Accueil / Horor / TEROR KOS BU TEJO / BAYANGAN ITU MELINTAS DARI BALIK JENDELA

Share

BAYANGAN ITU MELINTAS DARI BALIK JENDELA

Auteur: Kabut malam
last update Dernière mise à jour: 2023-07-05 22:28:46

Tidak sekali dua kali Rengganis melirik arloji di tangannya. Pukul tujuh. Raut wajahnya cemas, setiap beberapa saat mengecek pintu pasien di hadapannya, harap-harap seseorang akan keluar dari sana.

"Ya Allah Mbak Trisna, semoga kamu ndak kenapa-napa." Bu Tejo tak pernah lepas dari doa-doa yang ia rapalkan dari mulutnya. Wanita itu sama sepertinya, hanya bisa berharap Mbak Trisna akan baik-baik saja.

Begitupun dengan dua pria di ujung koridor, mondar mandir dengan raut gelisah, tak peduli dengan tatapan orang-orang kepadanya.

"Bu, saya masih ndak ngerti, kenapa bisa ada pisau lipat di kamar Mbak Trisna," tukas Rengganis.

Pikiran gadis itu berkecamuk setelah kembali dibayang-bayangi oleh benda tajam tersebut.

"Yang pasti itu bukan barang milik Mbak Trisna, Nis," sahut Bu Tejo penuh yakin. "Saya tahu betul seluruh isi kamar di dalam kos, dan Mbak Trisna ndak pernah nyimpen barang kayak gitu."

Rengganis terdiam sesaat.

"Terus punya siapa, Bu? Ndak mungkin pisau lipat itu tiba-tiba ada di kamar Mbak Trisna," imbuh Rengganis.

"Hanya Mbak Trisna yang bisa jelasin hal itu," jawab Bu Tejo sekenanya.

Beberapa saat kemudian, seorang wanita keluar dari kamar pasien. Hal itu menarik atensi Joko dan Wisnu diseberang koridor, keduanya lekas ikut bergabung bersama Rengganis dan Bu Tejo.

"Gimana, Dok?" tanya Wisnu membuka suara. Terlihat jelas mimik wajah khawatir yang diperlihatkan oleh empat orang di tempat itu.

"Pasien positif keracunan makanan. Syukur keracunannya tidak dalam kondisi yang parah. Pasien diperkirakan mengonsumsi makanan beracun sekitar dua atau tiga jam yang lalu," terangnya.

"Alhamdulillah." Terdengar ucapan penuh lega menghiasi koridor ujung tersebut.

Sepintas Rengganis memiringkan sedikit kepala, mencoba mengingat sesuatu.

"Tapi, Mbak Trisna udah dikamar sejak tadi siang 'kan, Bu?" tanya Rengganis melirik Bu Tejo.

Sontak hal itu mengundang perhatian Joko dan Wisnu.

"Yo iya, tapi anehnya di dalam kamar Mbak Trisna ndak ada bungkus makanan apapun, bersih," jawab Bu Tejo baru menyadari fakta tersebut.

"Mbak Trisna terakhir kulihat itu sekitar jam satu, setelah itu ndak kelihatan lagi. Kalo kita asumsikan dia di kamar sejak jam segitu dan udah makan, kira-kira gimana kondisi Mbak Trisna sekarang, Dok?" tanya Wisnu.

"Kemungkinan yang paling besar pasien akan meninggal dunia," beber dokter.

Napas Rengganis tiba-tiba berderuh, oksigen yang masuk ke dalam hidungnya seakan terbatas.

"Daya tayan tubuh pasien terbilang lemah, jika bakteri dibiarkan terus berada di dalam tubuh dengan waktu yang lama, maka bakteri akan masuk ke dalam darah dan menuju ke organ vital. Bisa terjadi keracunan darah yang bisa mematikan semua sistem tubuh pasien," terangnya.

"Itu artinya Mbak Trisna makan sekitar jam empat," tukas Joko. Mengingat wanita itu ditemukan pukul lima kemudian dirawat hingga pukul tujuh.

"Anehnya, jam segitu masih dalam keadaan terkunci di dalam kamar, ndak ada bungkus makanan, tapi tiba-tiba keracunan. Gimana bisa?" Rengganis mengernyit dahi, lirikan mata mengarah pada tubuh Mbak Trisna yang tergeletak di atas ranjang pasien.

"Untuk saat ini pasien dalam proses pemulihan. Bisa kalian tanyakan langsung jika pasien sudah sadar." Wanita berjas putih itu melenggang meninggalkan empat orang dalam keheningan.

"Duh mbak, sebenarnya apa yang terjadi sama kamu," gumam Bu Tejo dengan nada yang terdengar pasrah.

Rengganis kembali mendaratkan diri di atas kursi tunggu. Otaknya berputar memikirkan rentetan kejadian yang menyambarnya hari ini.

Gadis itu meraup wajahnya kasar, napasnya memburu, meringis kembali merasakan kepalanya sakit bukan kepalang.

***

"Bu, saya pamit masuk duluan ke kamar," cetus Rengganis tak dapat menghalau raut penat di wajahnya.

"Langsung istirahat, Nduk," ucap Bu Tejo sebelum kemudian mempersilakan gadis itu berehat.

Rengganis menghela napas berat. Satu tangannya terangkat memijat pelan pangkal hidungnya yang berkedut.

Ia bersama dengan Bu Tejo memutuskan untuk pulang duluan. Selepas melihat keadaan Mbak Trisna yang sudah baikan meski harus rawat inap hingga besok hari.

Sementara Joko dan Wisnu, keduanya sepakat untuk menjaga Mbak Trisna di rumah sakit.

"Ya Allah, kok hari ini berasa berat sekali." Rengganis segera mengunci pintu dan merebahkan diri di atas kasur.

Tatapan matanya tertuju pada langit-langit kamar, seberkas ingatan kembali membawanya pada peristiwa hari ini.

Rengganis bangkit dan memungut pisau lipat di atas nakas. Diamatinya benda itu dengan tanda tanya besar dibenak.

"Aku penasaran dengan pisau ini. Kenapa bisa benda ini ada di kamar Mbak Trisna. Apa ada hubungannya dengan keracunan makanan?" tanyanya dalam sunyi.

Ujung pisaunya seolah habis diasah. Mengkilap dan tajam. Sekali saja menggores tangan, Rengganis yakin darah akan mengucur deras dari balik kulit.

Kala jarum pendek jam berhenti tepat di angka sepuluh, Rengganis masih belum juga terlelap. Matanya seolah tak ingin tertutup, gadis itu sedikit kesal karena harus dibuat terjaga.

“Sssrrrr.”

Hawa dingin tiba-tiba menyelusupi tengkuknya.

Samar terdengar bunyi dari kamar sebelah. Rengganis sangat mengenal irama itu, suara keyboard dari komputer milik Mbak Trisna yang hobby sekali menulis.

“Ah, ndak mungkin," pikirnya.

Jantungnya mendadak berdetak lebih kencang.

Mbak Trisna kan belum pulang, beliau masih harus dirawat hingga besok. Tapi, suara itu tetap terdengar.

"Ada yang ndak beres," celetuk Rengganis sesaat keringat dingin mengucur deras dari keningnya.

Kali ini suara itu berhenti. Memberi jeda beberapa lama. Sialnya, sedetik kemudian terdengar bunyi ketukan yang berasal dari pintu kamarnya.

"Bu? Bu Tejo, bukan?" seru Rengganis mencoba memastikan.

Bersamaan suara itu ikut berhenti. Namun, tak ada sahutan dari Bu Tejo.

Dor... dor... dor...

ketukan pintu mulai terdengar cukup keras. Rengganis ragu untuk membuka pintu, dia mencoba kembali memanggil Bu Tejo, tetapi masih tak ada jawaban.

"Ya Allah, siapa sih?" kesalnya. Jantung Rengganis seperti ingin meloncat keluar.

Tiba-tiba pintu kaca jendela kamarnya diketuk, membuatnya terkejut dan melangkah mundur. Meski berat, rasa penasaran membuatnya memberanikan diri untuk melangkah mendekati jendela.

Sejurus kemudian ketukan berhenti tatkala Rengganis membuka gorden, dan tak menemukan seorang pun di sana.

"Siapa ya? Tolong jangan usil malam-malam!" rutuknya dengan perasaan resah.

Ia menghela napas, tangannya kembali menarik gagang jendela.

Ketika hendak menutup gorden, mendadak sesosok bayangan melintas, mata Rengganis sontak membelalak, mulutnya terbuka lebar menangkap hal itu dengan jelas.

"I-itu apa?" Bibir Rengganis bergetar hebat.

Sekitar tubuhnya semakin terasa dingin, dengan keheningan yang semakin mencekam. Ditambah lagi, dengan suara-suara yang terasa semakin jelas memanggil nama.

“Rengganis ... tolong.”

“Tolong ... tolong saya ….”

Tubuh Rengganis semakin bergetar, dengan perasaan campur aduk.

“B-bu T-tejo, to-tolong …,” panggilnya pelan dengan suara bergetar dan terbata-bata.

Rasanya ia tidak berdaya, bahkan hanya untuk sekedar berteriak minta tolong pada pemilik indekos. Ia terus berusaha mundur ke belakang, berharap bisa lari dari semua ini. Tapi …

Grep!

“Tolong!"

Bersambung...

Continuez Ă  lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • TEROR KOS BU TEJO   MENGUNGKAP TABIAT JOKO

    "Eh, coba kamu lihat deh Nu, Joko punya kunci gerbang Banu?" tanya Rengganis setelah mengamati gelagat aneh Joko di seberang jalan. Wisnu mengernyir dahi. Seumur mengenal Joko, baru kali ini ia dapati sikap lelaki itu yang aneh dan janggal. "Iya ... dia punya kuncinya," celetuk Wisnu setelah Joko berhasil membuka gerbang rumah Banu. Sementara Rengganis sudah kehabisan kata-kata. Ponselnya lantas terangkat untuk memotret aksi Joko di sana. "Nis dia udah masuk, sebenarnya tuh orang bikin apa sih? Kenapa kuncinya bisa ada sama dia?" heran Wisnu. Tanpa memberi jawaban, Rengganis buru-buru melenggang ke arah rumah Banu, membuat Wisnu berdecak dan merutuki gadis itu. "Tungguin aku, Nis!" pekik Joko dengan perasaan resah. Rengganis berjalan jinjit di depan gerbang Banu. Matanya mengintip dan menerobos masuk ke dalam pekarangan rumah milik almarhum. Di sana cukup lenggang, Rengganis tak mendapati keberadaan Joko. Lalu, ke mana dia? "Dia ndak ada, Nu," adu Rengganis dengan netra melir

  • TEROR KOS BU TEJO   JOKO DAN GELAGAT ANEHNYA

    Malam hari, seperti biasa Bu Tejo serta penghuni kos mengadakan kumpul bersama di ruang tengah rumah Mbak Arini. Mereka berbincang satu sama lain dan membagikan pengalaman selama seharian ini. "Tadi ibu dikabarin pihak kepolisian, katanya besok atau lusa kita udah bisa kembali ke kos, berhubung tempat itu udah disterilkan," info Bu Tejo kepada anak kosnya. Rengganis menghela napas lega. Ia mengelus dadanya pelan sebab merasakan titik ketenangan di dalam jiwanya. Selama seminggu ini hatinya masih bergejolak, ia tak bisa melupakan insiden terbunuhnya Banu begitu saja. "Syukurlah, Buk. Tapi tetap aja kita semua ndak bisa lengah gitu aja. Pembunuh korban sampai detik ini belum kunjung juga ditemukan," sahut Mbak Trisna. "Bener, saya juga was-was kalau ibu dan yang lain harus kembali ke kos lagi. Takut terjadi sesuatu lagi yang tak bisa kita bayangkan," timpal Mbak Arini. Bu Tejo mengelus pelan punggung tangan anaknya, bermaksud menenangkan kegelisahan yang menyerang di dalam jiwanya

  • TEROR KOS BU TEJO   MATA TERUS MEMANDANG KE ARAH KAMI

    Keadaan mendadak hening sesaat Riko membeberkan peristiwa di apartemennya. Begitu pun dengan Rengganis yang membisu dan tak mampu berucap. Rengganis merasa semua kejadian yang terjadi di sekitarnya makin tak bisa diterima oleh akal sehatnya. Belum saja kasus Banu selesai, kasus Riko malah ikut muncul ke permukaan dan sukses membuatnya pusing. "Apa yang bakal kamu lakuin sekarang? Ngelaporin kejadian ini ke kepolisian? Saranku kayaknya itu udah cara yang paling aman deh, Ko," ujar Rengganis. Riko ikut mengangguk menyetujui saran Rengganis. Ia juga dari awal sudah memikirkan akan melaporkan tindakan orang yang menerornya kepada polisi. "Aku ada kenalan polisi dan udah cerita-cerita juga ke dia soal ini. Doain aja ya Nis, semoga kasus dan pelaku ditangkap tuntas," cetus Riko penuh harapan besar. Rengganis turut mengangguk, ia menepuk pundak Riko pelan bermaksud memberinya kekuatan dan tetap tegar. "Kamu gimana?" tanya Riko setelah beberapa saat hening. Rengganis mengernyit dahi, i

  • TEROR KOS BU TEJO   ADA PENYUSUP DI APARTEMEN RIKO

    Dua minggu lamanya Rengganis dan penghuni kos menetap di rumah Mbak Arini, besok hari mereka semua dipastikan untuk kembali menetap di kos Bu Tejo. Namun yang membuat terkejut ialah kasus Banu terpaksa harus ditutup karena sampai detik ini belum juga ditemukan dalang pasti pembunuh korban. Dan mengenai bukti besar di rumah Banu, Rengganis mendapati kabar dari pihak kepolisian barang-barang tersebut telah diamankan. "Huft," helah Rengganis membuang napas pelan. Ia meraih ranselnya dan beranjak keluar pintu. Di saat itu ia berpapasan dengan Bu Tejo yang sedang menggenggam kantung plastik berisi sayur di tangannya. "Eh, Nduk? Udah mau ke kampus?" tanya Bu Tejo menghentikan langkah Rengganis. Gadis itu mengangguk membenarkan. "Itu temenmu di depan kayaknya udah dari tadi nungguin kamu," cetus Bu Tejo. Sebelah alis Rengganis tertaut menampilkan raut wajah heran. Ia menerka siapa gerangan orang yang sedang menunggunya, mengingat ia tak membuat janji dengan siapa pun pagi ini. "Siap

  • TEROR KOS BU TEJO   SOSOK BERPAKAIAN SERBA HITAM YANG TERTANGKAP CCTV

    Rengganis melenguh pelan. Tidurnya terganggu tatkala mendengar suara pintu diketuk seseorang dari luar. Ia lalu melirik jam dindingnya sebentar, kemudian menyadari bahwa pagi telah menyapa. "Tunggu, bentar aku bukain," cetusnya segera bangkit dari atas kasur. Rengganis meraih gagang pintu dan mendapati sosok Wisnu dan Joko yang sedang menunggu di luar kamar. Sebelah alis Rengganis tertaut heran menatap kedua lelaki dengan raut wajah tegang di depannya. "Ada apa?" tanya Rengganis heran. Sejanak suasana mendadak hening. Rengganis termangu memandang kedua sosok itu hanya membisu dan saling melempar tatapan. "Ada apa sih?" tanyanya lagi masih tidak mengerti dengan situasi saat itu. "Gagang pintu depan rumah Mbak Arini patah, Nis," beber Joko kemudian. Kening Rengganis semakin berkerut mendapati informasi barusan. "Patah? Kok bisa?" tanyanya balik. "Gagang pintu luar doang yang patah, semalam padahal sebelum aku kunci pintunya masih normal," cetus Wisnu. "Semalam kamu ada tamu n

  • TEROR KOS BU TEJO   ORANG ASING TENGAH MALAM DI RUMAH MBAK ARINI

    Rengganis sampai di rumah anak Bu Tejo sekitar pukul tujuh malam. Setelah mata kuliahnya selesai jam lima sore, ia langsung ke rumah temannya untuk kerja kelompok. Gadis itu menghela napas berat ketika berhasil menginjaki kaki di teras sebuah rumah sederhana. Dari tempatnya, ia bisa melihat anak Bu Tejo—Arini sedang berkutat dengan laptop miliknya di ruang tamu. "Assalamualaikum," ucap Rengganis mengulas senyum tipis ketika tatapannya bertemu dengan wanita tersebut. "Waalaikumsalam, Nis. Kok kamu baru balik?" tanya Mbak Arini seraya melepas kacamatanya. Rengganis beranjak duduk di sofa sebelah Mbak Arini. Ia melepas ranselnya dan membalasi pertanyaan Mbak Arini. "Abis kerja kelompok nih." Pandangan gadis itu lalu melirik ke sekitar. "Ini yang lain pada ke mana, Mbak? Ndak biasa sepi kayak gini," herannya mengerutkan dahi. "Oh, kalau Ibu lagi ada kajian di rumah Bu RT, kalau Joko belum balik, Wisnu tadi baru pulang dan mungkin lagi di kamarnya," jawab Mbak Arini. Rengganis nampa

  • TEROR KOS BU TEJO   PESAN RIKO

    Rengganis sampai di kampus dengan helaan napas berat. Semalam tidurnya tidak banyak karena harus membantu investigasi pihak kepolisian. Berakhir gadis itu datang kuliah sembari menguap napas kurang tidur. Ia menoleh saat menyadari seseorang datang dan menepuk pundaknya pelan. Rengganis terparanjat kaget dan refleks berbalik melihat gerangan. "Kok lesu gitu sih?" tegur Rico menyapa. Rengganis spontan meninju perut Riko pelan seraya mendengus pelan. "Ngagetin ih, aku ini kurang tidur makanya modelnya kayak gini," curhatnya. "Kenapa ndak izin aja dulu? Hati-hati loh kalau kurang istirahat, bisa sakit ntar lama-lama," respons Riko. Rengganis berdecak. "Ndak parah kok. Ya meskipun tidur cuman dua jam doang, yang penting tidur sih," celetuknya. Riko hanya menggeleng pelan melihat gadis itu. Ia kemudian mengarahkan Rengganis untuk duduk sebentar di salah satu kursi tunggu. "Jadi gimana? Udah ada titik terang belum soal kasus kematian di indekosmu?" tanya Riko memulai topik pembicaraa

  • TEROR KOS BU TEJO   PENCARIAN CCTV

    "Rengganis, satu kamar ini full dengan foto wajahmu," tutur Joko yang ikut terkejut menatap mahakarya itu di samping Rengganis. Rengganis bungkam, mulutnya keluh dan suaranya hanya tertahan di kerongkongan. Tiba-tiba jantungnya berpacu cepat bersamaan dengan dadanya yang ikut sesak. "Kenapa bisa ... foto-fotoku semua terpampang di seluruh dinding kamar ini?" herannya masih tak mengerti. Rasanya Rengganis ingin menangis sejadi-jadinya. Ia takut dan cemas di saat yang bersamaan. Sementara foto-foto tersebut di jepret ketika Rengganis sedang melakukan sesuatu akhir-akhir ini. Yang berarti si pelaku sering mengikutinya diam-diam dan mengambil gambar dengan sembunyi-sembunyi. Joko beranjak mengamati satu foto yang sukses mencuri perhatiannya. Berlatar tidak asing dengan Rengganis yang sedang duduk di meja belajar. Gambar tersebut diambil dari sisi belakang gadis itu, sehingga hanya memperlihatkan punggung Rengganis saja. "Nis, coba perhatiin foto ini. Bukannya ini di kamarmu?" tanya

  • TEROR KOS BU TEJO   PINTU KAMAR DENGAN DESAIN BESI

    Rengganis terdiam dengan dahi mengernyit. Banu suatu waktu pernah menyinggung sedikit tentang rumahnya. Tepatnya ketika pertemuan di gang malam itu. Ia berkata bahwa tempat tinggalnya tidak jauh dari sekitaran gang. Tetapi Rengganis tidak yakin di mana letaknya. "Waktu itu dia pernah bilang kalau tinggal di sekitaran jalan raya depan dan tidak jauh dari gang ini, Pak," cetus Rengganis. "Letaknya? Tidak tahu pastinya di mana?" tanya Gerald. "Sama sekali tidak tahu, Pak. Dia cuman ngomong tinggal di dekat gang ini aja," imbuhnya. Sejenak suasana kembali hening ketika kedua polisi itu sibuk berbisik satu sama lain. Sementara Rengganis dan lelaki di sebelahnya hanya bisa menatap gamang. Lalu menit setelahnya, atensi Rengganis teralih ketika salah seorang polisi lainnya datang dan mengabarkan sesuatu. "Rumahnya udah ketemu, Pak!" serunya kepada Gerald dan Bima. Langsung saja para polisi itu lekas beranjak dari tempatnya. Bima memberi isyarat agar ketiganya juga ikut bersama mereka.

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status