 Masuk
MasukKehlani found out two things in one day; one, her soon to be husband was cheating on her, and second, that there was someone she looked so much like in this world and that same person was meant to get married but somehow, she was mistaken for that person. She ran away from a marriage, but ended up running into another one. Why does she have such a bad luck in choosing marriages?
Lihat lebih banyakDeru napas yang berat tidak menghentikan seorang gadis yang tengah berlari. Jalanan ibu kota yang sepi juga tidak membuatnya bergidik ngeri. Justru laju larinya semakin meninggi untuk menghindari seseorang yang mengejarnya tanpa henti. Tidak ada yang gadis itu pikirkan saat ini selain melarikan diri.
Cia, nama gadis itu. Nama lengkapnya adalah Alicia Cantika. Nama yang manis untuk gadis yang juga berwajah manis. Paras cantik dan lugunya mampu membius kaum adam dengan mudah, termasuk atasannya sendiri, pria yang saat ini masih mengejarnya sambil meringis kesakitan."Tolong!" teriak Cia saat rasa lelah mulai ia rasakan. Jalanan yang sepi membuatnya mengumpat dalam hati.Ke mana perginya semua orang?"Berhenti kamu!" teriak atasannya. Orang-orang memanggilanya Pak Bonang, seorang duda yang meresahkan. Bukan karena tampan, melainkan karena mata keranjang.Sialnya, malam ini Cia yang menjadi korban.Niat bekerja lembur untuk mengumpulkan bonus harus pupus karena ulah Pak Bonang yang ternyata penuh modus. Cia lagi-lagi merutuk dalam hati, ke mana perginya semua penghuni kantor? Tidak mungkin jika hanya dirinya saja yang lembur. Beruntung dia bisa melarikan diri setelah menendang keras dua bola pusaka Pak Bonang."Cia, berhenti kamu! Sialan!" teriak Pak Bonang lagi.Air mata Cia masih mengalir. Sesekali dia menoleh ke belakang untuk melihat monster yang berlari mengikutinya. Ada rasa lega karena bisa lari sebelum terlambat. Namun kelegaan itu tidak bisa ia rasakan lama saat Pak Bonang belum menyerah. Demi membuatnya tutup mulut, dia rela mengikutinya hingga ke ujung dunia.Tutup mulut? Cia masih tidak tahu bagaimana harus menyikapi hal ini besok. Apa dia akan menjadi korban selanjutnya? Karyawan yang dipecat secara sepihak karena kesalahan yang tidak jelas. Sekarang Cia tahu kenapa para senior wanitanya mendadak pergi tanpa kabar. Pasti ada beberapa dari mereka yang mengalami hal yang sama sepertinya, yaitu pelecehan.Apakah mereka seberuntung dirinya yang bisa lari? Atau malah terjebak di ruang fotokopi yang terkunci?Cia menggelengkan kepalanya mengingat tempat menyeramkan itu. Jika kembali ke kantor, dia akan memasukkan surat keluhan ke kotak keluhan yang berisi petisi untuk menghilangkan pintu ruang fotokopi. Ruangan yang ia yakini penuh dengan teriakan dan rasa trauma.Cia berhenti berlari saat melihat sekumpulan pemuda di seberang jalan. Hatinya lega karena akhirnya bisa bertemu dengan banyak orang. Entah orang jahat atau baik, yang pasti dia hanya ingin terbebas dari Bonang sialan yang mengejarnya.Napas Cia semakin terdengar berat. Dia menunduk melihat kaki telanjangnya yang kotor. Terpaksa dia bertelanjang kaki karena sudah melempar sepatunya ke kepala Pak Bonang. Terselip rasa senang karena bisa memberikan pembalasan menyakitkan sebelum berhasil kabur."Berhenti kamu! Cewek sialan!"Dada Cia semakin berdegup kencang mendengar suara menyeramkan itu. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum menyeberang. Cia harus cepat jika tidak ingin tertangkap.Peduli setan!Tidak ada waktu lagi untuk menunggu. Saat melihat cela, dengan cepat Cia berlari menyeberang. Suara klakson panjang mulai terdengar memekakan telinga dan disusul dengan suara hantaman yang cukup keras. Cia terkejut dengan mobil yang melaju ke arahnya tetapi anehnya tidak ada yang menabrak tubuhnya.Rasa tidak enak mulai ia rasakan. Perlahan Cia menoleh dan melihat ke arah suara keras itu. Matanya membulat dengan tangan yang bergetar. Tak jauh darinya, terdapat sebuah mobil yang terbalik menghantam tiang lampu merah karena menghindarinya.Ya Tuhan, apa dia baru saja membunuh seseorang?Cia sudah tidak memiliki tenaga untuk lari. Melihat kondisi mobil yang memprihatinkan membuatnya jatuh terduduk dengan lemas. Kasarnya aspal mulai terasa nyaman di tubuhnya, membuat Cia mulai hilang kesadaran. Hal terakhir yang ia lihat adalah banyaknya orang yang mulai berdatangan. Selain itu, dia juga melihat Pak Bonang yang berhenti dan menjauh dari keramaian."Bajingan," gumam Cia sebelum akhirnya benar-benar tak sadarkan diri.***Suara khas ambulan yang cukup keras membuat Cia membuka mata. Dia menatap langit gelap tanpa bintang yang tampak mencekam. Perasaan Cia mulai tidak tenang. Medengar suara ribut di sekitarnya, dia mulai bangun. Dengan cepat Cia berdiri dan melihat ke sekitar."Dia sadar!" teriak seseorang."Mbak, Mbak nggak apa-apa? Ada yang sakit?"Orang-orang yang mengelilinginya mulai bertanya. Cia mengabaikan mereka semua dan dengan cepat membelah kerumunan. Dari jauh dia bisa melihat ambulan yang berusaha mengevakuasi korban kecelakaan, lebih tepatnya kecelakaan yang disebabkan oleh dirinya."Pak, orang di mobil itu masih hidup, kan?" tanya Cia panik."Belum tau, Mbak. Masih mau dibawa ke rumah sakit."Tanpa banyak bicara, Cia berlari mendekat dan menjelaskan apa yang terjadi secara singkat ke pada petugas. Akhirnya dia ikut ke rumah sakit untuk pemerikasaan lebih lanjut. Ternyata dia tidak sadarkan diri selama 10 menit. Beruntung dia sudah sadar saat ambulan datang.Namun bukan itu yang menjadi fokus Cia. Tangisnya kembali pecah saat melihat keadaan pengendara mobil yang mengenaskan. Seorang pria yang tubuhnya penuh dengan luka. Bahkan Cia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena darah yang seperti mengguyur tubuhnya.Tidak ada yang Cia inginkan selain keselamatan pria itu. Terdengar mustahil melihat bagaimana kondisi akhir mobil yang mengenaskan karena sangat hancur. Namun tidak ada salahnya berharap. Cia tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika pria itu pergi dari dunia ini karena kelalaiannya.***Bibir Cia terbuka lebar melihat total biaya rumah sakit yang harus ia tanggung. Lagi-lagi lututnya terasa lemas membuatnya jatuh terduduk dengan wajah pias. Kondisi pengendara mobil yang parah membuat operasi dadakan harus dilakukan. Demi keselamatan pasien, Cia yang akan bertanggung jawab. Lagi pula ini semua terjadi juga karena kebodohannya."Kalau bayar setengahnya dulu apa bisa?" tanya Cia hati-hati.Tidak ada pilihan lain yang harus Cia lakukan. Dengan perasaan antara rela dan tak rela, akhirnya dia mengeluarkan seluruh tabungannya. Tabungan hasil kerja kerasnya selama ini. Tabungan yang awalnya ia gunakan untuk liburan mewah. Impian yang ia inginkan sedari kecil tetapi belum terwujud hingga saat ini. Namun sepertinya impian itu harus kembali mundur atau lebih parahnya terkubur.Tidak masalah. Cia akan mencoba mengabaikan itu semua. Uang tidak lebih berharga dari nyawa manusia. Jika saja pria itu tidak menghindarinya, mungkin dirinya yang berada di ruang operasi saat ini. Memikirkan hal itu, lagi-lagi air mata Cia mengalir. Hanya butuh satu hari, tetapi mampu membuat banyak kejadian yang menyayat hati.Perlahan tangan Cia terkepal erat. Dia kembali mengingat Pak Bonang dengan tingkah kurang ajarnya. Rasa kesal dan dendam mulai ia rasakan."Lihat aja besok. Gue bakal aduin ke Pak Direktur langsung biar si Bonang Oneng itu dipecat!"Tekat Cia sudah bulat. Dia akan membalaskan semua dendam teman-temannya selama ini. Peduli setan jika Pak Bonang adalah manager tempat ia bekerja. Cia yakin jika atasan dari atasan mereka tidak akan tinggal diam mendengar hal mengerikan ini.Cia sudah bertekat akan menamatkan karir Pak Bonang, tanpa tahu jika karirnya juga akan tamat sebentar lagi.***TBCKehlani’s POVThe flash of Finn’s camera still burned behind my eyelids. Noah’s labored breathing filled the silence between us, each exhale a jagged reminder of what Finn was willing to destroy. Finn pocketed his phone, his smile a blade. “Alec’s going to love this. ‘Wife caught in secret rendezvous with ex-lover.’ The tabloids will feast.” “You’re pathetic,” I spat. The ropes bit deeper as I strained against them. “He’ll see through this. He’ll know it’s staged.” “Will he?” Finn crouched, gripping Noah’s hair and yanking his head back. Noah’s eyelids fluttered, a groan escaping his bloodied lips. “How *convenient* that you’re here, alone, with him. How… *intimate*.” “Let him go, Finn. This is between us.” “Us.” He released Noah and stood, circling my chair. “There *is* no ‘us’ until you admit the truth. You belong with *me*. Not with some corporate puppet who married you out of spite.” “Alec’s ten times the man you are.” Finn’s fist slammed into the wall beside my head
Kehlani’s POVThe warehouse door creaked as I pushed it open, the sound echoing through the hollow space. Dust swirled in the dim light filtering through broken windows. My pulse hammered in my throat as I stepped inside, my boots scuffing against the concrete. "Noah?" I called out, my voice bouncing off the walls. Silence. Then—a muffled groan. My breath hitched. I followed the sound, weaving between stacks of crates, my hands clenched into fists. And then I saw him. Noah. Tied to a chair, his head slumped forward, his dark hair matted with sweat and blood. His arms were bound behind him, his skin raw where the ropes bit in. *"Noah!"* I rushed forward, dropping to my knees in front of him. My fingers fumbled with the knots, but they were too tight. "Hey—hey, wake up. It's me. It's Kel." He didn’t stir. I pressed two fingers to his neck, relief flooding me when I felt the steady thrum of his pulse. He was alive. Just unconscious. Okay. Okay. Think. I stood, scann
Kehlani's POV“You should go back to bed,” Alec said, his voice low, yet laced with something more than concern—guilt, maybe.I stood frozen in the middle of the living room, phone still clutched tightly in my hand. My palms were damp with sweat. The words on the screen still echoed in my head: I’m watching you now.“I can’t,” I whispered, not trusting my voice to hold up if I said more.Alec moved closer. “I’ll keep tracking the number. I’ll stay up and work through the night.”I turned to look at him, studying his face. He looked so sure—like if he just clicked the right combination of keys, the answer would appear. But this wasn’t a math problem. It was a nightmare.“Alec…” I swallowed hard. “What if they hurt him again tonight?”“I won’t let that happen,” he replied firmly, placing a reassuring hand on my shoulder. “I promise you. But you need to rest, Kel. Just for a few hours. You’re running on fumes.”I hated that he was right.I hated that I had no choice.“I’ll try,” I murmur
Kehlani's POVI could barely think. It had been days since Noah went missing, and I felt like I was losing my mind. Sleep was a distant memory, replaced with endless worry and a growing pit of frustration in my stomach. Alec, on the other hand, was buried behind his desk, endlessly combing through files, calls, and whatever else he was doing to track Noah down. But nothing had changed. Noah was still gone.And I was still waiting.When Alec finally returned home that night, his face was lined with exhaustion. He loosened his tie as he walked in, but I didn’t care about how tired he looked. I cared about the fact that he was moving too slowly. That every second wasted was a second Noah spent in some unknown place, alone and afraid.“You’re late.” My voice was sharper than I intended, but I didn’t take it back.Alec sighed, rubbing his forehead before setting his briefcase down. “Kelhani, I told you, I’m doing everything I can.”“That’s the problem!” I snapped. “You keep saying that, bu
Kehlani’s POV The café was sleek and modern, a place filled with professionals chatting over espressos and influencers snapping photos of their lattes. It was exactly the kind of place Natalie would choose—trendy, expensive, and a reflection of the success she loved to flaunt.I spotted her instantly. Seated near the window, she was dressed in a cream-colored designer jumpsuit, her perfectly manicured fingers scrolling through her phone as if she hadn’t a care in the world. Meanwhile, my world was falling apart.I marched up to the table, my heels clicking against the tiled floor. Natalie barely looked up before a smirk tugged at her lips. “Well, well. Look who decided to show up. I was beginning to think you chickened out.”I pulled out the chair opposite her and sat down. “Where is he?”Her brows furrowed in mock confusion. “He? You’ll have to be more specific, Kehlani. I know a lot of ‘he’s.’”I clenched my fists under the table, willing myself to stay calm. “Noah. Did you take hi
Kehlani's POVThe weight of my phone pressed against my palm, my fingers hovering over the call button as my heart pounded in my chest. Every passing second felt like an eternity. Alec had left to search the surrounding areas, the police had already started their investigation, and I—I needed to do something.Taking a deep breath, I scrolled through my contacts and pressed on Natalie’s name. My thumb trembled as I brought the phone to my ear. It rang once. Twice. Three times.“Kehlani?” Natalie’s voice was sharp with surprise. “What’s wrong? It’s late.”I sucked in a breath. “Natalie, I—” My voice cracked. I cleared my throat and tried again. “It’s Noah. He’s missing.”Silence stretched on the other end before she finally spoke, her tone turning cold with urgency. “What do you mean missing?”I gripped the phone tighter. “He was taking a nap. When I went to check on him, he was gone. I searched the house, the backyard, the street—he’s just…gone.”“Oh my god.” There was a rustling soun



![MEETING MR ICE [ Volume one ]](https://acfs1.goodnovel.com/dist/src/assets/images/book/43949cad-default_cover.png)


Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.

Komen