Beranda / Thriller / THE DEAD WALK / Dunia tanpa hukum

Share

Dunia tanpa hukum

Penulis: Agung Nugraha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-08 19:58:04

Aldric, Lyra, dan Finn berjalan cepat melewati gang-gang sempit dengan napas memburu. Mereka berhasil keluar dari toko sebelum keadaan semakin buruk, tapi itu tidak berarti mereka sudah aman.

Jalanan di sekitar mereka sunyi, hanya ada bangunan kosong dan kendaraan yang ditinggalkan. Namun, keheningan itu justru lebih menakutkan daripada suara zombie.

"Ayo percepat langkah," kata Aldric.

Finn menyesuaikan tas di punggungnya. "Menurutmu, berapa lama tempat persembunyian kita bisa tetap aman?"

Aldric tidak langsung menjawab. Dia tahu bahwa tempat mereka sekarang bukan benteng yang tak bisa ditembus. Jika jumlah zombie terus bertambah, atau jika ada orang lain menemukannya, mereka harus pergi lagi.

"Kita bertahan selama mungkin," jawabnya singkat.

Saat mereka berbelok di sebuah tikungan, Lyra tiba-tiba mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk berhenti.

"Ada apa?" tanya Finn.

Lyra menunjuk ke depan. "Lihat itu."

Mereka bertiga menoleh.

Di ujung jalan, ada beberapa sosok manusia yang tampak berjaga di depan sebuah bangunan. Mereka membawa senjata api—hal yang jarang terlihat akhir-akhir ini.

Finn menelan ludah. "Orang lain?"

Aldric menyipitkan mata, mencoba mengenali mereka.

Dari pakaian mereka yang kotor dan ekspresi waspada, mereka jelas bukan warga sipil biasa.

"Kelompok penyintas," gumamnya.

Lyra menatap Aldric. "Kita harus putar balik?"

Aldric menggeleng. "Tidak. Kalau kita terlihat mencoba kabur, mereka mungkin akan mengejar kita."

Finn tampak panik. "Jadi, kita harus bicara dengan mereka?"

"Kita lihat dulu mereka tipe yang seperti apa," jawab Aldric, lalu mulai berjalan pelan ke arah mereka.

Saat mereka bertiga mendekat, salah satu pria yang berjaga mengangkat senapannya.

"Berhenti di situ!" suaranya berat dan tegas.

Aldric mengangkat tangannya dengan tenang. "Kami tidak mencari masalah."

Pria itu memperhatikan mereka dengan curiga. "Apa yang kalian lakukan di sini?"

"Kami hanya mencari tempat yang aman," kata Aldric. "Kami tidak ingin berkonflik."

Pria itu mengamati mereka beberapa saat, lalu menoleh ke temannya. Salah satu dari mereka, seorang wanita berambut pendek, mendekat sambil membawa pistol di pinggangnya.

"Kalian punya persediaan?" tanyanya.

Aldric langsung menyadari maksud pertanyaannya.

Orang-orang ini bukan hanya penyintas biasa.

Mereka adalah kelompok yang hidup dengan cara mengambil dari orang lain.

Finn tampak cemas. "Kita harus pergi," bisiknya pada Aldric.

Tapi sebelum mereka sempat melangkah mundur, wanita itu mencabut pistolnya.

"Aku sarankan kalian menyerahkan tas kalian," katanya dengan nada dingin. "Kalau tidak, aku jamin kalian tidak akan keluar dari jalan ini hidup-hidup."

Aldric mengepalkan tangan.

Dunia tanpa hukum ini memang tak memberi banyak pilihan.

Namun, dia tidak akan menyerahkan persediaan mereka begitu saja.

"Finn, Lyra," katanya pelan. "Bersiaplah."

Mereka bertiga tahu.

Hari ini, mereka harus bertarung bukan hanya melawan zombie.

Tapi juga melawan manusia.

Aldric menatap wanita berambut pendek itu tanpa berkedip. Jari wanita itu sudah berada di pelatuk pistolnya.

Finn menelan ludah. "Aldric, apa rencanamu?" bisiknya.

Aldric tidak menjawab. Dia hanya sedikit menundukkan badannya, bersiap untuk bergerak.

Lyra merapatkan genggaman pada pisau kecil di tangannya.

Di dunia tanpa hukum ini, bertarung dengan manusia bisa lebih berbahaya daripada menghadapi zombie.

"Hitungan ketiga," kata wanita itu, suaranya penuh ancaman. "Satu..."

Finn menggigit bibir.

"Dua..."

Aldric tiba-tiba bergerak.

Dalam sekejap, dia melemparkan belati kecil ke arah pria yang memegang senapan. Pisau itu menancap tepat di bahunya, membuatnya berteriak kesakitan dan senjatanya jatuh.

Wanita berambut pendek langsung mengarahkan pistolnya ke Aldric, tapi sebelum dia sempat menembak, Lyra melompat ke arahnya dan menebas tangannya dengan pisau.

"AARGH!" wanita itu menjerit, pistolnya jatuh ke tanah.

Finn, yang semula panik, akhirnya bertindak. Dia menendang pistol itu menjauh sebelum lawannya bisa mengambilnya kembali.

Sisa anggota kelompok itu terkejut melihat pemimpinnya jatuh. Beberapa dari mereka mundur, ragu-ragu apakah mereka harus menyerang balik atau kabur.

Aldric menarik pisau dari bahu pria yang tadi dia serang dan menodongkannya ke lehernya. "Aku tidak ingin membunuhmu," katanya dingin. "Tapi kalau kalian masih mencoba mengganggu kami, aku tidak akan ragu-ragu."

Pria itu berkeringat dingin, lalu mengangguk. "K-Kami hanya ingin persediaan! Kami tidak mau mati!"

Wanita berambut pendek merintih kesakitan sambil menekan lukanya. Dia melirik ke teman-temannya, lalu mendesis, "Lepaskan mereka..."

Aldric tetap menatap mereka tajam beberapa detik sebelum akhirnya melepaskan pria itu. "Jangan coba-coba bertemu kami lagi," katanya, lalu berbalik dan memberi isyarat pada Finn dan Lyra untuk pergi.

Mereka bertiga berjalan cepat, meninggalkan kelompok itu yang masih terdiam dalam ketakutan.

Begitu mereka sudah cukup jauh, Finn akhirnya menghela napas panjang. "Astaga... aku kira kita bakal mati."

"Kita masih hidup," jawab Aldric singkat.

Lyra melirik ke belakang, memastikan tidak ada yang mengikuti mereka. "Mereka pasti akan kembali mencari kita nanti."

Aldric mengangguk. "Ya. Itu sebabnya kita harus cepat meninggalkan tempat persembunyian kita sekarang."

Finn menatapnya dengan kaget. "Kita meninggalkan tempat itu?"

"Kalau mereka punya lebih banyak orang dan menemukan tempat kita, kita akan habis," kata Aldric. "Kita harus pergi malam ini."

Finn terlihat ragu, tapi dia tahu Aldric benar.

Dunia ini sudah berubah.

Bukan hanya zombie yang harus mereka takuti.

Tapi juga manusia yang kehilangan nurani.

Mereka harus terus bergerak.

Karena di dunia tanpa hukum ini… hanya yang terkuat yang bisa bertahan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • THE DEAD WALK   kelahiran para monster

    Asap tipis masih menggantung di udara ruang reaktor. Tubuh mutasi pertama yang mereka lumpuhkan tergeletak diam, dagingnya perlahan mencair karena ketidakstabilan genetik pasca chip-nya rusak. Tapi di atas, langkah-langkah berat dan geraman yang tak asing menggema—dan kali ini, jumlahnya lebih dari satu.Kaela menelan ludah, tangannya menggenggam erat senjata yang kini tak lebih dari besi tua tanpa amunisi. “Berapa banyak, Elio?” bisiknya.Elio, yang memeriksa panel yang telah mati, menjawab lirih, “Jika mereka berhasil menyempurnakan duplikasi sel mutasi… bisa sepuluh. Atau seratus.”Rio yang masih duduk bersandar dengan darah mengalir di pelipisnya mendesis pelan. “Kita nggak punya cukup peluru buat satu pun…”Dari tangga spiral, suara geraman semakin keras. Elio bergerak cepat menuju panel cadangan energi. “Aku bisa aktifkan kembali genset cadangan, tapi hanya cukup untuk satu percobaan… entah kita nyalakan lift darurat, atau—”“Bom reaktor?” Kaela memotong cepat.Elio menatapnya.

  • THE DEAD WALK   Neraka di Laboratorium

    Geraman itu semakin dekat. Lantainya bergetar pelan, seperti ada sesuatu yang sangat besar tengah melangkah mendekat.Kaela menoleh cepat ke Elio dan Rio. “Tutup pintunya! Cepat!”Rio melompat ke panel kontrol, mencari tombol pengunci otomatis. Tapi monitor sudah dibajak. Hanya satu pesan besar yang terpampang:**“WE ARE WATCHING.”**Elio memutar badan dan mengarahkan senapan ke arah lorong. “Ada sesuatu yang salah. Ini bukan gerombolan zombie biasa.”Kaela menggeret koper kecil dari bawah meja—tempat penyimpanan serum uji. Tangannya gemetar saat dia memindahkan file dari server ke USB cadangan. “Aku butuh satu menit lagi.”Lalu, suara itu datang. Bukan hanya geraman, tapi seperti suara nafas besar… dan langkah berat… lalu—cakar mencakar logam.ZRAKK!Pintu baja berderit, bengkok dari luar. “SIAL!” teriak Rio. “Dia lagi dobrak dari luar!”Tepat ketika Elio siap menembak, makhluk itu menerobos masuk—bukan zombie biasa. Lebih besar, lebih cepat, dan lebih pintar.“Mutasi…” Kaela berguma

  • THE DEAD WALK   Pertaruhan di Udara

    Helikopter hitam mengudara, rotor berputar cepat membelah langit malam. Lampu-lampu navigasi berkedip di bawah tubuh logamnya yang kokoh. Dari kejauhan, Kaela bisa melihat cahaya merahnya—suar penyelamat yang sudah ditunggu sejak hari pertama misi dimulai.“Dekatkan ke arah timur laut! Mereka ada di sana!” Suara pilot terdengar dari radio. Di dalam mobil, Kaela mendengar helikopter mendekat lewat suara getaran udara yang berat. Rio mempercepat laju kendaraan, menabrak ranting dan batu, tak peduli dengan guncangan.“Kita nggak bisa berhenti di titik terbuka. Terlalu berisiko,” kata Elio yang kini duduk di kursi belakang dengan senapan siap tembak.“Titik koordinat evakuasi ada di balik bukit itu!” teriak Kaela sambil menunjuk ke arah kiri.Rio menginjak pedal rem dan membanting setir, mobil hampir terguling, tapi ia berhasil mengendalikan. Mereka berbelok menuju lereng kecil yang mengarah ke padang rumput terbuka—tempat helikopter mulai menurunkan tali penyelamat.Namun, dari kejauhan

  • THE DEAD WALK   pelarian tengah malam

    Bunyi deru kendaraan berat semakin mendekat. Tak ada waktu untuk ragu. Kaela, Rio, Elio, dan yang lainnya mulai bergerak cepat, mengemas dokumen, menghapus jejak digital, dan menyiapkan kendaraan untuk kabur.“Rio, pastikan semua hard drive di server dimusnahkan. Jangan sampai satu bit pun jatuh ke tangan mereka,” perintah Kaela sambil meraih senapan dan headset komunikasinya.Rio sudah paham, tak perlu dijelaskan dua kali. Sementara Elio dan dua orang lainnya mulai mengalihkan perhatian dengan memasang jebakan-jebakan kecil di jalur masuk utama.Di luar, drone pengintai mulai berputar di atas markas. Sinar merahnya menyorot dari atas langit seperti mata tajam yang tak pernah tidur. Satu per satu suara-suara aneh mulai terdengar—bukan zombie, melainkan sepatu bot tentara menyusuri aspal dan tanah. Mereka sudah sangat dekat.Kaela menarik napas panjang. “Kita harus keluar lewat lorong timur. Terowongan lama yang Elio temuin kemarin.”Elio mengangguk. “Udah gue bersihin. Tapi sempit. Ki

  • THE DEAD WALK   Luka yang Belum Sembuh

    Markas musuh sudah dikuasai. Beberapa dari mereka menyerah, sisanya melarikan diri. Tapi bukan itu yang membuat Kaela duduk terpaku di sudut ruangan, memandangi tubuh lelaki yang baru saja ia tembak mati.Bukan karena ia menyesal—Kaela tahu pria itu pantas mati. Tapi kalimat terakhirnya seperti menusuk langsung ke masa lalunya.“Kau mirip ibumu…”Rio mendekat perlahan. “Kaela, lo nggak apa-apa?”Kaela menggeleng pelan. “Dia tahu ibuku, Rio. Dia bahkan tahu aku.”Rio duduk di sebelahnya. Tangannya menyentuh lengan Kaela dengan lembut. “Lo yakin itu bukan omong kosong terakhir sebelum mati?”Kaela menghela napas. “Nada suaranya beda. Bukan cuma ancaman. Kayak... dia tahu sesuatu yang selama ini aku nggak tahu.”Tiba-tiba Elio masuk tergesa-gesa. “Kael, lo harus lihat ini.”Mereka mengikuti Elio ke salah satu ruangan di dalam markas itu. Di dalamnya, penuh dengan dokumen, peta, dan foto-foto yang tertempel di papan. Ada juga satu folder yang membuat Kaela langsung mematung saat melihat l

  • THE DEAD WALK   Dendam yang Terbakar

    Malam itu, langit memerah karena api dari kendaraan musuh yang terbakar. Asap mengepul tinggi, seperti penanda bahwa pertempuran itu telah terjadi… dan seseorang telah tumbang. Tapi yang jatuh bukan hanya tubuh, melainkan juga ketenangan hati Kaela.Di pos medis darurat, Elio merawat luka-lukanya sendiri sambil melirik ke arah sudut tenda—di mana Kaela duduk diam, wajahnya tak berekspresi, bajunya masih bernoda darah Gavin.“Dia menyelamatkanku,” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar.Rio masuk dengan langkah berat. “Kami berhasil mengusir mereka. Tapi mereka akan kembali. Mereka tahu kita kuat sekarang... dan mereka tak suka kalah.”Kaela tak menjawab. Matanya tertuju pada tanah. Ia tak menangis. Tapi justru itulah yang menakutkan bagi mereka yang mengenalnya.“Gue... butuh waktu sendiri,” katanya singkat.Rio mengangguk, tahu tak ada gunanya memaksa. Ia menepuk bahu Elio lalu keluar.Kaela berdiri, berjalan ke luar tenda. Udara malam menusuk kulit, tapi pikirannya jauh lebih dingin.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status