ホーム / Horor / TEROR KOS BU TEJO / RENTETAN KEJANGGALAN

共有

RENTETAN KEJANGGALAN

作者: Kabut malam
last update 最終更新日: 2023-07-05 22:26:01

Matanya perlahan terbuka. Rasa sakit di kepala membuat Rengganis melenguh pelan. Meringis seraya memegang kepala, denyutan itu seolah menari-nari di dalam kepalanya.

"Aku kenapa ya? Kok kepalaku tiba-tiba nyut-nyutan gini?" Rengganis semakin bingung ketika pandangannya malah ikutan memburam.

Tangan gadis itu terulur meraih ponsel di atas nakas. Satu pesan masuk dari Riko. Sekelebat pertanyaan dilayangkan Riko kepada Rengganis mengapa ia terus-terusan menolak panggilannya.

Aneh.

Detik itu juga Rengganis menelepon balik si empu. Namun yang ada panggilannya sama sekali tak dijawab.

"Mana mungkin aku nolak panggilan dia, kalaupun dia nelpon, aku pasti jawab."

Rengganis turun dari ranjang, dengan langkah tergopoh-gopoh ia masuk ke dalam kamar mandi. Tampangnya sebelas dua belas seperti gembel, gadis itu mengernyit heran terhadap dirinya sendiri.

"Mukaku kok kayak orang sakit ya?" ganjilnya seraya memejam mata menetralisir rasa pusing.

Sejenak Rengganis memilih untuk menggosok gigi dan mencuci muka. Tetapi kemudian kegiatannya terhenti tatkala mencium aroma tak biasa, aneh dan asing.

Spontan ia menghirup aroma pada tubuhnya, mengerutkan dahi dengan sekelebat pertanyaan di kepala.

"Sejak kapan kamar mandiku jadi ada aroma cowok?" tanyanya.

Mata gadis itu menyorot tajam ke sekitar, harap-harap menemukan sarang keganjilan, namun yang ada hasilnya nihil. Tak ada satupun indikasi yang menunjukkan asal aroma maskulin tersebut.

Usai berbenah, Rengganis lekas bersiap ke kampus. Kala tangan itu meraih gagang pintu, keanehan kembali menggerogoti jiwa gadis tersebut. Matanya terbelalak ketika sebercak minyak melengket di telapak tangannya.

"Ih jorok banget!" serunya dengan raut penuh jijik. Ia mengeluarkan selembar tisu sembari membersihkan tangan beserta gagang pintu itu.

Pertanyaan besar tiba-tiba muncul dibenak Rengganis. Siapa yang melakukannya? Seingat Rengganis, selama ia tinggal, tak ada sekalipun tangan gadis itu dalam keadaan berminyak seperti itu.

Rengganis segera menemui Riko yang sudah menunggunya di pinggir jalan. Pria berperawakan jangkung itu lekas turun dari motor sesaat mendapati keberadaan Rengganis.

"Nis, kamu harus tau berita ini," lontar Riko dengan raut wajah serius menatap Rengganis penuh resah.

"Ada apa, Rik?" Gadis itu mengerjap pelan, jantungnya tanpa sadar memompa cepat, menyadari ada sesuatu tak biasa yang akan diucapkan oleh Riko.

Sekejap Riko menarik napas, lalu mengembuskannya pelan.

"Tukang service yang kita temuin kemarin ... subuh tadi ditemukan meninggal, Nis."

Spontan seluruh otot tubuh Rengganis berubah kaku, detak jantungnya berpacu cepat, napasnya terasa sesak sesaat mencerna ucapan Riko.

Dengan tangan gemetar ia menutup mulut tak percaya.

"Kamu ... kamu pasti bohong, Rik," cicitnya pelan.

Riko menggeleng seraya memperlihatkan judul berita dari ponselnya.

"Kasusnya viral, Nis. Gimana nggak, tubuhnya dimutilasi jadi sembilan bagian," beber Riko.

Netra Rengganis membelalak, mulutnya terbuka, syok berat.

"Ajal beneran ndak ada yang tahu. Yang aku heranin itu kenapa bisa ada toko service di dalam bangunan bekas penyimpanan mayat. Maksudku, apa itu nggak aneh?" tanya Riko dilanjutkan dengan kernyitan tipis di keningnya.

"Apa udah ada yang dicurigain sebagai pembunuhnya?" sahut Rengganis penasaran.

"Katanya bakalan sulit, Nis. Kamu tahu? Semua CCTV di dalam dan di luar TKP tiba-tiba rusak. Pembunuhnya ngerusakin CCTV pake benda tajam, CCTV itu hancur nggak berbentuk," jelas Riko.

Rengganis kembali menggigit bibir dalamnya, entah kenapa perasaan resah menyambar jiwa gadis itu.

Wajah Rengganis berubah pucat seiring napasnya ikut tersengal.

"Rik, kok perasaanku ndak enak, ya?"

***

Satu jam sebelum azan maghrib berkumandang, Rengganis tiba di kos Bu Tejo. Ia mengerutkan dahi sesaat mendapati Bu Tejo beserta dua anak kos lainnya berada di luar sembari memampang wajah penuh cemas.

"Bu, ini kenapa pada di luar?" tanyanya.

Rengganis melirik kilas dua orang lelaki di sebelah Bu Tejo. Menebak bahwa keduanya adalah Joko dan Wisnu, penghuni kamar lainnya yang diceritakan Bu Tejo tempo hari.

"Mbak Trisna Nis ...," jeda Bu Tejo dengan guratan risau di wajah.

"Mbak Trisna kenapa, Bu?" imbuh Rengganis menautkan sebelah alis, tak mengerti.

"Dari siang sampai sekarang, Mbak Trisna ndak kelihatan keluar kamar, kamarnya dikunci dari dalam, kami udah berusaha panggil tapi Mbak Trisna nggak nyahut-nyahut," jelas lelaki berkacamata yang Rengganis yakini adalah Joko.

"Mungkin Mbak Trisna ketiduran?" tebak Rengganis.

"Ndak mungkin, kamarnya udah kita gedor-gedor tapi ndak membuahkan hasil," sahut Wisnu.

"Duh, saya kok jadi gelisah gini. Biasanya Mbak Trisna itu kalo siang keluar ambil jemuran, tuh liat sampai sekarang jemurannya masih dijemur." Bu Tejo ikut menengahi.

Melihat ekspresi orang kos, entah kenapa Rengganis tiba-tiba diserang rasa gelisah. Ia Mengingat terakhir kali bertemu dengan Mbak Trisna tadi pagi, hendak menyapanya ketika pergi kampus.

"Nu, ndak ada cara lain, bantu saya dobrak pintunya," pinta Joko pada Wisnu.

"Bu, ini ndak apa?" izin Wisnu pada Bu Tejo yang langsung diberi anggukan.

Joko dan Wisnu buru-buru masuk diikuti Rengganis dan Bu Tejo dari belakang. Sesampainya di depan kamar Mbak Trisna, Joko memberi aba-aba singkat pada Wisnu.

"Barengan ya Nu, satu ... dua ... tiga!"

Punggung mereka menghantam pintu kamar Mbak Trisna hanya dengan sekali percobaan. Rengganis sedikit tersentak tatkala pintu itu ikut menghantam dinding di sebelahnya.

Gelap. Itulah pemandangan pertama Rengganis tatkala pintu itu berhasil dibuka. Mereka tak dapat melihat apapun di dalam sana, benar-benar tidak ada satu pun penerang.

"Jangan masuk!" lerai Joko sesaat Wisnu dan Bu Tejo hendak memasuki kamar Mbak Trisna.

Rengganis tersentak ketika Joko menepuk pundaknya. Degup jantung gadis itu berdetak dua kali lipat.

"Nyalain senternya," pintanya kemudian.

Dengan tangan gemeter Rengganis mengeluarkan ponsel dari balik saku, mulai menyalakan senter dan mengarakan benda itu ke arah kasur.

Kompak mata itu membelalak, sekujur tubuh mereka berubah kaku mandapati pemandangan mengerikan di depan sana.

"Mbak Trisna!" pekik Bu Tejo histeris.

Lidah Rengganis terasa keluh, ponsel di tangannya jatuh menghantam lantai. Kedua kakinya tak sanggup menopang beban tubuh, hingga kemudian ia terperosot jatuh ke lantai.

"Nggak mungkin, ini pasti hanya mimpi!" cecar Rengganis sambil menggeleng seolah tak terima.

Air mata tanpa sadar jatuh membasahi pipi Rengganis, ia terisak seraya menutup mulut dengan tangan gemetar.

Rengganis masih tak percaya, ia kembali menatap tubuh Mbak Trisna yang terkulai lemas di atas kasur. Dari mulutnya keluar cairan putih, mata wanita itu terpejam, bibirnya pucat pasi.

"Wisnu, cepetan panggil ambulance!" Suara Bu Tejo menggelegar, tangisan wanita itu menghiasi suasana kos yang kian temaram.

Kala azan maghrib berkumandang, sorot mata Rengganis tertuju pada benda kecil di sudut pintu.

Ia mengambil benda itu dengan ragu. Namun belum sampai sedetik, Rengganis spontan berteriak histeris.

"Haaaahhh!!!"

Bersambung...

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • TEROR KOS BU TEJO   MENGUNGKAP TABIAT JOKO

    "Eh, coba kamu lihat deh Nu, Joko punya kunci gerbang Banu?" tanya Rengganis setelah mengamati gelagat aneh Joko di seberang jalan. Wisnu mengernyir dahi. Seumur mengenal Joko, baru kali ini ia dapati sikap lelaki itu yang aneh dan janggal. "Iya ... dia punya kuncinya," celetuk Wisnu setelah Joko berhasil membuka gerbang rumah Banu. Sementara Rengganis sudah kehabisan kata-kata. Ponselnya lantas terangkat untuk memotret aksi Joko di sana. "Nis dia udah masuk, sebenarnya tuh orang bikin apa sih? Kenapa kuncinya bisa ada sama dia?" heran Wisnu. Tanpa memberi jawaban, Rengganis buru-buru melenggang ke arah rumah Banu, membuat Wisnu berdecak dan merutuki gadis itu. "Tungguin aku, Nis!" pekik Joko dengan perasaan resah. Rengganis berjalan jinjit di depan gerbang Banu. Matanya mengintip dan menerobos masuk ke dalam pekarangan rumah milik almarhum. Di sana cukup lenggang, Rengganis tak mendapati keberadaan Joko. Lalu, ke mana dia? "Dia ndak ada, Nu," adu Rengganis dengan netra melir

  • TEROR KOS BU TEJO   JOKO DAN GELAGAT ANEHNYA

    Malam hari, seperti biasa Bu Tejo serta penghuni kos mengadakan kumpul bersama di ruang tengah rumah Mbak Arini. Mereka berbincang satu sama lain dan membagikan pengalaman selama seharian ini. "Tadi ibu dikabarin pihak kepolisian, katanya besok atau lusa kita udah bisa kembali ke kos, berhubung tempat itu udah disterilkan," info Bu Tejo kepada anak kosnya. Rengganis menghela napas lega. Ia mengelus dadanya pelan sebab merasakan titik ketenangan di dalam jiwanya. Selama seminggu ini hatinya masih bergejolak, ia tak bisa melupakan insiden terbunuhnya Banu begitu saja. "Syukurlah, Buk. Tapi tetap aja kita semua ndak bisa lengah gitu aja. Pembunuh korban sampai detik ini belum kunjung juga ditemukan," sahut Mbak Trisna. "Bener, saya juga was-was kalau ibu dan yang lain harus kembali ke kos lagi. Takut terjadi sesuatu lagi yang tak bisa kita bayangkan," timpal Mbak Arini. Bu Tejo mengelus pelan punggung tangan anaknya, bermaksud menenangkan kegelisahan yang menyerang di dalam jiwanya

  • TEROR KOS BU TEJO   MATA TERUS MEMANDANG KE ARAH KAMI

    Keadaan mendadak hening sesaat Riko membeberkan peristiwa di apartemennya. Begitu pun dengan Rengganis yang membisu dan tak mampu berucap. Rengganis merasa semua kejadian yang terjadi di sekitarnya makin tak bisa diterima oleh akal sehatnya. Belum saja kasus Banu selesai, kasus Riko malah ikut muncul ke permukaan dan sukses membuatnya pusing. "Apa yang bakal kamu lakuin sekarang? Ngelaporin kejadian ini ke kepolisian? Saranku kayaknya itu udah cara yang paling aman deh, Ko," ujar Rengganis. Riko ikut mengangguk menyetujui saran Rengganis. Ia juga dari awal sudah memikirkan akan melaporkan tindakan orang yang menerornya kepada polisi. "Aku ada kenalan polisi dan udah cerita-cerita juga ke dia soal ini. Doain aja ya Nis, semoga kasus dan pelaku ditangkap tuntas," cetus Riko penuh harapan besar. Rengganis turut mengangguk, ia menepuk pundak Riko pelan bermaksud memberinya kekuatan dan tetap tegar. "Kamu gimana?" tanya Riko setelah beberapa saat hening. Rengganis mengernyit dahi, i

  • TEROR KOS BU TEJO   ADA PENYUSUP DI APARTEMEN RIKO

    Dua minggu lamanya Rengganis dan penghuni kos menetap di rumah Mbak Arini, besok hari mereka semua dipastikan untuk kembali menetap di kos Bu Tejo. Namun yang membuat terkejut ialah kasus Banu terpaksa harus ditutup karena sampai detik ini belum juga ditemukan dalang pasti pembunuh korban. Dan mengenai bukti besar di rumah Banu, Rengganis mendapati kabar dari pihak kepolisian barang-barang tersebut telah diamankan. "Huft," helah Rengganis membuang napas pelan. Ia meraih ranselnya dan beranjak keluar pintu. Di saat itu ia berpapasan dengan Bu Tejo yang sedang menggenggam kantung plastik berisi sayur di tangannya. "Eh, Nduk? Udah mau ke kampus?" tanya Bu Tejo menghentikan langkah Rengganis. Gadis itu mengangguk membenarkan. "Itu temenmu di depan kayaknya udah dari tadi nungguin kamu," cetus Bu Tejo. Sebelah alis Rengganis tertaut menampilkan raut wajah heran. Ia menerka siapa gerangan orang yang sedang menunggunya, mengingat ia tak membuat janji dengan siapa pun pagi ini. "Siap

  • TEROR KOS BU TEJO   SOSOK BERPAKAIAN SERBA HITAM YANG TERTANGKAP CCTV

    Rengganis melenguh pelan. Tidurnya terganggu tatkala mendengar suara pintu diketuk seseorang dari luar. Ia lalu melirik jam dindingnya sebentar, kemudian menyadari bahwa pagi telah menyapa. "Tunggu, bentar aku bukain," cetusnya segera bangkit dari atas kasur. Rengganis meraih gagang pintu dan mendapati sosok Wisnu dan Joko yang sedang menunggu di luar kamar. Sebelah alis Rengganis tertaut heran menatap kedua lelaki dengan raut wajah tegang di depannya. "Ada apa?" tanya Rengganis heran. Sejanak suasana mendadak hening. Rengganis termangu memandang kedua sosok itu hanya membisu dan saling melempar tatapan. "Ada apa sih?" tanyanya lagi masih tidak mengerti dengan situasi saat itu. "Gagang pintu depan rumah Mbak Arini patah, Nis," beber Joko kemudian. Kening Rengganis semakin berkerut mendapati informasi barusan. "Patah? Kok bisa?" tanyanya balik. "Gagang pintu luar doang yang patah, semalam padahal sebelum aku kunci pintunya masih normal," cetus Wisnu. "Semalam kamu ada tamu n

  • TEROR KOS BU TEJO   ORANG ASING TENGAH MALAM DI RUMAH MBAK ARINI

    Rengganis sampai di rumah anak Bu Tejo sekitar pukul tujuh malam. Setelah mata kuliahnya selesai jam lima sore, ia langsung ke rumah temannya untuk kerja kelompok. Gadis itu menghela napas berat ketika berhasil menginjaki kaki di teras sebuah rumah sederhana. Dari tempatnya, ia bisa melihat anak Bu Tejo—Arini sedang berkutat dengan laptop miliknya di ruang tamu. "Assalamualaikum," ucap Rengganis mengulas senyum tipis ketika tatapannya bertemu dengan wanita tersebut. "Waalaikumsalam, Nis. Kok kamu baru balik?" tanya Mbak Arini seraya melepas kacamatanya. Rengganis beranjak duduk di sofa sebelah Mbak Arini. Ia melepas ranselnya dan membalasi pertanyaan Mbak Arini. "Abis kerja kelompok nih." Pandangan gadis itu lalu melirik ke sekitar. "Ini yang lain pada ke mana, Mbak? Ndak biasa sepi kayak gini," herannya mengerutkan dahi. "Oh, kalau Ibu lagi ada kajian di rumah Bu RT, kalau Joko belum balik, Wisnu tadi baru pulang dan mungkin lagi di kamarnya," jawab Mbak Arini. Rengganis nampa

  • TEROR KOS BU TEJO   PESAN RIKO

    Rengganis sampai di kampus dengan helaan napas berat. Semalam tidurnya tidak banyak karena harus membantu investigasi pihak kepolisian. Berakhir gadis itu datang kuliah sembari menguap napas kurang tidur. Ia menoleh saat menyadari seseorang datang dan menepuk pundaknya pelan. Rengganis terparanjat kaget dan refleks berbalik melihat gerangan. "Kok lesu gitu sih?" tegur Rico menyapa. Rengganis spontan meninju perut Riko pelan seraya mendengus pelan. "Ngagetin ih, aku ini kurang tidur makanya modelnya kayak gini," curhatnya. "Kenapa ndak izin aja dulu? Hati-hati loh kalau kurang istirahat, bisa sakit ntar lama-lama," respons Riko. Rengganis berdecak. "Ndak parah kok. Ya meskipun tidur cuman dua jam doang, yang penting tidur sih," celetuknya. Riko hanya menggeleng pelan melihat gadis itu. Ia kemudian mengarahkan Rengganis untuk duduk sebentar di salah satu kursi tunggu. "Jadi gimana? Udah ada titik terang belum soal kasus kematian di indekosmu?" tanya Riko memulai topik pembicaraa

  • TEROR KOS BU TEJO   PENCARIAN CCTV

    "Rengganis, satu kamar ini full dengan foto wajahmu," tutur Joko yang ikut terkejut menatap mahakarya itu di samping Rengganis. Rengganis bungkam, mulutnya keluh dan suaranya hanya tertahan di kerongkongan. Tiba-tiba jantungnya berpacu cepat bersamaan dengan dadanya yang ikut sesak. "Kenapa bisa ... foto-fotoku semua terpampang di seluruh dinding kamar ini?" herannya masih tak mengerti. Rasanya Rengganis ingin menangis sejadi-jadinya. Ia takut dan cemas di saat yang bersamaan. Sementara foto-foto tersebut di jepret ketika Rengganis sedang melakukan sesuatu akhir-akhir ini. Yang berarti si pelaku sering mengikutinya diam-diam dan mengambil gambar dengan sembunyi-sembunyi. Joko beranjak mengamati satu foto yang sukses mencuri perhatiannya. Berlatar tidak asing dengan Rengganis yang sedang duduk di meja belajar. Gambar tersebut diambil dari sisi belakang gadis itu, sehingga hanya memperlihatkan punggung Rengganis saja. "Nis, coba perhatiin foto ini. Bukannya ini di kamarmu?" tanya

  • TEROR KOS BU TEJO   PINTU KAMAR DENGAN DESAIN BESI

    Rengganis terdiam dengan dahi mengernyit. Banu suatu waktu pernah menyinggung sedikit tentang rumahnya. Tepatnya ketika pertemuan di gang malam itu. Ia berkata bahwa tempat tinggalnya tidak jauh dari sekitaran gang. Tetapi Rengganis tidak yakin di mana letaknya. "Waktu itu dia pernah bilang kalau tinggal di sekitaran jalan raya depan dan tidak jauh dari gang ini, Pak," cetus Rengganis. "Letaknya? Tidak tahu pastinya di mana?" tanya Gerald. "Sama sekali tidak tahu, Pak. Dia cuman ngomong tinggal di dekat gang ini aja," imbuhnya. Sejenak suasana kembali hening ketika kedua polisi itu sibuk berbisik satu sama lain. Sementara Rengganis dan lelaki di sebelahnya hanya bisa menatap gamang. Lalu menit setelahnya, atensi Rengganis teralih ketika salah seorang polisi lainnya datang dan mengabarkan sesuatu. "Rumahnya udah ketemu, Pak!" serunya kepada Gerald dan Bima. Langsung saja para polisi itu lekas beranjak dari tempatnya. Bima memberi isyarat agar ketiganya juga ikut bersama mereka.

無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status