yang berada tepat di depannya itu. "Aku nggak berharap kamu cium. Aku juga tahu, kamu nggak bakalan cium aku," Alifa mengangkat bahu acuh sambil mencibir, "karena kamu nggak bisa nyium dan mungkin nggak suka sama perempuan." Alifa berucap enteng yang tanpa sadar justru menantang Farrel.

Tanpa basa-basi, Farrel menarik tengkuk Alifa dan mendaratkan ciuman di bibir istrinya itu. Alifa yang terkejut hanya bisa memukul pelan dada suaminya. Namun, rupanya Farrel belum berniat menghentikan ciumannya. Bahkan dia memeluk erat tubuh Alifa.

"Bagaimana, apa aku nggak bisa nyium kamu?" sindirnya setelah ciuman itu berakhir.

"Rel, lepasin!" Alifa berkata lirih dengan wajah memelas.

Farrel tersenyum menyeringai. Bukannya melepaskan pelukan, dia justru kembali mengulang ciumannya. Rasanya senang sekali melihat wajah Alifa yang terbiasa ketus itu menjadi merah merona.

Alifa mengusap bibirnya yang terasa bengkak akibat ulah Farrel yang menurutnya bar-bar. Alifa mengatakan begitu karena dia tidak tahu bagaimana rasanya dicium. Dan dia tidak menyangka ciuman pertamanya justru dinikmati oleh Farrel.

Laki-laki yang pernah berkali-kali ditegaskan dalam hati tidak akan pernah menjadi suaminya. Tetapi karena perjodohan itu, kini Farrel benar-benar menjadi suaminya. Rupanya, Alifa termakan oleh sumpahnya sendiri.

"Kenapa kamu berdiri di situ?" tanya Farrel ketika Alifa masih berdiri kaku di tempatnya.

"Terus aku harus di mana? Kamu bilang nggak ada tempat di kamar lain."

"Ck, kenapa kamu mendadak jadi polos begini sih, Fa? Tidur di sini!" ucap Farrel tegas. Alifa mengangkat dagunya menatap Farrel yang berdiri di samping tempat tidur.

"Kamu tidur di mana?" tanyanya lirih.

"Hmm. Selain mendadak polos kamu mendadak lola!" sahut Farrel gemas. "Kita tidur di sini. Sambil latihan!" ucapnya enteng sembari merebahkan tubuhnya ke tempat tidur.

* * *

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • TERJEBAK PERNIKAHAN TAK DIHARAPKAN    Part 58 End

    Tanpa berucap apa-apa, Agus segera berberes. Sedangkan Nur sibuk dengan si Kembar di dampingi Bu Aminah. Bayi berusia 1,5 bulan itu memang sangat menggemaskan. Bu Aminah dan anak-anak melepas kepergian si Kembar dengan mata berkaca-kaca. Tetapi mereka tidak bisa menahannya. Si Kembar memiliki keluarga dan rumah. Sebelum berangkat ke rumah sakit, Brian terlebih dahulu menghampiri Agus dan memeluk laki-laki itu. Brian menatap Agus dan menepuk pelan bahu laki-laki itu. "Perjuangkan rumah tangga kalian. Jangan sampai si Kembar kehilangan kasih sayang utuh dari orang tuanya, Gus," pesannya.Agustus mengangguk samar. "Terima kasih, Yan. Terima kasih, sudah menjaga si Kembar dan Nur. Kalau nggak ada kalian, aku nggak tahu nasib mereka," ucap Agus sambil melirik ke arah Nur dan kedua anaknya.Brian terkekeh kemudian pamit pada Agus dan Nur untuk ke rumah sakit. Laki-laki itu sengaja berangkat lebih pagi dengan alasan ada pasien yang hendak melahirkan. Padahal, Brian tidak ingin melihat kepe

  • TERJEBAK PERNIKAHAN TAK DIHARAPKAN    Part 57 Sanksi Sosial

    "Kamu jangan khawatir gini, Yan. Sudah, ah. Berangkat dulu," pamit Agus lagi. Brian tidak bisa lagi mencegah temannya itu. Agus juga menolak diantar dengan alasan laki-laki itu ingin menyendiri. Brian hanya bisa mengangguk pasrah.Nuraini menunduk dalam tidak berani membalas tatapan mata Brian. Sesekali laki-laki itu meliriknya sambil makan. Pandangan Nur bertemu dengan Bu Aminah yang duduk di sebelah Brian."Agus kok lama pulangnya? Apa dia bilang pergi ke mana gitu, Nur?" tanya wanita itu.Nuraini menggeleng lemah. "Ndak, Bu. Cuma pamit ke klinik," jawabnya. Nuraini beralih memandang Brian. "Em, Mas. Tangan Mas Agus kenapa ya, kok bisa begitu?" tanyanya lirih.Dia merasa bodoh. Suami sendiri terluka, tetapi dirinya tidak tahu. Brian mengangkat sebelah alis mendengar pertanyaan konyol itu."Aneh banget. Kamu itu istrinya, Nur. Seharusnya kamu tanya, kenapa dia begitu? Kalau dia nggak datang ke Jakarta, Agus juga nggak luka begitu!" jawab Brian ketus.Bu Aminah langsung menoleh dan m

  • TERJEBAK PERNIKAHAN TAK DIHARAPKAN    Part 56 Terbiasa Dengan Rasa Sakit

    "Apa maksud Mas Brian bicara begitu?" tanya Nur lirih.Brian menggeleng samar, kemudian bangkit dari tempat duduknya. Sedangkan Nur, mendongak menatap laki-laki itu. Nuraini berharap dirinya salah dengar tentang pernyataan Brian."Aku nggak perlu mengulangi apa yang aku katakan, Nurkodir. Yang aku minta, pulanglah, dan perbaiki hubungan kalian. Cayenne dan Panamera nggak pantas menjadi korban keegoisan orang tuanya," ucap laki-laki itu masih dalam nada ketusnya.Nuraini mengangguk samar, kemudian bangkit dari tempat duduk. Brian mengarahkan pandangan pada beberapa anak yang tengah berkumpul di gasebo bersama guru les."Lihatlah mereka. Anak-anakku itu sewaktu kecil masih bisa aku bohongi tentang orang tuanya. Tapi setelah mereka besar dan sekolah, mereka selalu menuntut jawaban yang sama, Nur. Selalu menanyakan keberadaan orang tua kandungnya. Jangan buat Cayenne dan Panamera mengalami hal serupa dengan mereka," tunjuk Brian pada anak-anaknya. Nasihat si Kaku, pemilik mulut judes itu

  • TERJEBAK PERNIKAHAN TAK DIHARAPKAN    Part 55 Pasrah

    "Cayenne, Panamera?" tanya Agus lirih.Brian mengangguk antusias. Dia mempersilakan Agus duduk sembari menunggu Bu Aminah. Rupanya, Bu Aminah membantu Nur memandikan Cayenne dan Panamera.Dada Agus berdesir mendengar tangisan bayi dari dalam kamar tamu. Laki-laki itu beranjak mendekati pintu yang sedikit terbuka. Sedangkan Brian sibuk dengan Axel dan Aruna, anak angkatnya yang berusia satu setengah tahun. "Iya, sebentar ya, Sayang. Gantian Adek Cayenne, dong!""Sudah, Nur, cepat susuin. Biar Ibu yang pakaiin Cayenne baju. Lagian, kamu itu disuruh stok ASI kok susah banget. Maunya tiap hari diomelin Brian. Apa nggak panas, dengerin Brian ngomel?" goda Bu Aminah sambil tertawa kecil.Nuraini menggeleng pelan. "Sudah biasa, Bu. Mas Brian cerewet, tapi perhatian sama si Kembar," ucap Nur sambil melangkah mendekati pintu hendak menutup pintu tersebut.Wanita itu tertegun. Begitu juga laki-laki yang berdiri di depan pintu. Keduanya mematung. Mata laki-laki itu memerah. Pipinya basah. Nurain

  • TERJEBAK PERNIKAHAN TAK DIHARAPKAN    Part 54 Lagi-lagi Kebetulan

    Semakin lama memandang wajah mungil Panamera, semakin merasa aneh. Memang wajah bayi itu akan berubah-ubah. Akan tetapi, apa ini kebetulan?Brian meletakkan kembali Panamera, ketika bayi itu mulai menangis. Sedangkan Cayenne sudah tidur sejak beberapa menit yang lalu. Mendengar anaknya menangis, Nur bergegas mendekat."Kayaknya haus, Nur. Kamu harus banyak makan sayur, Nur. Bayi kamu butuh banyak nutrisi, kamu dengar?" ucap Brian kembali ke mode datar dan ketus.Nuraini mengangguk. Dia segera meminta izin membawa Panamera ke kamar dan menyusuinya. Kedua bayi kembarnya itu sangat rakus ketika menyusu. Brian memang tergolong cerewet jika menyangkut anak-anaknya dan juga si Kembar."Alhamdulillah ya, Nak. Kita mendapatkan keluarga baru yang sangat baik. Om Brian dan Eyang sangat sayang pada kalian. Jangan sedih ya, Nak, kalian pisah dari Ayah. Nanti Bunda ketemuin kalian kalau sudah waktunya."Nuraini tersenyum dan mencium pipi Panamera dengan sayang. Nur memerhatikan wajah Panamera yang

  • TERJEBAK PERNIKAHAN TAK DIHARAPKAN    Part 53 Welcome Twins

    Dengan langkah lelah, Agustus tidak berhenti mencari keberadaan sang istri. Dia juga sudah menyebar beberapa foto Nuraini. Namun keberadaan Nur benar-benar seperti ditelan bumi. Agustus tertunduk lesu di peron stasiun. Selama dua minggu di Jakarta tidak membuahkan hasil. Laki-laki itu memutuskan kembali ke Ponorogo. Kini Agus tidak punya semangat hidup. Dia juga tidak bersedia dicalonkan menjadi kepala desa kembali.Bahkan, Agus lebih banyak menghabiskan waktu di toko. Terkadang dia juga tidak pulang dan memilih tidur di toko. Pulang ke rumah hanya akan membuat hatinya semakin diliputi rasa bersalah. Melihat barang-barang milik Nur, hati laki-laki itu kembali tercabik-cabik sakit.Agustus mengusap kedua matanya yang basah. Teringat dosa-dosanya di masa lalu. Dosa-dosa yang pada akhirnya mendzolimi wanita sebaik Nuraini.Sudah tiga bulan, Agus menekuni ilmu agama di pondok pesantren. Dia hanya pulang ke rumah seminggu sekali. Jika pulang, Agus memilih tidur di rumah Nenek Kanti. Di si

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status