Share

7

Author: Evie Yuzuma
last update Last Updated: 2025-06-24 15:18:34

 “Tadi itu ‘kan Pak Prabu di kamar mandi, tapi kursi rodanya kenapa ada di tepi tempat tidur, ya? Harusnya ‘kan dia ke kamar mandi bawa kursi roda. Terus, gimana caranya dia pergi ke kamar mandi tanpa kursi roda sedangkan kakinya ‘kan lumpuh?” 

Beragam pertanyaan yang menyelimuti batin Kay, membuatnya reflek kembali memutar tubuh dan melangkah cepat menuju kamar Prabu. Kay ingin tahu, bagaimana cara Prabu bisa ke kamar mandi dan kembali ke tempat tidur, tanpa kursi roda. 

Klik halus terdengar ketika Kay memutar kunci, lalu pintu didorongnya perlahan dengan dada berdebum hebat. Kay merasa, jika Prabu sudah membohonginya. Seiring dengan pintu yang terbuka lebar, sepasang netra Kay membeliak, tenggorokkannya tercekat.

“Hey, tutup pintunya!” Suara Prabu terdengar datar. 

Kay buru-buru menutup pintu dengan menggeleng kepala. 

“Astagaaa, mataku tern*da.” Kay merutuki dirinya sendiri. Sepagi ini sudah disuguhkan pemandangan yang membuat jantungnya melompat-lompat. Ketika pintu itu dibukanya, bukan hanya onggokkan kursi roda yang dia lihat, tetapi tubuh kekar Prabu yang sedang berganti pakaian. 

Kay masih menenangkan debar jantungnya ketika pintu kamar terbuka. Wajah Prabu yang terlihat segar muncul. Sepasang mata dengan iris biru itu menatapnya lekat. Dia sudah duduk di atas kursi roda dengan pakaian lengkapnya.

“Sepagi ini kamu mencari saya, ada apa?” tanyanya dingin.

Kay menoleh dan menatap lekat wajah Prabu. Sialnya bayangan ketika dia duduk di kursi roda dan seteangah tidak berpakaian, kembali terbayang dan membuat rona merah jambu menyapu wajah Kay.

“Ada yang ingin saya tanyakan pada Pak Prabu! Boleh masuk?” tanya Kay dengan pandangan penuh rasa curiga. 

Prabu menautkan alisnya. Dia pun memundurkan kursi rodanya. Lalu dibantu Kay dia kembali masuk ke dalam kamar. 

“Bapak itu, pura-pura lumpuh ‘kan?” Kay menatap wajah Prabu dengan sepasang netra menyipit. Dia menatap wajah lelaki berusia empat puluh tahun itu yang terlihat menautkan alis. 

“Kamu sudah membuat saya celaka! Sekarang kamu menuduh saya tanpa bukti, hmmm … bagus, mau kamu apa?” Prabu menatap wajah Kay dengan senyum miringnya. 

“Tanpa bukti, coba sekarang jawab pertanyaan saya. Kalau Bapak benar-benar lumpuh, bagaimana cara Bapak ke kamar mandi tanpa kursi roda, hmmm?” Kay bersedekap dan menatap wajah Prabu dengan tajam. 

“Begitu saja nanya! Tuh!” Prabu terkekeh sambil mengarahkan pandangan ke arah samping lemari dengan sudut matanya. Kay reflek mengikuti arah mata Prabu dan terlihat dua buah tongkat penyangga tersandar di sana.

“Kamu pikir, kursi roda bisa masuk ke kamar mandi! Udik boleh, bodoh jangan!” kekeh Prabu terdengar mengejek Kay. 

Ya Tuhaaan, aku gak kepikiran dia punya tongkat juga. Iya juga, ya, kursi roda ‘kan memang gak bisa masuk ke kamar mandi. Duh, gara-gara pikiran kacau, kenapa aku jadi bodoh gini, ya? Semua ini gara-gara Kak Rey. Otakku masih saja dipenuhi dia. Hmmm …  cuma … melihat kondisinya yang kelihatan segar, aku gak yakin memang kalau dia beneran patah kakinya! Gimana caranya biar aku bisa memeriksa kakinya, ya?” Kay sibuk berbicara dalam hati.

Melihat Kay terdiam, Prabu merasa di atas angin. Dia menatap wajah Kay dan berbicara. 

“Karena kamu sudah menuduh saya yang bukan-bukan, hari ini, kamu saya hukum! Hukuman pertama suapi saya sarapan!” ketus Prabu sambil menyerahkan piring miliknya pada Kay. 

Ehhhh!” Sepasang netra Kay membeliak. Dia menghembuskan napas kasar. Namun, dia tak bisa menolak. Bukankah memang dia di sana untuk penebusan dosa. Dengan wajah manyun, Kay menyuapi Prabu pelan-pelan. Sementara itu, dia sibuk menelpon seseorang. 

“Fred! Gimana, perempuannya sudah dapat?” tanyanya dengan nada tak sabar. Lalu ia menjeda, sambil mengunyah makanan yang disuapkan oleh Kay. 

“Tolong dipercepat, Fred! Saya harus membawa dia ketemu mama. Setidaknya mama gak akan terus-terusan mempertahankan Renata. Minggu ini bisa?”

Kay hanya melirik sesekali sambil sibuk memikirkan cara untuk bisa melihat l*ka di kaki Prabu.

“Ya, ya, tolong Fred! Sudah mu*k dengan perempuan bermuka dua itu. Kamu tahu sendiri ‘kan seperti apa li4rnya dia? Sayangnya, aktingnya terlalu sempurna. Di depan mama, dia adalah sosok bidadari tanpa cela.” Prabu menjeda. Merasa suapannya terhenti, Prabu menyenggol lengan Kay yang sibuk dengan pikirannya sendiri.

Kay menoleh, Prabu membuka mulut tanpa suara. Kay manyun dan menyuapkan kembali nasi uduk dari piring yang dipegangnya. Dia tak sadar, sesekali Prabu meliriknya sambil menggeleng pelan. 

“Ya, masih! Akting ‘kan harus dibalas dengan akting!” kekeh Prabu sebelum mengakhiri panggilan teleponnya.

Hening tercipta di antara keduanya. Kay memilih diam sambil sesekali melirik dua kaki Prabu yang dililit perban. Tiba-tiba ide cemerlang melintas di kepalanya.

“Pak, sebagai permintaan maaf saya. Boleh saya bantu ganti perbannya?” tanya Kay. Dia tersenyum sambil menatap wajah Prabu. Dia sudah bisa mengendalikan emosinya sekarang.

“Ganti Perban?” Prabu memicing dan menatap Kay. 

“Ya, ganti perban! Khawatir luka di kaki Bapak memiliki risiko infeksi tinggi. Jika begitu, perban harus diganti setiap hari, Pak. Biar lukanya tetap bersih dan tidak menjadi sarang bakteri!” jelas Kay sambil menatap perban yang melilit kaki Prabu.

“Hmmm, sebaiknya kamu tak menambah masalah dengan saya, Kay! Saya khawatir l*ka saya bukannya sembuh kalau kamu yang tangani, malah semakin parah! Kalau kamu mau berbuat baik, kebetulan badan saya pegal-pegal! Bisa pijit?” 

“Hah?” Kay reflek menelan saliva. Bayangan Prabu setengah tanpa pakaian kembali terbayang.

“Kamu mikir apa, Kay! Saya hanya pegal bahu, bukan pijit yang lain!” ketus Prabu sambil meminta Kay yang sudah selesai menyuapinya untuk memijitnya. 

Mau tak mau, Kay pun duduk di tepi tempat tidur dan menarik kursi roda Prabu mendekat. Dia malas kalau harus berdiri, pegal juga dari tadi. 

Kay mulai  memijit bahu Prabu yang duduk di kursi roda dengan setengah ikhlas. Sesekali Prabu mengarahkan titik yang dirasa pegal oleh dia. Sesekali, tangan Prabu tanpa sengaja menyentuh tangan Kay dan Kay menarik jemarinya spontan. 

“Bapak arahkan saja, gak usah pegang-pegang!” hardik Kay. 

“Jadi perempuan geer banget, siapa juga yang mau pegang kamu!” ketus Prabu tak terima.

“Buktinya, dari tadi kayak gitu!” oceh Kay. 

Prabu yang kesal, sengaja meraih tangan Kay dan memegangnya, “Kalau megang itu, gini, Kay! Gini! Yang tadi itu---,” 

Klik!

Dan pada saat itu, pintu kamar terbuka, tepat ketika Prabu memegang tangan Kay. Sepasang netra Renata menatap curiga pada Kay dan Prabu. 

“Heh, kamu! Lancang sekali pegang-pegang suami saya! Kamu mencoba menggoda suami saya, ya? Sadar! Kamu itu pembokat, gadis ud*k, gak sepadan! Jangan mimpi bisa menggoda suami saya!” hardik Renata penuh kemarahan. 

Kay menggeleng dan reflek menarik tangannya yang masih digenggam Prabu. Namun, melihat Renata marah, Prabu malah memiliki ide g*la. Dia malah menarik lengan Kay ke d*danya.

“Kamu gak ada hak lagi ngatur aku, Re. Mau aku ngapain sama Kay, bukan urusanmu! Kay itu gadis baik-baik dan terhormat! Tolong jaga bicaramu!” tegas Prabu, si*lnya bagi Kay, lelaki itu seperti sengaja memanfaatkan momen. Dia tak melepaskan tangan Kay meski susah payah dia menariknya. 

“Eh, Mas! Dia itu cuma pembantu di sini! Kamu malah belain dia, sih? Sadar, Mas! Sadar, dia itu cuma upik abu!” Renata menatap tajam ke arah Prabu. Dia mendekat dan hendak mendorong Kay, tetapi satu tangan Prabu yang lain menahannya. 

“Sayangnya, bagiku, Kay lebih baik dari pada kamu! Ingat Re, Kita sudah cerai! Bahkan tanpa perlu menunggu masa iddah kita selesai, aku bisa menikahi siapapun, termasuk Kay, dan kamu tak bisa mengatur-ngaturku lagi!” tutur Prabu dengan suara dingin dan tegas. 

“Ya Tuhaaan, Pak Prabu ini apa-apaan, sih?” Bahu Kay melorot. Sadar sekali, lelaki itu sedang memanfaatkannya.

Seketika pintu dibanting dengan keras. Renata mendengus sebal dengan wajah memerah. Sementara itu, Prabu kembali mengucap kalimatnya dalam d*da, seperti baru tersadar akan satu hal. 

Kenapa baru kepikiran sekarang. Sepertinya Kay adalah gadis yang tepat untuk mengusir Renata dari hidupku. Jika Kay tak mau, kubilang saja akan kutuntut ke jalur hukum karena dia sudah menyebabkan aku c*cat. Hmmm … ide bagus! Semoga bisa berjalan dengan lancar!” 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mutaharotin Rotin
suka ceritanya bagus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • TERJERAT CINTA SANG DUDA   70B - END

    Siska tersenyum lega. Dia meminta assitennya mengambilkan tas berisi alat-alat medis miliknya yang selalu ia bawa. Lalu segera memeriksa kondisi Kay, lalu menyipit dan bertanya. “Kamu kapan terakhir datang bulan?” Kay terdiam, semua seperti dejavu. Dulu ketika hamil Pangeran, satu pertanyaan yang sama dari Prabu yang membuatnya tersadar, jika sudah terlewat tiga minggu dan ternyata dia hamil. Kali ini, pertanyaan dr Siska membuatnya mengerjap mengingat-ingat. “Ya Tuhaaan, jangan-jangan ….” Kay menutup wajahnya. Dia baru ingat, kesibukkan dan antusiasme menyambut ulang tahun Pangeran, membuatnya bahkan tak mengingat dengan benar jadwal datang bulannya. "Sepertinya kamu hamil lagi, Kay."Seisi ruangan terdiam sejenak sebelum Prabu berbicara sambil mengangkat satu alisnya. "Berarti gak sia-sia kerja keras kita selama ini, Honey?"Sontak semua yang hadir tertawa melihat tingkah Prabu yang jenaka. Sementara itu, wajah Kay merona. Dia mendelik dan mencubit perut Prabu. “Mas, ish … janga

  • TERJERAT CINTA SANG DUDA   70A

    Mentari pagi menembus tirai putih di kamar utama kediaman Prabu dan Kay, menciptakan cahaya keemasan yang lembut. Di tengah ruangan yang nyaman itu, suara tawa kecil terdengar, menggema dalam harmoni kebahagiaan. Pangeran, bayi kecil yang kini sudah berusia lima belas bulan, berdiri dengan kaki mungilnya yang masih goyah, ditopang oleh tangan lembut Kay."Ayo, Sayang, satu langkah lagi ...." Kay berjongkok di depan Pangeran, kedua tangannya terentang, siap menangkap buah hatinya jika terjatuh. Mata Kay berbinar penuh haru melihat anak lelakinya yang mulai berani melangkah tanpa bantuan.Jehan tak kalah bersemangat. Dia berlutut di samping Kay, wajahnya penuh antusias sambil bertepuk tangan. "Ayo, Adek! Adek! Adek!" Namun, Pangeran kembali terjatuh. Kay dan Jehan kompak tertawa. Prabu yang sejak tadi duduk di sofa, menikmati pemandangan istri dan anak-anaknya, tak bisa menyembunyikan senyum bahagianya. Dia menutup laptopnya, bangkit, lalu bersila dan mengambil mainan yang berwarna. "J

  • TERJERAT CINTA SANG DUDA   69B

    Marsha menggigit bibirnya, berusaha menahan isakan. Hatinya terasa seperti dipelintir, diremuk menjadi kepingan-kepingan kecil yang mustahil untuk diperbaiki lagi. Tanpa menunggu lebih lama, dia berlari ke tepi jalan lalu mencegat sebuah angkot dan segera meninggalkan tempat tersebut dengan luka yang menganga dan perih yang kian dalam. Angkot mulai melaju, meninggalkan kemegahan rumah sakit yang kini hanya menjadi saksi betapa hancurnya hati seorang perempuan yang dulu merasa menang, tetapi ternyata telah kalah sejak awal.Sementara itu, Kay yang baru saja selesai menggunting pita menyerahkan kembali gunting kepada tim EO yang sejak tadi sigap melayani mereka. Lalu sebuah mic disodorkan padanya. Kay menerimanya sambil menyeka sudut matanya yang basah. Namun, tanpa disangka, Prabu mengambil tissue dari sakunya dan menghapuskan air mata sang istri. Sontak sorakan segenap kaum hawa yang merasa iri terdengar riuh. “Saya speechless, gak tahu harus menyampaikan apa.”Kay menjeda. Dia mene

  • TERJERAT CINTA SANG DUDA   69A

    “Ainsley Grup cabang Depok kali ini, lebih dari istimewa. Penyelesaiannya sengaja disesuaikan dengan momen ulang tahun pernikahan saya dengan istri tercinta. Satu lagi yang tak kalah penting. Seluruh akta dan asset dalam rumah sakit cabang Depok ini, bukan lagi milik saya, sejak hari ini … semua ini resmi saya hadiahkan sebagai hadiah ulang tahun pernikahan pertama saya dengan istri tercinta, Kayshila Aghnia Khansa!” Tak hanya hadirin yang terkejut, Kay dan keluarganya juga.Riuh tepuk tangan menggema. Beberapa berdecak kagum, ada yang menggeleng takjub, ada juga yang memegang dadanya sendiri, ikut bahagia. Seseorang menatap sendu, tetapi tangannya digenggam hangat oleh Fredi. Dialah Firly yang akhirnya datang menghadiri peresmian kantor cabang. Namun, dua orang dari masa lalu Kay terperanjat luar biasa ketika melihat sosok mungil yang terlihat berkelas dan menawan, menghampiri lelaki gagah yang tadi memanggilnya. Lalu, Prabu mengecup punggung tangan Kay dengan romantis, sesaat set

  • TERJERAT CINTA SANG DUDA   68B

    “Ya ampuun, Non Jehan, Mbak sampe khawatir.” Dia tergopoh mendekat. “Kenapa, Mbak?” Kay menatap Leni. “Tadi sibuk beli-beli ini, Bu. Katanya buat adek bayi. Nah itu sendoknya dibawa kabur duluan.” Leni menunjukkan kantong belanja yang ditentengnya. Kay dan Prabu saling bertukar pandang, lalu mereka memeluk Jehan bergantian. Rupanya dia begitu antusias ketika diberi tahu akan punya adik. Langsung membeli beberapa mainan dan sendok-sendok kecil untuk hadiah dedek bayinya nanti. Malam itu mereka habiskan dengan penuh suka cita. Sebuah kebahagiaan baru menyelinap hadir. Harapan Prabu kian deras mengalir. Dia ingin memiliki banyak anak dan membuat suasana rumah menjadi ramai. “Habis ini, nanti bisa gak kita program bayi kembar, Honey? Biar cepet banyak,” bisik Prabu yang dihadiahi cubitan kecil di perutnya oleh Kay. *Waktu terus bergerak. Hari-hari berlalu dengan cepat, dan akhirnya rumah sakit cabang Depok yang Prabu siapkan untuk kejutan, kini sudah selesai. Bangunan megah itu ber

  • TERJERAT CINTA SANG DUDA   68A

    “Astagaa, jadwal datang bulanku kelewat tiga mingguan. Apa jangan-jangan?” Kay meraba perutnya dengan pandangan masih tertuju pada tanggalan yang ada di kalender meja. Suara pintu yang terbuka membuat Kay menoleh, Prabu sudah berdiri sambil memperhatikannya. “Kenapa?” “Enggak, kok.” Kay tak hendak membuat Prabu berharap, tetapi dia sendiri sudah menaruh curiga jika kemungkinan dia sedang hamil, apalagi perubahan emosinya terasa begitu jelas akhir-akhir ini. “Masih marah?” Pertanyaan Prabu membuat Kay menatap pekat wajah lelaki itu, lalu menggeleng, “Aku cuma gak suka Mas urusin perempuan itu.” Prabu membuang napas kasar. Jika biasanya, dia sudah menarik Kay ke dalam dekapan. Namun, saat ini tampaknya Kay sedang mode garang. Jadinya Prabu memilih menjatuhan tubuhnya ke tepi tempat tidur dan menatap Kay. “Yang urus dia siapa? Kerjaan aku aja banyak, Honey.” Prabu berbicara dengan raut muka serius kali ini.“Dia datang ke rumah kita, Mas.” Kay akhirnya buka suara. “Firly?” Prab

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status