Share

Di Sebuah Hotel (2)

Author: Asa Jannati
last update Huling Na-update: 2022-04-30 15:14:49

Jangan Paksa Aku Rujuk

Di Sebuah Hotel (2)

Aku mundur perlahan, berjingkat menuju kamar. Tubuhku bergetar hebat. Napasku tersengal. air mata mulai berjatuhan tak terkendali. Kubekap mulutku agar tak mengeluarkan suara dan segera pergi ke kamar mandi lalu menguncinya.

Jadi benar dugaanku. Di antara mereka ada hubungan terlarang yang tak pernah kusadari sebelumnya. Sangat keterlaluan apa yang mereka lakukan di rumah ini, bahkan ketika aku sedang berada di rumah.

Tak bisa kubayangkan apa yang sudah terjadi ketika aku sedang tidak ada di rumah. Mungkin sudah puluhan kondom yang dibuang tanpa aku pernah menyadarinya.

Baik Karin, cukup menangisnya. Berpura-pura tak tahu adalah jalan terbaik yang harus kupilih. setidaknya saat ini. Terlalu dini jika aku melabrak mereka berdua sekarang. Aku tak bodoh, lebih baik kukumpulkan semua bukti agar ketika aku siap membuka semuanya, mereka tak akan bisa mengelak lagi.

Percuma rasanya jika saat ini aku mencegah hubungan mereka. Toh mereka berdua sudah terlanjur berbuat sejauh itu, tak ada gunanya. Yang terpenting saat ini aku hanya perlu menguatkan diriku. Berpikir bahwa semuanya baik-baik saja dan tetap bisa tersenyum ceria seolah tak ada apa-apa di depan anak-anakku, juga mereka.

***Ajt

Senin siang, kumulai aksiku. kukenakan masker agar tak dikenali. Mengintai rumah dari kejauhan menanti Mas Hangga datang. Ya, setelah hari minggu libur, feelingku dia akan datang ke rumah siang ini. Benar, tak perlu menunggu lama, mobil Mas Hangga terparkir di depan rumah.

Lima menit aku segera menyelinap masuk ke halaman rumah, lalu bersembunyi di balik jendela kamarku sendiri.

“Adek, kakak, nonton kartun dulu, ya. Mbak Inem mau bersihin kamar mandi,” ucapnya.

Lalu terdengar pintu di tutup. Pintu kamarku.

“Gimana?”

“Aman, Mas. Anak-anak kalo lagi nonton kartun anteng,” jawab Inem.

Apa? Mas? Jadi dia bahkan sudah memanggil Mas Hangga dengan sebutan ‘Mas.’ Kubayangkan mungkin sudah puluhan bahkan ratusan kali kebersamaan mereka dalam buai cinta terlarang, sehingga sudah tanpa canggung-canggung lagi Inem menyebut suamiku dengan panggilan, 'Mas.' Naudzubillah.

“Ayok sayang, kita nggak punya waktu banyak.”

‘Sayang?’ itu suara Mas Hangga. Ternyata semudah itu ia menyebut sayang kepada wanita lain. Kupikir selama ini cuma aku satu-satunya wanita yang mendapat sebutan spesial itu. Dibohongi habis-habisan ternyata aku.

Terdengar Inem tertawa-tawa kecil, mungkin sedang digoda oleh suamiku.

Hanya perlu menunggu tiga menit sampai kemudian aku sudah mendengar suara desahan demi desahan yang menjijikkan itu. Suara Inem terdengar begitu menggoda. Sudah lihai dan tahu gimana membuat lelaki terbuai rupanya gadis belia itu.

Darahku mendidih, emosiku menggelegak menyaksikan sendiri permainan ranjang suami yang awalnya begitu kucintai dengan seorang wanita kampung tak tahu diri.

Tujuh tahun menikah, aku baru mengenali siapa orang yang kunikahi. Dan Inem, ART yang sudah kuanggap seperti keluarga sendiri itu, ternyata dia lebih memilih menjadi perusak rumah tanggaku.

Tapi tenang saja, aku tidak menyia-nyiakan apa yang sudah kusaksikan! Semua sudah terekam dalam kamera yang kupasang di dalam kamarku!

***

Sepekan berlalu. Hari minggu, aku dan Mas Hangga biasanya mengajak anak-anak jalan ke Mall. Tapi kali ini aku tak berniat mengajak mereka jalan-jalan.

“Ma, keliatannya Mama capek, kalau gitu biar Papa sama anak-anak yang pergi, kasihan mereka bosan di rumah,” Mas Hangga berinisiatif.

“Hem.” Aku hanya bergumam.

“Oh, tapi Papa ajak Inem, Ma. Nanti di arena bermain takut anak-anak jatuh kalau nggak ada yang jaga. Soalnya Papa disana sambil meeting sama rekan bisnis, nggak bisa fokus jagain anak-anak,” ucapnya.

Deg! perasaanku tiba-tiba tak enak. Kalau dulu aku tak akan curiga dengan perkataan Mas Hangga seperti ini. Sekarang aku tak bisa mengabaikan semudah itu, Mas.

Baiklah Kutelepon salah seorang rekan yang bisa kupercaya setelah mobil melaju meninggalkan rumah.

“Tolong mata-matai mereka, Za. Aku percaya kamu,” ucapku.

Suara diseberang sana paham dan menyanggupi permintaanku.

Di rumah sendiri, kumanfaatkan untuk meminta petugas CCTV datang. Beruntung mereka bersedia gerak cepat, dipastikan hanya dalam hitungan kurang dari satu jam. CCTC terpasang sempurna di titik-titik strategis. Aku rela membayar mahal memasang CCTV yang sangat kecil dan tersembunyi sehingga tak akan pernah ada yang curiga bahwa di rumah ini terpasang beberapa kamera CCTV.

Lima belas menit mobil di dalam mall, aku dapat kiriman video berdurasi sepuluh detik, mobil Mas Hangga pergi meninggalkan mall.

[Mereka pergi berdua. Anak-anak tidak ikut, Bu. Anak-anak ada di arena bermain tapi dijaga seseorang. Dia seorang wanita berusia empat puluhan. Mungkin sudah terbiasa dibayar oleh Pak Hangga. Kelihatannya anak-anak sudah kenal dekat, mereka enjoy dan tidak merasa kehilangan Inem dan Ayahnya.]

[Lalu kamu dimana sekarang, Za?]

[Sedang terus mengikuti mereka, Bu.]

[Pastikan kamu jaga jarak dan jangan sampai terlihat mencurigakan] pesanku.

[Tenang Bu, aku pakai motor, temanku yang nyetir, kami pakai masker, jaga jarak, Mereka tidak akan curiga.] balas Reza.

[Good, Thanks, Za.]

Aku menanti detik-detik selanjutnya dengan hati yang teriris, menyadari mereka sudah begitu dekat dan sejauh ini membohongiku. Mas Hangga yang kukenal, lelaki tampan, mapan, humoris, penuh kasih sayang dan romantis. aku tak menyadari satu hal, bahwa dia juga liar.

Selama ini aku meyakinkan diri bahwa Mas Hangga hanya lelaki yang pintar menyenangkan lawan bicaranya. Sehingga chat-chat yang kubaca atau dalam pembicaraan-pembicaraan yang kudengar dengan lawan jenisnya, ia sering memuji sekedar untuk menjadi sosok yang menyenangkan. Tapi aku tak pernah melihat ia berbuat lebih. Atau akunya saja yang bodoh!

Baru dengan Inem aku menyadari bahwa ia ternyata sudah sejauh ini. Seleramu rendah, Mas! Seorang Pembantu kamu makan juga!

Membayangkan ia pernah bermain dengan wanita lain, lalu juga meminta jatah kepadaku, membuatku benar-benar mual!

Reza mengirim sebuah video lagi, kulihat mobil silver bernopol jelas milik Mas Hangga memasuki pekarangan sebuah hotel melati! Ya, Rabb, jadi mereka pergi ke hotel! Dadaku bergemuruh hebat, hingga gawai yang kupegang ikut bergetar lalu terjatuh.

Untuk apa mereka masuk hotel itu kalau bukan untuk memuaskan nafsu binatang mereka. Ya binatang, karena mereka layaknya hewan yang begitu mudahnya menumpahkan birahi kepada yang bukan pasangan halal.

Satu video masuk lagi. Kali ini menampilkan Inem yang bergelayut manja di bahu Mas Hangga yang berjalan menuju lobi hotel. Mereka berdua memakai masker, jelas Mas Hangga tidak ingin gegabah diketahui orang yang bisa saja mengenalinya. Tapi kalian nggak akan bisa bersembunyi dariku. Benar-benar tak tahu malu!

Inem, dua tahun setengah dia di rumah ini, selama itu pula aku masih menganggapnya gadis lugu. Meski dia terlihat sedikit kemayu dan manja, aku maklum karena kupikir dia masih muda, seperti anak remaja pada umumnya yang energik.

Kerjanya menjaga anak-anak sebenarnya bagus. sehingga aku tak segan membelikannya pakaian atau apapun ketika aku sedang berbelanja untuk anak-anak. Terlalu sayangnya aku sama dia, sampai rumah orang tuanya di kampung jadi sedikit lebih layak karena direnovasi menggunakan uangku. Ternyata begini balasannya. Ribuan rutukan keluar dari mulutku.

‘Nggak apa-apa kamu merutuk dalam diam, bersabar sedikit, jangan buru-buru dan gegabah, semua akan terbongkar sangat indah, nanti,’ bisik hatiku.

Video selanjutnya sudah jelas, mereka keluar hotel dengan sedikit terburu, lalu kembali menuju Mall dimana anak-anak bermain. Dan pulang ke rumah berakting seperti tak pernah terjadi apa-apa dengan mereka. luar biasa, kuacungi empat jempol kepada mereka.

“Mamaa ….” Anak-anakku berlarian keluar mobil memelukku.

“Gimana tadi mainnya? seneng, Nak?” kukecup pipi si kecil.

“Seneng, Ma, aku belum bosen, masih ingin main lagi.”

“Wah, seru berarti, ya mainnya, diajakin Mbak Inem naik arena apa aja?”

Inem yang sedang mengeluarkan perbekalan dari dalam mobil, terkesiap, gerakannya terhenti.

“Sama Mbak Asih, Ma. Yang ajakin main namanya Mbak Asih,” jawab Sefina.

Inem langsung berpaling ke arahku, aku pura-pura tak melihat reaksinya.

“Ouwh, Mbak Asih, siapa, tu, Nak?” tanyaku lagi.

“Ee, itu, Bu, teman saya. Ee, pas ketemu di sana tadi. Jadi dia nemenin saya jaga Kak Fina dan Dek Nifa.” Inem langsung menyambar jawaban.

“Oh, gitu.” Aku tetap menjawab seperti tak mengerti apa-apa. Mas Hangga yang sedang menutup pintu mobil sekilas melirikku.

“Iya, Ma, tadi Mbak Inem ‘kan katanya mau ke toilet, jadi kita main lamaaa banget sama Mbak Asih,” ujar si Sulung. Kena kamu, Nem!

Inem tercekat, nampak berpikir. Pupil mata itu berayun ke kiri.

“He he he, maaf, Kak Fina, Mbak tadi sakit perut, jadi lama, dech, karena pup dulu.” Ia lantas berekspresi lucu.

Sontak membuat dua buah hatiku tertawa terkekeh-kekeh. Kedua anak ini memang suka sekali kalau dihibur dengan gaya-gaya badut.

Hmm, oke Inem, kali ini kamu selamat. Karena tak mungkin aku mengorek durasi pada anak kecil. Tapi semua bukti perselingkuhanmu dengan Mas Hangga sudah ada dalam genggamanku.

Aku lantas masuk ke mobil, dari belakang Inem tiba-tiba berlari menyerobotku. Mengambil sebuah plastik kecil dengan terburu-buru. Isi dari plastik itu akhirnya berjatuhan ke lantai. Sabun, odol, dan sikat gigi berwarna putih terbungkus!

Aku ingat betul nama hotel yang tertera pada bungkus itu, sama persis seperti yang terbaca dalam video yang Reza kirim tadi.

“Dapat dari mana itu, Nem?” tanyaku dengan mata memicing.

Inem terkesiap, wajahnya langsung terlihat pias!

To Be Continued.

Terima kasih sudah menyimak, tinggalkan jejak love dan komen sblm menuju bab selanjutnya. Terima kasih sudah membantu penulis bertumbuh.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sitie S Harja
siip .....moga semakin lancar nulis nya
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • TEST PACK ASISTEN RUMAH TANGGAKU   Tamat: Bahagia Tak Berujung (174)

    TEST PACK 174Test Pack ART-ku-Bahagia Tak Berujung-“Nggak bisa apa, Mas ...?”Dia merebahkan tubuhku ke bantal perlahan. Lelaki bermata bening dengan sepaket wajah yang selalu memabukkanku itu, mendekati wajahku.---“Nggak bisa jauh-jauh dari perempuan cantik di hadapan, Mas ini pastinya.” Kali ini wajahnya serius menatapku.“Mas, liatin akunya harus gitu, ya?”“Emm, memang Mas lihatnya gimana, si?”“Kayak, em … apa, yaa …?”“Mas juga nggak tahu, Dek. Mungkin karena kemarin-kemarin, Mas selalu buang jauh-jauh tatapan Mas ke tempat lain saat lihat kamu.”“Terus sekarang.” “Sekarang sayang dong, sudah halal nggak dilihatin. Mubajir. Heheheh.”“Oh, gitu, Mas …”“Iya, jadi ya Mas lihatinnya sepenuh hati. Biar masuk ke hati juga.”“Kelihatannya sudah bukan masuk ke hati saja. Sudah meresap ke jiwa sampai ke sum-sum tulang juga, Mas. Aku ‘kan sayang banget sama, Mas.”Ia membelai rambut lurus tergeraiku yang kini sudah panjang sepinggang.“Mas ….”“Hmmm …”“Jadi, Mas tadi mau minta apa?

  • TEST PACK ASISTEN RUMAH TANGGAKU   Dua Hati Mencecap Rasa (173)

    #Testpack (173)Test Pack ART-ku-Dua Hati Mencecap Rasa-“Adududu … sakit, Dek.”Mas Hangga menghindar ke ujung kasur.“Coba jawab, apa dia itu kamu, Mas?” Aku mengejarnya dan mulai memegang kupingnya. Wajahku kini di atasnya dengan mata melotot.“Yang mana, sih?” Kini ia mulai sok cool.“Ish, emangnya Mas mau jelasin yang mana lagi? Dia yang selama ini mengganjal pikiranku. Belakangan dia bukan memberi informasi, malah jadi orang sok bijak yang banyak menasehatiku.”“Ya mungkin dia termasuk orang-orang yang sangat sayang sama kamu, Dek.”“Tapi kok Mas nggak kaget aku cerita begini? Nggak curiga. Kalau bukan Mas, pasti Mas akan langsung penasaran dan cari tahu siapa pengganggu itu?”Ia tergelak. Lalu memegang kedua bahuku dan membalik tubuhku, sehingga kami berguling-guling.Kini tubuhnya ada di atasku. Kedua netra ini hanya berjarak sekian inci saja. Napasnya memburu.“Kamu gemesin, Sayang, kalau marah-marah seperti ini.”“Ih, malah ngegombal!”“Beneran. Makanya Mas nggak kuat liat

  • TEST PACK ASISTEN RUMAH TANGGAKU   Jadi Siapa Sosok Misterius Itu?

    #Testpack (172)Test Pack ART-ku-Jadi Siapa Sosok Misterius Itu?-Perlahan tubuh kokoh itu meletakkan tubuhku ke atas springbed. Tubuhnya kini menjadi tepat ada di hadapanku.Bulu-bulu lentik itu bergerak, mengerjap. Bola mata cokelat itu menatapku lekat.“Tak pernah berubah dan tak ada yang berubah. Yang ada, rasa rindu yang terpendam lama dan kini mulai terobati.” Lirih suara itu, namun helaan napas itu hangat menyentuh wajahku.Seketika aku menjadi teramat kasihan kepada lelakiku ini. Bertahun-tahun ternyata aku mengabaikannya dalam kesendirian. Mungkin aku akan lega ketika dia sempat melupakanku. Tapi nyatanya dia justru tak pernah berhenti untuk terus berusaha membuat agar aku kembali padanya.Kubelai wajah putih dengan cambang tipis yang terlihat baru di cukur itu. Kubelai kumis tipis di atas bibirnya. Aku menikmati keadaan ini. dia sudah sah kembali menjadi suamiku. Dari dulu, aku sangat menyukai keadaan ini. Berdua-dua, dan menyentuh seluruh area wajahnya. Saat ini seakan mey

  • TEST PACK ASISTEN RUMAH TANGGAKU   Honeymoon ke Norwegia

    #Testpack (171)Test Pack ART-ku-Honeymoon ke Norwegia-Mas Hangga membuktikan semuanya. Saat aku datang ke KJRI semua surat-surat telah secepat kilat ia urus. Kugunakan pakaian serba putih yang telah ia persiapkan untukku sekeluarga. Di sini prosesi ijab kabul akan berlangsung. Tentunya resepsi nanti akan dilaksanakan di Indonesia. Aku duduk di sebuah ruangan serba putih.“Bismillah, Nak. Ternyata benar, kalau kita berbuat baik, sama Allah ditambah nikmatnya. Siapa yang mengira, pada akhirnya kamu justru menikah dengan Hangga saat umroh, Nak.”Mama mengelus bahuku lembut. Dirapikannya jilbabku itu. Mama menatapku dengan senyuman paling menyejukkan seakan menenangkan dan menyemangatiku bahwa ijab kabulku akan berjalan lancar. Mama paling tahu apa yang ada dalam benakku. Kupeluk Mama erat, lalu aku dan Mas Hangga mencium tangannya khidmat.Mama kemudian mengelus pipiku juga Mas Hangga, dan mengangguk-angguk seakan ingin bicara bahwa ia memberi restu.“Selamat Hangga. Papa salut sama u

  • TEST PACK ASISTEN RUMAH TANGGAKU   Aku Mau, Mas (170)

    #Testpack (170)Test Pack ART-ku-Aku Mau, Mas-Seketika aku merasakan duniaku hening!Sedang bercandakah dia? Rasa-rasanya dia sedang men-chat prank-ku. [Jangan meragukan Mas, Dek. Mas tidak sedang bercanda.]Ah, kenapa dia bisa membaca pikiranku.Aku masih diam mematung. Memandangi sebaris tulisan yang baru masuk ini. [Turunlah, Mas ingin bicara lebih serius lagi. Mas tunggu di lobi.][Jangan ragu lagi. Semuanya sudah Mas putuskan. Mas ingin kembali denganmu. Masih bolehkan, Dek?][ Boleh juga ‘kan Mas kali ini GR, meyakini bahwa kamu dan anak-anak berharap Mas kembali?”]Aku hanya mampu membaca pesan demi pesannya yang terus masuk satu demi satu.[Mas akan terus berada di lobi ini sampai kamu turun. Tak perduli kalau security sampai mengusir Mas pun. Mas akan tunggu!]Kupegang dadaku yang berdebar. Kugigit bibirku berkali-kali, memastikan bahwa ini bukan mimpi.Kuusap aku air mata yang dengan kurang ajarnya menerobos begitu saja melewati pipiku. Aku tak ingin menangis di hadapan

  • TEST PACK ASISTEN RUMAH TANGGAKU   Kita Menikah Sekarang (169)

    #Testpack (169)Test Pack ART-ku-Kita Menikah Sekarang-“Sudahlah, Mas. Kenapa kamu sekarang jadi kolokan begini. Kamu lagi akting, ya?”“Akting?”“Ya kamu berminggu-minggu nggak datang ke rumah kemarin-kemarin biasa saja. Kenapa sekarang kok jadi aneh merasa bersalah, mohon-mohon begini?”“Ya … Karena ….” Ia menjeda kata … bukan terlihat berpikir, tapi terlihat menahan kata. Wajahnya tampak malu-malu. Jujur itu menggemaskan di mataku. Seandainya dia suamiku, seandainya aku tak marah padanya. Seperti yang dulu biasa kulakukan, akan kucubit hidung atau pipinya lalu mengoyak-ngoyak rambutnya. Tapi rasa kesalku saat ini masih jauh lebih besar. Rasa emosiku muncul kala mengingat dia berkelahi membabi buta menghajar Bang Saga. Begitu sulit kuhentikan."Ah sudahlah, cepat pergi saja dari sini. Hidup menjauh dariku dan anak-anak. Kamu kelihatannya sudah cukup berbahagia hidup berdua saja dengan Zayyan, putra mahkota kamu itu!" Aku mendengkus kesal.“Loh, kok gitu, Dek. Zayyan kan anak kes

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status