Uly melangkah terburu-buru di lorong kampus karena dirinya sudah hampir terlambat. Ini semua karena ulah suami berondongnya itu yang tak mau berhenti dan terus menerus menempel padanya.
Meski merasa lelah, Uly harus tetap pergi melaksanakan tanggung jawabnya.
Sayangnya, karena kurang fokus wanita itu menabrak seorang rekan sesama dosen di sana hingga ia hampir terjatuh. Untung saja pria itu sigap menahan tangannya.
Uly meringis tak enak karena ternyata pria itu merupakan anak dari pemilik kampus ini.
"Aduh, maaf Pak Gama, saya nggak hati-hati," ucap Uly tak enak.
"Tidak masalah, Bu, lain kali hati-hati," ucap pria itu tegas.
Uly mengangguk dan berusaha berdiri tegak saat pria itu melepaskan tangannya.
"Ekhm ...."
Spontan keduanya menoleh dan mendapati seorang pemuda berdiri tegak di belakang mereka dengan tatapan menghunus tajam.
Malam hari, Uly menunggu Dewa pulang karena pemuda itu ternyata tak berada di rumah saat Uly kembali dari kampus.Uly menebak bahwa Dewa belum pulang sejak pagi.Wanita itu yang ngun menghuni tapi sadar bahwa ponsel pria itu tertinggal di rumah, dan yang bisa Uly lakukan hanya menunggu dan menunggu.Saat ia sedang berjalan mondar mandir dengan hati gelisah, terdengar suara bel pintu.Uly mengerutkan dahi seraya berjalan ke depan. Siapakah gerangan yang bertamu malam hari begini?"Ngapain kamu?" tanya Uly kaget saat membuka pintu dan mendapati Arya berdiri dengan wajah dan baju berantakan.Pria itu tertawa seperti orang gila, hingga membuat Uly mengambil kesimpulan bahwa Arya sedang mabuk apalagi tercium bau menyengat dari mulutnya."Kamu ... kamu kenapa buat hidup aku berantakan, Ly?" rancau pria itu.Uly mengerutkan dahi, sementara tangan
Uly duduk di atas kasur dengan dada berdebar kencang. Kata sayang yang tadi ia ucapkan ternyata memberi efek gugup dan salah tingkah yang kini melandanya saat menunggu kedatangan Dewa.Tak bisa dipungkiri sekarang Uly sangat malu jika harus bertemu Dewa. Ia merutuki diri sendiri yang malah dengan bodohnya memberi kecupan setelah pengakuan sayangnya. Sungguh sangat memalukan jika mengingat hal itu.Bocah nakal yang tak pernah terlintas di benak Uly akan menjadi suaminya kini malah membuat jantungnya berdebar tak karuan.Suara pintu kamar terbuka membuat Uly terkesiap, rasa gugupnya kian membubung tinggi. Apalagi saat melihat pemuda yang kini menjadi suaminya itu masuk dengan pakaian berantakan."Aku kira kamu udah ketiduran. Lama banget supir jemput dia," gerutu Dewa jengkel seraya melepas kaosnya hingga kini ia hanya shirtless saja."Aku ... aku nggak bisa tidur," sahut Uly gugup.
Hari ini Dewa bangun lebih dulu dan menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Uly yang baru saja memasuki dapur merasa tak enak dan hendak menggantikan Dewa yang tengah menggonggseng nasi goreng."Duduk di sana dan biarkan suami kamu yang memasak pagi ini," ucap Dewa dengan gaya angkuhnya.Uly menggeleng dan hendak mengambil spatula di tangan Dewa."Oh, bandel ya. Nggak nurut sama suami." Dewa menyentil dahi Uly hingga wanita itu memekik."Ini tugas aku," ucap Uly tak mau kalah."Tugas aku bahagiain kamu."Spontan saja Uly terdiam dengan wajah merona hanya karena gombalan receh bocah yang kini menjadi suaminya itu."Isssh ... Pasti dulu kamu playboy yang suka ngerayu-rayu perempuan, kan?" tuduh Uly."Aku yang dirayu-rayu," sahut Dewa seraya meletakkan dua piring nasi goreng dengan telur mata sapi dan irisan sosis menjadi pelengkapny
********Maharani meremas stir mobil dengan geram, ia sengaja datang pagi-pagi dengan alasan mengantar makanan agar bisa sarapan berdua dengan Dewa. Apalagi ia sudah menambahkan sesuatu di makanan tersebut agar rencananya benar-benar berhasil.Sungguh, ia sudah terlalu lama bersabar untuk meluluhkan hati Dewa, tapi pria itu tampak sangat susah untuk didekati.Padahal sudah kerap kali Maharani sengaja menggoda, dengan pakaian terbuka diiringi desahan manja. Berharap laki-laki itu akan tergoda, tapi nyatanya Dewa tak menggubris dan merasa biasa saja.Kali ini Maharani tak bisa tinggal diam dan menunggu lagi. Wanita di rumah Dewa yang dikatakan kakak sepupunya itu membuat ia merasa was-was.Maharani tak bisa mempercayai begitu saja, sebab jika memang benar wanita itu kakak sepupu Dewa, kenapa ia harus tin
Dewa tersenyum senang melihat kertas yang ada di tangannya saat ini. Surat kepemilikan atas bangunan bengkel yang selama ini masih ia sewa.Setelah kemarin pemuda itu mengurus masalah kebakaran bengkel yang merugikannya hingga ia harus merogoh tabungan cukup besar. Kini, tabungannya sudah terkuras habis. Tapi tak masalah, karena ia akan semakin serius mengurus usahanya ini agar semakin berkembang dan menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk keluarganya.Dewa juga berencana menunda kuliahnya tahun ini karena ingin fokus dengan pekerjaannya.Awal berdirinya bengkel ini memang bukan karena Dewa yang hobi otomotif atau hebat di dalamnya. Dulunya ia hanya membantu Juno menyalurkan bakat pemuda itu yang hobi memodifikasi anggota, lama kelamaan ia menyukai hal-hal yang berbau otomotif dan mulai mempelajarinya. Bahkan sebelum bertemu Uly, ia lebih betah berada di bengkel bersama oli yang kotor daripada di rumah.Hari
🍂🍂🍂Dewa duduk tenang memperhatikan Uly yang diperiksa oleh seorang dokter yang sedang mengolesi krim di atas perut istrinya itu. Jujur saja, kini jantung pemuda itu berdebar tak karuan. Jika benar yang dikatan oleh istri dokter itu, maka artinya ia akan segera menjadi ayah. Hal itu membuat Dewa tak mampu menahan senyumnya."Wah, kantung kehamilannya sudah nampak jelas meski janinnya belum terlihat." Wanita paruh baya yang merupakan dokter kandungan itu tersenyum lebar kala melihat monitor yang Dewa sendiri tak tahu menahu apa yang terlihat di sana."Berapa usianya?" tanya Uly pelan."Enam Minggu," jawab sang dokter seraya membersihkan perut Uly.
Uly menggeliatkan tubuhnya yang terasa pegal karena aktivitas yang mereka lakukan semalam cukup menguras tenaga.Uly sangat tahu Dewa, laki-laki itu tak akan melewatkan kesempatan apalagi suasana di tempat ini sangat nyaman. Walaupun Uly sadar dimana dan bagaimana pun suasananya, darah muda Dewa akan terus mengelora."Good Morning, Wife," bisikan di sebelahnya membuat Uly meremang pasalnya hembusan hangat pemuda itu tepat mengenai telinganya yang kian sensitif."Ini udah hampir siang kalau kamu nggak tahu," sahut Uly seraya menggeliatkan tubuh."Hmm, benarkah?" tanya seraya mengulum senyum, tahu bahwa ini semua karena ulahnya yang tak pernah merasa puas mengejar gelombang asmara.Uly mendengkus dan hendak menggeser lengan Dewa yang membelit tubuhnya. Perlahan Dewa duduk dan mencium perut Uly dengan penuh kelembutan. "Selamat pagi, Anak Daddy."Uly mengulu
Cekidot!Di sebuah cafe pinggiran kota, seorang wanita muda bercelemek abu-abu sedang melayani pembeli di cafe kecilnya. Ibu muda yang memiliki gadis kecil dan membesarkannya seorang diri itu begitu bersemangat melihat pelanggan yang semakin ramai berdatangan.Dendis cafe yang terletak di sebuah kota kecil dengan keramahan penduduk sekitarnya. Wanita itu memilih tinggal di sana setelah melalui banyak lika liku hidup yang membuatnya menyesal hingga saat ini.Bahkan luka fisik yang diterimanya tak sesakit luka batin yang kini terus saja menghantui kemanapun ia pergi.Andai saja waktu bisa diulang kembali, ia pasti tak akan menyia-nyiakan seseorang yang sangat menyayangi dirinya kala itu.Kini, semua hanya tinggal kenangan. Tapi jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih mengharapkan sebuah kesempatan. Biarlah ia dianggap tak tahu diri, tapi orang tidak akan pernah tahu apa yang dirasakannya kini. Sebuah rasa y