"Silahkan baca dan tanda tangan di atas materai!" Perintah Gaby pada Gibran setelah dia memberikan selembar kertas yang bertuliskan "PERJANJIAN PERNIKAHAN GIBRAN DAN GABY".
Gibran membaca isi perjanjian itu dengan seksama. Di mana ada 10 hal yang tertulis di sana yang wajib dia patuhi selama satu tahun pernikahan palsu mereka berlangsung.
Dan pada perjanjian nomor 5, Gibran dibuat gagal paham dengan isinya, meski setelahnya dia mencoba untuk acuh dan tak perduli. Gibran adalah tipikal laki-laki dengan pemikirannya yang simpel dan realistis.
Dia tidak menyukai hal-hal yang rumit yang dapat membuatnya berpikir berat. Apapun masalah yang sedang dihadapinya, Gibran selalu berusaha untuk terlihat santai dan tenang. Baginya hidup itu bukan untuk disesali, tapi untuk dinikmati. Jadi, tetaplah tersenyum selagi kita masih diberi kesempatan untuk tersenyum.
"Kayaknya nggak ada satu pun dari perjanjian ini yang menguntungkan buat gue? Pinter banget lo! Mau menang sendiri!" ucap Gibran, setelah dia selesai membaca isi perjanjian itu.
Gaby tersenyum miring. "Yaiyalah, secara gue cewek dan lo cowok, jadi gue nggak mau memberi celah sedikit pun buat lo ngedeketin gue, apalagi sampai grepe-grepe gue! Najis tau nggak!"
Gibran tertawa kecut.
"Omongan lo Gab-gab, nggak ada manis-manisnya sih? Untung gue udah kenal sama lo dari kecil, jadi udah tahulah luar dalem dan semua sifat jelek lo! Gue udah kebal sama semua perkataan lo yang ceplas-ceplos dan bikin kuping panas! Lo pikir, gue ini sampah? Kotoran? Hah? Sampe lo segitu jijiknya sama gue? Penyakit gue nggak menular kali! Lagian kalau emang penyakit gue ini menular, lo udah kena dari dulu! Lo amnesia ya, dulu sering nyosor gue duluan minta di cipok? Jadi cewek nafsuan! Tapi munafik!" tutur Gibran jengkel. Ingin sekali dia menjitak kepala Gaby saat ini, supaya wanita dihadapannya itu bisa sedikit menghargai orang lain.
"Eh, kok lo jadi ceramahin gue sih?" potong Gaby tidak terima. Dia melotot marah kepada Gibran.
"Apa yang gue bilang fakta kok! Salah? Tersinggung? Marah? Silahkan. Lo pikir gue perduli!" Tatapan Gibran tampak remeh ke arah Gaby.
Gibran sungguh dibuat kecewa oleh Gaby. Dia tak menyangka Gaby bisa memperlakukan dia seolah-olah dirinya adalah sesuatu yang bahkan lebih hina dan lebih kotor dari apapun. Bahkan Gibran sudah tak merasakan lagi adanya getaran-getaran aneh yang dulu kerap dia rasakan setiap kali dirinya berdekatan dengan Gaby.
Gibran muak dengan sikap Gaby yang semakin hari semakin menyebalkan pasca wanita itu tahu akan kekurangan yang dimiliki oleh Gibran selama ini. Sejak saat itulah sikap Gaby berubah seratus delapan puluh derajat padanya. Dari baik, jadi tidak baik. Dari ramah jadi jutek. Dan dari asik jadi menyebalkan.
Gibran menyesal telah menyetujui perjodohan ini.
Gibran menyesal telah menyanggupi pernikahan ini.
Terlebih, Gibran menyesal pernah termakan rayuan busuk Gaby hingga dia sempat jatuh cinta pada wanita itu.
Tapi sekarang Gibran akan memastikan, bahwa mulai detik ini, keberadaan Gaby hanya seonggok manekin tak bernyawa yang akan dia anggap tak pernah ada. Enough!
"Gue mau tambahin dua perjanjian di bawahnya, supaya gue bisa tetap leluasa bergerak, seandainya apa yang terjadi nanti berubah jalur!" tegas Gibran dengan kalimatnya yang sinis, sesinis tatapan matanya.
Gaby tertawa remeh. "Berubah jalur? Lo pikir rel kereta, berubah jalur!" cibirnya menganggap lucu omongan Gibran.
"Hati seseorang itu nggak ada yang tahu, Gab, kalau seandainya lo yang justru berbalik suka sama gue gimana?" potong Gibran dengan senyuman miring tanda bahaya.
"Aduuuhhh, Gib... Lo itu seneng banget mimpi sih? Ya kali gue suka sama lo? Cowok lemah kayak lo? Ya nggak mungkinlah!" ucap Gaby dengan satu tangannya yang terayun didepan wajahnya. Dia tertawa begitu geli.
"Ya, walau gue tau dari luar body lo oke punya, tapi, apa lo kuat bermain double atau triple dalam satu waktu di atas ranjang? Nggak yakin gue! Paling juga baru pompa sekali lo langsung lemes! Terus lo cari-cari obat lo tuh, temen seumur hidup lo yang nggak boleh ketinggalan sedikit pun! Asal lo tahu ya, Gib, gue butuh laki-laki yang kuat yang bisa memuaskan gue kapanpun gue mau! Dan yang jelas laki-laki itu bukan lo!"
Miris.
Lagi dan lagi Gibran harus mendengar hinaan itu keluar dari mulut Gaby. Hingga setelahnya dia hanya bisa tersenyum hambar.
"Nggak usah menjudge gue yang nggak-nggak, kalo lo belum tahu gimana rasanya main sama gue! Kalo lo tahu, lo bakal ketagihan!" balas Gibran mencoba menghibur dirinya sendiri.
Perkataan Gaby tadi sungguh menyakiti perasaannya. Menginjak-injak harga dirinya sebagai seorang laki-laki sejati.
Lagi dan lagi Gaby dibuat terpingkal-pingkal oleh kalimat Gibran.
"Nggak usah terlalu berharap ya, Gib! Jangankan lo ajak main, lo sentuh aja gue nggak mau!"
Kali ini Gibran diam. Intensitas nyeri dihatinya jelas sudah tak tertahankan lagi. Ada baiknya dia segera pergi dari hadapan Gaby, sekarang!
Setelah Gibran selesai menulis dua perjanjian tambahan lalu menandatangani perjanjian itu, Gibran pun hengkang dari kamar pengantinnya bahkan tanpa dia mengucapkan sepatah katapun pada Gaby.
Sepeninggal Gibran, Gaby terpaku di tempatnya duduk menatap ke arah pintu namun Gibran sudah tak ada di sana.
Sebersit sesal hinggap di benak Gaby. Meski dia berhasil menepisnya dengan cepat.
Dan kini, tatapan Gaby beralih ke kertas HVS di atas meja. Dia mengambil kertas itu dan mulai membaca isi perjanjian tambahan hasil tulisan tangan Gibran di bagian terbawah.
11. Jika pihak pertama melanggar isi perjanjian yang telah dia tulis, maka pihak ke dua berhak menggugat cerai pihak pertama kapanpun dia mau dan pihak pertama harus menyetujui hal tersebut tanpa embel-embel lain di belakang.
12. Bersedia di madu. Ikhlas menerima, no complaint.
Gaby terperangah tak percaya saat dia membaca isi perjanjian terakhir.
Emosinya kembali naik ke permukaan detik itu juga.
Gibran, sialan! Makinya dalam hati.
***
Buat yang suka sama cerita ini jangan lupa vote dan berikan komentar kalian di kolom ulasan yya...
Terima kasih...
Seorang laki-laki bertubuh jangkung berkulit putih terlihat menghampiri Gibran di dalam mobil.Gibran yang sudah menunggu kedatangan Edward sejak setengah jam yang lalu di pelataran parkir sebuah apartemen mewah di daerah Jakarta selatan.Edward adalah asisten kepercayaan Gibran yang selama ini membantunya di perusahaan sang Papah. Mereka sudah lama bekerja sama tapi kedekatan mereka hanya tetap sebatas atasan dengan bawahan saja.Sikap Gibran yang terlalu cuek dan lebih banyak diam seringkali membuat Edward malas mengajaknya bicara jika mereka sedang terlibat dalam urusan pekerjaan di waktu yang bersamaan. Padahal, Edward tahu kalau Gibran itu sangat membutuhkan teman untuk berbagi cerita mengenai masalah kehidupannya selama ini, terutama masalah wanita. Edward tahu, Gibran adalah seorang bucin yang seringkali tersakiti hatinya oleh wanita. Meski, wajah sangar dan tatapan dingin Gibran sela
"SIALAN!!!" Gibran menggebrak dashboard mobilnya.Gibran benar-benar marah saat wanita bernama Mirella itu memintanya untuk pergi.Tapi bukan Gibran namanya jika dia langsung menyerah begitu saja.Gibran sempat melakukan negosiasi dengan ke dua preman penjaga pintu itu dan mengiming-imingi mereka uang, tapi hasilnya nihil. Preman-preman sialan itu tak tertarik pada uang Gibran. Hingga akhirnya Gibran pun terpaksa mundur teratur dan memilih cara yang lebih ekstreem yaitu dengan menerobos paksa untuk memasuki apartemen Ella, meski setelahnya dia justru harus mendapat hantaman bogem mentah di wajah dan bagian dadanya oleh para preman itu.Sesampainya di mobil Gibran langsung meminum obatnya sebab dadanya yang terkena pukulan mulai terasa nyeri.Malam itu saking frustasi setelah lama berpikir untuk mencari cara supaya dirinya bisa bertatap muka langsung dengan Mirella
Sudah menjadi hal biasa bagi seorang Gaby di kala dirinya selalu menjadi pusat perhatian di tempat umum.Tubuhnya yang langsing, tinggi semampai, berkaki jenjang dengan kulit seputih salju.Rambut indah panjang bergelombang yang seringkali dia biarkan tergerai bebas, terayun-ayun angin dan menebarkan aroma semerbak wewangian bunga. Rambut yang seringkali bergonta-ganti warna mengikuti alur mode kekinian itu terawat dan selalu terpoles hair mist merk ternama. Membuatnya selalu tampak segar dan glowing.Sampai pada titik utama dari apa yang dimiliki seorang Gabriella alias Gaby, yakni wajahnya yang cantik jelita.Wanita berumur 25 tahun itu memiliki bentuk wajah Diamond dengan dagu lancip dan tulang pipi yang tinggi. Bibirnya yang tebal sexy menggoda, indah dipandang mata, hidung mancung, di tambah lagi dengan bentuk bola matanya yang bulat dan besar terhias bulu mata palsu yang lentik.Jika
Akhirnya, liburan yang dinanti-nantikan Gaby pun terwujud.Meski tidak sesuai rencana.Tapi sepertinya, Seoul cukup menawarkan destinasi liburan menarik dengan pemandangan kotanya yang eksotik.Sesampainya Gaby di Bandara Internasional Incheon, Gaby dijemput oleh kendaraan pribadi yang merupakan falisitas dari hotel yang sudah dia booking.Yakni hotel elit berbintang lima di pusat kota Seoul.Terletak di kawasan pusat Seoul, The Shilla Seoul dinominasikan sebagai Hotel bintang 5 Forbes tahun 2019. Hotel ini memiliki 6 pilihan tempat makan dan spa berlayanan lengkap. Hotel ini menawarkan antar-jemput gratis ke Toko Shilla Duty Free dan Stasiun Universitas Dongguk.Semua kamar menampilkan dekorasi dengan warna-warna hangat serta menyediakan AC dan pemanas ruangan. Setiap kamar memiliki TV, brankas, fasilitas membuat teh atau kopi dan minibar.
Setelah puas beristirahat di kamar hotel, Gaby bangun ketika hari menjelang siang.Dia tak menemukan keberadaan Gibran di dalam kamar hotel. Selimut yang dipakai lelaki itu untuk tidur masih tergeletak rapi di atas sofa.Ya, Gaby yang menyuruh Gibran untuk tidur di sofa karena Gaby tidak mau tidur satu ranjang dengan Gibran.Gaby meraih ponselnya di ranjang dan mendapati satu pesan masuk dari Gibran.GibranGue keluar sebentar, nggak usah nyariin!Gaby berdecih jengkel.Siapa juga yang mau nyariin lo! Kepedean banget!Gumamnya dalam hati.Dia melempar asal ponselnya tanpa berniat membalas pesan Gibran.Gaby bangkit dari tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi.Dia hendak mandi.Rencananya, Gab
Seorang lelaki turun dari mobil sambil memapah seorang wanita mabuk.Susah payah dia membawa wanita itu kembali ke kamar hotelnya setelah mereka cukup bersenang-senang sepanjang hari ini."Kita mau kemana sih? Gue ngantuk... Gue haus..." gumam si wanita dalam keadaannya yang setengah sadar."Ya, sesampainya di kamar kamu bisa langsung tidur, oke?" ucap si lelaki.Si lelaki memasuki lift menuju lantai 10 hotel tempat dia menyewa kamar.Sekelebat bayangan adegan panas yang sempat terjadi antara dirinya dengan si wanita di mobil tadi membuatnya kembali dilanda gairah. Dia benar-benar harus menuntaskan semuanya dengan wanita di pelukannya itu malam ini.Tak cukup baginya hanya sekedar cumbuan bibir biasa. Dia menginginkan lebih.Pintu lift terbuka di lantai 10, si pria hendak melangkah keluar, tapi seorang pria lain yang berdiri di balik lift hendak memasuki l
Freed Cafe & Bar, itulah nama Kafe yang kini didatangi oleh Gibran. Salah satu Kafe elit ternama di kawasan Jakarta.Edward bilang, Kafe ini milik Freddy.Sesampainya di sana, Gibran mendapati keadaan Kafe sore itu cukup ramai.Dia sudah berjalan berkeliling tapi tak ditemukannya sosok yang dia cari.Sampai akhirnya, sebuah tepuk tangan riuh pengunjung kafe mengalihkan perhatian Gibran saat berpuluh-puluh pasang mata di sana menatap terkesima pada seorang wanita yang baru saja keluar dari backstage dan kini dia berdiri anggun di atas panggung kecil di ujung kafe dengan pakaiannya yang bisa dibilang, sangat sexy.Dan wanita itulah yang sedari tadi Gibran cari-cari.Dia Mirella.
Seorang anak perempuan berumur delapan tahun sedang menangis terisak di pinggir jalan tepat di depan sebuah rumah kontrakan sederhana di seberang jalan rumahnya di kawasan Cicadas, Bandung.Dia terus memegangi lehernya yang terasa begitu sakit dan perih akibat sundutan puntung rokok yang di tekan begitu kuat di kulitnya hingga kulit itu mengalami luka bakar yang cukup serius.Dia terus menerus menatap ke arah rumah kontrakan di depannya. Berharap penghuni rumah itu keluar dan memberinya pertolongan seperti biasa. Sebab hanya mereka yang bersedia menolongnya dibanding dengan tetangga-tetangganya yang lain. Mungkin mereka bukannya tidak perduli, tapi mereka hanya tak ingin terlibat masalah dengan ke dua orang tua bocah perempuan itu, terlebih dengan ayahnya."Mimi?" panggil suara seorang bocah laki-