Share

Bab 2

“Meskipun Nuria masih berumur delapan belas tahun, semoga saja dia bisa jadi istri yang baik untuk juragan. Dia sudah dewasa, sudah bisa juga untuk memasak dan mengurus rumah, Juragan.”Paman Nursam kembali berujar. Ada sedikit rasa khawatir melihat ekspresi Juragan Arga yang datar. Namun lagi-lagi tak ada sahutan dari mulut lelaki itu.

Nuria yang sejak tadi duduk di samping Bi Lela hanya kuasa menunduk, tak berani menatap lelaki yang umurnya lebih dari dua kali lipat dari dirinya. Hatinya mengkerut, ketika sekilas tadi bersitatap.

Juragan menoleh ke arah Suryadi---tangan kanannya yang duduk di sisi sebelahnya. Mereka saling tatap, lalu juragan mengangguk. Suryadi gegas berdiri dan menuju keluar.

Suasana hening, tak ada yang berani membuka percakapan. Kelima orang lainnya yang datang bersama rombongan Juragan juga tak ada yang membuka suara. Tak berapa lama, Suryadi---lelaki dengan rambut plontos dan kulit sedikit gelap itu datang dan membawa satu berwarna hitam dan berukuran agak besar. Lalu dia serahkan pada Nuri.

“Neng Nur, mohon diterima. Ini adalah tanda ikatan dari Juragan kalau mulai hari ini, Neng Nur adalah calon pengantinnya.” Dia menyimpan kotak itu di samping Nuria yang sejak tadi duduk bersimpuh sambil menunduk.

Nuria mengangkat wajah dan sekilas menatap Suryadi, tetapi lelaki itu menundukkan pandang. Dia tahu seperti apa watak Juragan.

“Apa ini, Pak?” tanya Nuria dengan suara lirih hampir tak terdengar.

“Silakan dibuka saja, Neng! Untuk cincinnya, tolong dipakai!” Suryadi menjelaskan. Nuria menatap bingung kotak itu. Suryadi seperti mengerti, gadis itu tak paham bagaimana cara membukanya.

“Ini nomor kombinasinya, sengaja dibuat seperti ini biar aman!” tukasnya seraya memutar tombol pengunci dari kotak berwarna hitam tersebut.

Kotak itu pun terbuka, ada dua kotak lagi di dalamnya berwarna merah marun. Suryadi mengangsurkan semua barang itu ke hadapan Nuria, lalu dia kembali duduk bersila di samping juragan.

“Silakan dipakai untuk cincinnya, Neng!” Suryadi kembali mengulang perintah.

Nuria membuka kotak berwarna marun itu, ternyata isinya sebuah cincin berlian yang berkilau cantik. Sontak mata Bi Lela membulat. Seumur-umur dia baru melihat sendiri kilau dari mata berlian yang begitu indah.

“Sini Bibi pakein, Nur!” Dia gegas mengambil cincin itu, ditatapnya lekat dengan mata membulat. Sebuah ide terlintas dalam pikirannya. Bibirnya tersenyum dan matanya tak terlepas dari kilau berlian itu.

“Wah bagus banget, Juragan! Ini pasti mahal!” tukas Bi Lela, sengaja memancing agar dia tahu berapa harganya. Sekilas rencana licik sudah melintas di kepalanya. Lagi pula Nuri masih begitu lugu, dia pasti nurut-nurut saja juga nantinya.

Juragan masih bergeming. Entah memang seperti itu wataknya atau karena memang tak nyaman. Namun Suryadi kembali menjawab pertanyaan dari Bi Lela.

“Harganya dua ratus lima puluh juta, Bu Lela. Jadi tolong pastikan tetap menempel di tangan Neng Nur, hingga akad nikah nanti. Jika hilang, rumah ini bisa disita buat jadi penggantinya!” jelasnya. Ucapannya telak membuat kedua mata Bi Lela semakin membulat, tetapi kalimat pamungkasnya membuat dirinya tak bisa berbuat apa-apa.

“Oalah, kamu itu beruntung Nur ikut Bibi. Coba gak ikut Bibi di sini, mana mungkin kamu bisa dapetin barang semahal ini! Sini Bibi pakein, awas jangan sampai hilang, ya!” tukasnya seraya meraih jemari Nuria. Dengan hati tak rela, dia pun menyematkan cincin itu pada jemari keponakannya.

“Iya, Bi!” Hanya itu ucapan yang terlontar dari mulut Nuria. Jujur, tak ada secercahpun rasa bahagia menggelindang di hatinya. Bukan impiannya menikah dengan orang setua Juragan Arga. Bahkan lelaki itu benar-benar lebih pantas menjadi ayahnya.

Bi Lela mengambil kotak bekas berlian itu lalu disimpannya semula ke tempatnya. Dia pun membuka satu kotak lagi. Sontak mulutnya menganga, tangannya gemetar mengambil kalung emas berwarna putih dengan bandul permata itu. Bukan hanya kalung, tetapi juga ada beberapa gelang yang ditaksir beratnya puluhan gram.

“Ya ampuuuun, Nuri! Ini bagus banget! Kamu mau pake sekarang?” Bi Lela menatap perhiasan mewah yang tak pernah dimilikinya itu dengan pandangan tak berkedip. Terbersit seberkas sesal dari dalam dada. Kenapa Nirina malah mati-matian menolak rejeki sebesar ini.

Nuri pun hanya mengangguk. Bi Lela dengan rasa gamang karena hatinya pun menginginkan barang-barang itu, perlahan memakaikan kalung dan gelang itu pada Nuri. Ada tiga buah gelang yang dipakaikannya.

Rasa iri berkelindan, entah kenapa dia begitu tak rela jika Nuria mendapatkan barang-barang mewah yang bahkan tak bisa diberikannya pada Nirina---putri kesayangannya. Sepertinya setelah ini, dia bermaksud akan mengompori Nirina agar mau menggantikan kembali Nuri menjadi istri Juragan Arga. Meskipun sosoknya asing dan tak banyak dikenal, tetapi melihat harta kekayaaan yang melimpah, sontak mata Bi Lela menjadi hijau.

Suryadi lebih mendominasi obrolan, dia langsung membahas tanggal pernikahan dengan Paman Nursam. Katanya Juragan tak bisa menunggu lebih lama lagi, dia harus segera menikah sebelum tanggal empat belas bulan depan. Jadi ada kisaran tiga minggu lagi tersisa dari tanggal yang akhirnya disepakati.

“Neng Nuri, tolong jangan sampai membuat rencana pernikahan ini gagal, ya! Apalagi jika terbersit untuk mengganti pengantin perempuannya! Jangan salahkan kami kalau terjadi apa-apa pada keluarga ini!”

Suryadi berbicara pada Nuri, tetapi matanya menatap Bi Lela. Seolah dia bisa membaca pikiran perempuan tua itu yang tengah merencanakan sesuatu.

Semantara itu, Juragan Arga sejak tadi lebih banyak diam, sesekali memperhatikan Nuri, Paman Nursam dan Bi Lela bergantian. Pertemuan pertama ini, sama sekali tak memberikan gambaran pada Nuri seperti apa sosok lelaki yang akan menjadi suaminya nanti. Dia masih menjadi hal misterius yang membuat Nuri berada dalam rasa ketakutan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status