Uly Syahrani menjalin hubungan dengan pria yang dianggapnya sangat bijaksana bernama Arya Mahendra. Uly bahkan berharap mereka akan melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Tapi apa daya, takdir berkata lain saat wanita itu memergoki Arya berselingkuh dengan sekretarisnya. Dalam kekecewaan yang besar, Uly melarikan rasa sakit hati pada minuman yang memabukkan. Hingga ia tak sadar telah terlibat hubungan dengan Dewa angkasa yang tak lain adalah adik tiri Arya. Uly harus menerima ketika dirinya dinikahi oleh pria yang berumur jauh di bawahnya.
Lihat lebih banyak******
Uly Syahrani berdandan dengan cantik karena malam ini dia akan menyambut sang pujaan hati, Arya Mahendra yang sore ini tiba di bandara Soekarno Hatta.
Setahun menjalin hubungan tanpa pernah berjumpa membuat hati wanita itu kini dilanda kegugupan, dia takut Arya merasa kecewa dengan paras aslinya. Meskipun selama ini mereka sering melakukan video call, tapi tetap saja ini rasanya berbeda.
Uly bergegas keluar ketika mendengar suara klakson mobil di depan pintu rumahnya. Mobil jemputan dari keluarga Arya sudah datang. Iya, dia memang sudah sedekat itu dengan keluarga pria itu, bahkan di waktu senggangnya, Uly sering mengunjungi kediaman mereka.
Mama Tere bahkan sangat menyukai dirinya karena Uly pintar memasak. Seringkali wanita itu memintanya datang hanya untuk belajar membuat kue bersama Uly.
Di antara semua kerabat Arya yang Uly kenal, hanya satu oranglah yang sangat tak suka padanya. Bahkan terkesan sinis dan dingin, yaitu Dewa Angkasa, adik tiri pria itu.
Mungkin dibenaknya Uly hanyalah seorang wanita mata duitan yang mencintai Arya karena hartanya.
Memang tak bisa dipungkiri bahwa Keluarga Angkasa masuk dalam sepuluh keluarga terkaya di Indonesia. Tapi jujur saja, bukan hal itu yang membuat Uly mau menerima Arya sebagai kekasihnya, karena memang cintanya tulus untuk pria itu.
Arya adalah pria yang baik, lembut, sopan, serta bertanggung jawab. Saat ini pria itu baru saja mendapatkan gelar masternya di Universitas ternama Amerika, dan sudah pasti hal itu menjadi nilai plus di mata Uly. Hal yang positif tentunya.
"Cantik sekali Nona Uly hari ini." Suara Pak Budi terdengar jahil di telinga wanita itu.
"Bapak jangan begitu dong. Saya jadi nggak pe-de," Uly berucap malu.
Pria paruh baya yang menjemputnya sore ini tertawa. "Nona Uly cantik, baik lagi. Semoga langgeng, ya sama Den Arya."
"Amiin. Makasih, Pak Budi," ucap Uly seraya tersenyum manis.
Mobil bergerak membelah jalan raya, membawa serta rasa gugup dan cemas yang Uly rasakan. Malam ini, dia akan menuntaskan segala rindu yang menggunung, dan akhirnya penantian panjangnya telah berujung.
Setengah jam kemudian, Uly sampai di kediaman keluarga Angkasa. Uly memang lebih memilih menunggu Arya di rumah, ketimbang ikut bersama kerabat pria itu yang menjemput di bandara. Lagi pula mereka pergi sebelum jam pulang mengajar Uly selesai.
Gadis itu melangkah santai memasuki rumah besar bak istana itu, sambil menenteng bungkusan plastik yang berisi kue coklat buatannya sendiri yang khusus di masaknya untuk menyambut kepulangan Arya.
"Eh, Non Uly sudah datang toh, sini-sini duduk." Bulek Atik, pekerja rumah ini menyambut ramah Uly yang segera meletakkan bungkusan kue di atas pantry.
"Pergi semua, ya, Bulek?" Uly bertanya seraya menyusun kue ke atas piring.
"Ndhak, Non. Tuan muda Dewa ada di atas," jawab Bulek Atik.
"Loh, dia nggak ikut jemput?"
"Tadi mau ikut, tapi tiba-tiba sakit perut katanya."
"Oh, gitu." Uly selesai menata kue dan meletakkannya di atas kitchen island. Lalu ia berbalik hendak membantu Bulek Atik yang sibuk memasak banyak menu untuk jamuan makan malam.
Suara langkah kaki terdengar memasuki area dapur, Dewa muncul hanya dengan celana olahraga yang menggantung di pinggul, keringat tampak membasahi dada telanjangnya.
Uly memalingkan wajah karena merasa malu, dia yang notabenenya wanita kolot yang sungguh polos merasa risih melihat pemandangan itu karena tak terbiasa.
Kedekatannya dengan seorang pria pun biasa-biasa saja, hanya sebatas mengobrol dan makan bersama tanpa ada sentuhan fisik. Mungkin hal itulah yang membuat para teman kencannya itu merasa jenuh dan tunggang langgang meninggalkannya.
Uly berharap Arya adalah pria berbeda, mereka sama-sama sudah dewasa, dan wanita itu harap Arya adalah pria yang bertanggung jawab dan memegang prinsip Teguh melindungi wanita.
"Den Dewa perlu bantuan?" tanya Bik Atik sopan.
Cowok itu menggeleng pelan, dengan mata menusuk tajam punggung wanita yang berdiri dengan gelisah di depan kulkas.
Dewa berjalan mendekati wanita itu, menatapnya sejenak sebelum meraih kedua bahu Uly dan menggesernya dengan mudah.
"Minggir! Gue mau minum!" ucapnya datar.
Wanita itu tergagap dengan bibir sedikit bergetar. "Oh, ehm ... apa kamu ingin kue?" tanyanya gugup.
Dewa menaikkan sebelah alis seraya menyambar sebotol air mineral dan meneguknya hingga setengah.
"Apa itu kue buatan elo?" Matanya melirik sepiring brownis yang terletak di atas meja.
Uly mengangguk tanda membenarkan meski nada bicara calon adik iparnya itu terdengar kurang sopan.
Dewa melangkah mendekati meja itu, menyambar sepotong brownis dan melahapnya dengan wajah datar. Lalu, tanpa Uly sangka, laki-laki itu berlalu pergi membawa sepiring kue tanpa berkata apa-apa.
Wanita itu ingin mencegah, tapi entah mengapa bibirnya terasa kelu walau hanya sekedar menegur laki-laki itu.
"Loh, kok dibawa semua? Biasanya Den Dewa ndhak suka makanan yang manis-manis," komentar Bulek Atik heran.
Uly meringis tak mengerti, ia segera melihat kantongan plastik yang tadi dibawanya. Untung saja masih tersisa sedikit potongan brownis yang bisa ia sisakan untuk Arya.
Setengah jam kemudian, segala menu masakan telah terhidang di atas meja, lengkap dengan buah dan menu penutupnya. Tak lama, terdengar deru mobil berhenti di pekarangan rumah, dilanjutkan dengan suara tawa dan langkah kaki yang semakin mendekat.
Uly merasakan jantungnya berdetak dua kali lebih cepat, jemarinya saling meremas dengan getar halus yang merambat.
"Welcome to home, Sayang!" Suara riang gembira Tere terdengar begitu bersemangat.
"Ah, Uly! Kamu sudah datang, Sayang!" pekik wanita itu ketika melihat calon menantu kesayangannya berdiri kaku di seberang meja makan.
Wanita itu mengangguk canggung. "Iya, Ma," sahutnya pelan. Ya, Tere sendiri yang memintanya memanggil dengan sebutan mama.
"Arya ...! sini!" panggil wanita paruh baya itu girang.
Tak lama, sesosok pria tampan dengan balutan kemeja biru navy muncul di hadapan Uly.
"Coba tebak, ini siapa?" goda sang mama pada putra sulungnya.
Senyum pria itu seketika mengembang, menatap lembut wanita yang berdiri dengan jari saling bertautan.
"Hallo, Uly," sapanya lembut.
Wanita itu mendongak dengan tatapan malu disertai detak jantung bertalu-talu.
"Hai, Mas Arya," sahutnya teramat merdu.
Pria itu tak sanggup menahan senyum, direntangkannya kedua tangan seraya berucap, "Nggak mau peluk? Nggak kangen sama aku?"
Uly menunduk malu, menggigit bibir salah tingkah. Arya yang melihat itu menarik kekasihnya gemas, mendekap dengan pelukan hangat sebagai salam perjumpaan.
"Aku nggak nyangka, kamu lebih manis dari yang aku bayangin," kekehnya senang, dengan raut wajah begitu riang.
******
Suatu pagi yang cerah di sebuah kediaman milik Angkasa, matahari menyapa lewat sinarnya yang menembus dari celah gorden. Di atas ranjang yang cukup berantakan itu tidur seorang pria yang masih bergelung dengan selimut bersama sang istri di dalam pelukannya. Kedua manusia itu begitu menikmati waktu istirahat mereka setelah menakhlukkan gelombang asmara yang menggulung keduanya hingga hampir subuh tadi. Tak lama kemudian terdengar suara ketukan di pintu bersama celotehan seorang bocah satu tahun yang merengek di dekat kaki sang kakek. "Cup ... cup ... cup. Tunggu sebentar, opa bangunkan dulu orang tuamu yang seperti kerbau itu," ujarnya berusaha menenangkan sang cucu yang mencari papinya saat baru bangun tidur itu. "Pi ... Pii ... Piii ...." rengek Bara sembari menarik narik celana Abas. "Astaga! Dasar Anak kurang ajar," gerutu pria paruh baya itu sebelum mengumpulkan suara dan menambah
Menjelang fajar, Dewa dan sang Papi tiba di rumah setelah memberi beberapa keterangan di kantor polisi dan menyerahkan semuanya kepada petugas yang berwajib. Rasa lelah dan juga letih yang dirasakan oleh pria itu seolah hilang tak bersisa ketika melihat wajah damai anak dan istrinya yang masih tertidur pulas di dalam kamar. Dewa segera membersihkan diri dengan kilat lalu ikut bergabung di atas ranjang dan memeluk istrinya dengan erat. Hal itu tentu saja langsung membuat Uly terjaga dan membalikkan tubuh menatap wajah suaminya yang tersenyum sangat lebar. "Kamu kenapa?" tanya wanita itu heran karena wajah pria itu yang terlihat sangat cerah. "Kangen kamu," sahut Dewa sembari mengecup sudut bibir wanita itu yang masih terperangah karena merasa heran. "Aneh," gumam Uly Yang masih bisa didengar oleh Dewa.
Arya dan Gladys menyadari bahwa mereka saat ini sudah terkepung dan tidak bisa melarikan diri dengan mudah begitu saja."Papa," ujar Arya yang jauh di lubuk hatinya masih menyimpan rasa hormat dan segan pada orang tua yang telah menyekolahkannya hingga ke luar negeri itu."Sudah kuduga kamu tidak datang sendiri," desis Gladys yang menarik sebuah pistol dari saku Arya."Jangan macam-macam, Gladys! Ingat anakmu," ucap Abas memberi peringatan kepada wanita itu yang sudah mengacungkan senjata ke arah Abbas dan Dewa secara bergantian.Wanita itu menatap keduanya dengan penuh kebencian. "Tidak perlu repot-repot menasehatiku! Anak bukan sesuatu hal yang begitu penting untukku," desis wanita itu.Abbas terperangah tak percaya. Bagaimana bisa wanita yang dulu begitu lugu dan pendiam itu kini menjelma jadi wanita yang tak memiliki perasaan bahkan kepada darah dagingnya sendiri.&nbs
Mereka tiba di kediaman Abbas Angkasa saat matahari mulai terbenam di ufuk barat. Tepat saat sang Papi baru saja pulang dari kantor."Wow ... kalian datang bersama cucu opa!" serunya tampak begitu bahagia seperti dugaan Dewa sebelum mereka datang kemari."Eits. Papi dari luar rumah dan langsung ingin menggendong Bara? Yang benar saja!" tegur Dewa galak.Abas yang tadi sudah mengulurkan tangan ingin mengambil Bara dari gendongan Uly kini mengurungkan niatnya dengan wajah ditekuk masam.Dewa mengabaikan ekspresi berlebihan papinya itu dan segera menarik Uly untuk masuk ke dalam rumah tanpa menghiraukan Abbas yang protes karena diabaikan padahal dirinya lah tuan rumah yang sebenarnya di sini.Setelah Abas selesai membersihkan diri, pria paruh baya itu langsung meminta Bara ke dalam gendongannya. Bahkan ketika waktu makan malam tiba, Papi Dewa itu tetap enggan untuk melepaskan Bara dan mengatakan dirinya akan makan malam sendiri nanti setelah Bara tert
Hari ini Dewa dan Uly bersiap untuk memenuhi panggilan dari pihak kepolisian yang akan memintai keterangan pada kedua orang tua bayi tersebut. Sebenarnya bisa saja hanya Dewa yang datang ke kantor polisi karena mengingat Uly yang masih dalam penyembuhan luka pasca melahirkan.Namun wanita itu ngotot ingin ikut dan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja dan berjanji tidak akan berlama-lama di sana membuat Dewa tak kuasa untuk menolak meski sebenarnya ia tak tahu pasti berapa lama waktu yang diperlukan oleh pihak kepolisian dalam memintai keterangan kali ini.Ibu Uly masih tinggal di rumah mereka, sementara Ayahnya sudah lebih dulu pulang ke kampung karena ada beberapa pekerjaan yang harus diurusnya. Maka dari itu Dewa berinisiatif untuk meninggalkan anaknya di rumah bersama mertua dan beberapa pelayan serta bodyguard yang menjaga dengan ketat karena biar bagaimanapun ia cukup merasa trauma dengan kejadian penculikan itu.
Uly menyambut kepulangan anak dan suaminya dengan penuh sukacita. Wanita itu bahkan menangis sesenggukan sembari memeluk bayi mungil yang menatapnya dengan mata berkedip lucu. Tak ada yang bisa Uly katakan selain ucapan penuh syukur.Dewa tersenyum dengan mata berkaca-kaca, sungguh ia lega luar biasa meski sebenarnya masalah ini belum benar-benar selesai karena dalang dari kekacauan ini belum benar-benar bisa dipastikan.Memang Abas sempat mendapat kabar bahwa Arya melarikan diri dari penjara beberapa hari yang lalu. Tapi jika mengingat tentang pengakuan Marina sebelum diseret polisi beberapa jam yang lalu, maka bisa dipastikan bahwa bukan hanya pria itu yang menjadi otak dari penculikan ini.Meski sempat meragu, tapi Dewa meminta pihak kepolisian untuk memeriksa Maharani di mana yang ia tahu wanita itu adalah mantan kencan dari Arya bahkan sempat mengandung anak pria itu yang dulu sempat menjadi sorotan di acara pesta p
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen