"Biar saya bantu!"
Aku tidak sempat menolak ketika Pak Adam mengambil alih beberapa buku yang aku bawa, padahal untuk interaksi dengan Adam, aku sudah sangat menghindari guru olah raga ini setelah percakapan kami terakhir kali karena aku takut akan semakin digosipkan kami ada apa-apa tapi sepertinya itu tidak berhasil karena dia selalu ada dimana saja. "Tidak perlu Pak Adam, saya bisa melakukannya sendiri!" Tolakku ingin mengambil buku-buku yang sudah Pak Adam bawa namun dengan cepat dia mengangkatnya sehingga aku tidak sampai. Tidak berhasil menggapainya. "Kita kearah yang sama, tidak usah merasa tidak enak. Lagi pula saya juga sekalian mau memberikan hasil ujian olahraga kelas Bu Nadia bulan ini." Ah, aku lupa kalau Pak Adam adalah satu-satunya guru yang belum mengirim nilai ujian bulanan padahal aku sudah beberapa kali menagihnya via pesan. "Pak Adam bisa mengirimkannya via email. Guru yang lain juga beberapa mengirimkannya lAku hanya ingin bertanya apakah dia bisa mengerjakan soal ujian namun aku sangat ragu untuk menanyakannya karena khawatir jika ternyata dia kesulitan akan membuat dia tidak nyaman namun selain itu ada hal lain yang sangat ingin aku tanyakan. "Kamu sedang bermain game?" Tanyakku, ingin membuka percakapan walau aku sudah tahu kalau dia memang sedang bermain game dihandphone nya sekarang. "Aku bosan. Apa lagi yang bisa aku lakukan setelah ujian sekolah berhasil. Padahal ujian masuk Universitas belum aku lewati tapi sepertinya aku sudah kehilangan semangat untuk belajar," ujarnya tanpa mengangkat kepala sama sekali dan masih fokus dengan handphone ditangannya. "Hmm, jangan terlalu memaksakan diri. Kamu harus bersantai!" "Aku bosan!" Erang Axel begitu permainan gamenya selesai. "Besok kamu ada acara?" "Besok? Carlo mengajak aku keluar tapi aku terlalu malas kelu
Kembali tidak bisa tidur namun bukan karena usia kehamilan yang semakin tua tapi lebih karena tidak tenang karena mikirkan besok adalah ujian akhir Axel. Rasanya aku terlalu gugup sekarang padahal bukan aku yang akan ujian besok. Dimasa tenang ini aku sudah menyuruh Axel istirahat setelah makan malam tadi dan dia tidak lagi keluar dari kamarnya jadi dia pasti sudah tidur. "Apa aku pastikan dulu ya? Aku harus memastikan dia beristirahat dengan benar!" Ucapku bangkit dari ranjang, walau bagaimana pun aku ikut bertanggung jawab atas ujian Axel besok kalau sampai dia gagal. Dengan sangat perlahan, kulangkahkan kakiku menuju kamar Axel. Aku tidak mau dia sampai terganggu dengan keberadaanku dan untungnya pintu kamarnya tidak tertutup dengan sempurna jadi aku tidak perlu mengeluarkan suara ketika membuka sedikit pintu. Aku tertegun beberapa saat ketika melihat ranjang Axel kosong dan te
Malam semakin larut dan aku tidak bisa tidur, terlalu banyak pemikiran berkecambuk didalam kepalaku. Axel selalu berhasil menyita semua isi pikiranku sehingga tidak menyisakan sedikit pun untuk hal lain. Percuma berbaring ditempat tidur karena terlalu sulit memejamkan mata dan itu semakin membuat tersiksa, ku putuskan untuk keluar dari kamar. Duduk diam disofa tanpa melakukan apapun, berusaha mengosongkan pikiran terlebih dahulu supaya sedikit lebih tenang. Cklek. Aku menoleh kearah kamar Axel yang terbuka dan Axel yang terlihat kaget dengan keberadaan ku mematung beberapa detik. Hubungan kami semakin asing dan aku tidak suka itu. "Aku lapar!" Ucapku entah kenapa mengatakan hal itu ketika melihat Axel berjalan kedapur untuk mengisi gelas didispenser air. Axel tidak bicara, dia mengambil beberapa bahan dari lemari es kemudian menyiapkan sesuatu dibalkon karena dia terlihat sibuk seorang diri dan berulang
Benar-benar keterlaluan! Axel benar-benar meninggalkan aku dirumah orang tuanya kemarin dan membuat aku terjebak disana selama dua hari satu malam sampai membuat aku hari ini harus izin tidak mengajar dan baru bisa berpisah dengan mereka sore harinya karena mereka berdua memaksa untuk menemani kontrol kedokter kandungan walau pun bukan waktunya kontrol. Aku berhenti memasukkan Kay Lock pintu ketika ada sesuatu mencolok menyita perhatianku, beberapa kardus tumpukan dengan logo apel, untuk apa Axel membeli apel sebanyak ini kalau hanya untuk sarapan kami berdua? Lemari es kami juga sudah pasti tidak muat dan pada akhirnya busuk. Kugelengkan kepalaku, dia punya banyak uang dan bebas melakukan apa saja dengan uangnya. Tidak seharusnya aku memikirkan apapun tentang bagaimana dia membelanjakan uang. Toh, kami belum benar-benar berbaikan sampai hari ini dan aku masih sangat kesal karena dia meninggalkan aku kemarin. Dia sudah p
"Duduk dulu Nadia!" Kaget karena berada ditempat yang sama dengan Axel, aku menoleh pada dia yang tidak memberikan reaksi apapun ketika aku datang kemeja makan yang sama dengan dia. Sekarang aku sedang ada dirumah mertua karena dua jam yang lalu Papa Adipati mengirim pesan menyuruh aku datang kerumahnya, hanya saja saat aku mencari Axel disekolah, dia sudah tidak ada jadi aku berangkat sendiri tapi ternyata dia sudah ada dirumah orang tuanya dan meninggalkan aku sendirian disekolah padahal seharusnya kita bisa berangkat bersama. "Nyonya Nadia, malam ini kami punya Osyter dan Carpaccio, yang mana yang akan anda pilih untuk menu makan malam anda?" Tanya seorang pria berbaju putih yang aku yakini adalah chef yang memasak dirumah Axel. "Berikan saja spaghetti bolognese dengan wagyu steak well done," sahut Axel dari kursinya. Jujur saja aku merasa tertolong dengan bantuan Axel kali ini walau apa yang Axel k
Tidak terhitung sudah berapa kali dalam hari ini aku melewatkan kesempatan untuk bisa bicara dengan Axel karena bibirku kelu dan tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun didepan Axel semenjak diapartemen tadi sampai sekarang disekolah padahal aku sudah membawa apel ditanganku, ingin memberikan benda itu sebagai permintaan maaf. "Ap-pel," tuturku tergagap sambil mengulurkan apel didepannya. Hanya diam dan tidak merespon sama sekali benar-benar membuat aku mati kutu. Apa dia memang sangat pandai memporak-porandakan pertahanan orang lain? Tidak sabar dengan sikap diamnya, kuraih tangannya dan kupaksa tangan kanannya untuk menerima apel ditanganku. Aku tidak paham ini karena dia yang mempertahankan gengsi yang terlalu besar sehingga terus memasang wajah dingin seperti itu atau memang dia memang orang yang sangat arogan. "Setelah kelas tambahan selesai, aku tidak punya rencana kemana-mana," ucapku yang ingin memanci