Share

5. NOT THE FIRST NIGHT

Ceklek.

Gibran membuka pintu kamar pengantinnya bersama Gaby di salah satu kamar VIP sebuah hotel berbintang lima.

Sebuah pemandangan menakjubkan terpampang jelas dihadapan mereka.

Kedua bola mata Gibran sontak melebar melihat kondisi kamar pengantin yang telah didekor sedemikian rupa. Di mana begitu banyak kelopak bunga mawar berwarna putih dan merah berserakan di sepanjang lantai kamar. Balon-balon berbentuk hati yang bergelantungan bebas di udara. Menempel pada setiap sudut ruangan. Lilin-lilin kecil yang terkunci rapat di dalam sebuah lampion yang ditebar acak di segala penjuru ruangan serta ranjang tempat tidur yang juga dihiasi bunga-bunga mawar, tumpukan kado, serta beberapa foto-foto pra wedding mereka berdua yang dipajang di atas sandaran ranjang tempat tidur.

Ditambah keadaan lampu dan pencahayaan yang redup temaram, membuat kondisi kamar terkesan sangat romantis.

Tanpa sadar, sudut bibir Gibran tertarik ke atas. Semua hal ini bahkan terlihat lucu baginya. Tak sama sekali istimewa. Percuma!

"Eh, bantuin gue jalan dong! Kok ditinggal sih?" panggil Gaby saat dilihatnya Gibran berjalan dengan santainya ke dalam kamar tanpa memperdulikan dirinya yang kesusahan.

Bergerak menggunakan high heels yang begitu tinggi serta gaun pengantin yang berat dan panjang, membuat Gaby begitu kewalahan untuk melangkah. Jelas dia membutuhkan pertolongan.

"Nggak peka banget sih lo jadi cowok!" makinya lagi, bahkan saat Gibran sudah menuntun dirinya.

Gibran mencibir.

Seandainya dia tak memiliki hati nurani, ingin rasanya dia berpura-pura untuk tidak mendengar teriakan Gaby tadi.

"Gue mau mandi duluan! Bantuin lepasin gaun pengantin gue! Cepet! Gatel nih!" perintah Gaby lagi seolah-olah Gibran adalah babunya. Wanita cantik itu berdiri memunggungi Gibran yang baru saja melepas jas dan dasi kupu-kupunya.

"Serius nih, lo mau gue telanjangin?" tanya Gibran penuh antusias. Sekedar meledek Gaby yang seenak jidat memberikan perintah ini-itu pada Gibran sejak tadi. Bahkan disepanjang acara resepsi pernikahan mereka, Gaby terus saja merengek pada Gibran meminta tolong ini-itu dengan wajah sok polosnya. Gaby benar-benar artu akting. Dia sangat pintar mengelabui orang lain dengan sikap sok manjanya pada Gibran dihadapan orang banyak yang seolah-olah memberi kesan bahwa hubungan mereka sangat-sangat romantis dan patut membuat banyak hati iri.

Gaby terdiam sesaat. Bulu kuduknya meremang saat jari jemari Gibran terasa merayap dibalik punggungnya.

Gawat, sepertinya dia sudah salah bicara!

"Eh! Ja-jangan! Biar gue aja yang buka sendiri di kamar mandi!" larang Gaby setelahnya, dia berubah pikiran. Sadar dari kekeliruannya yang justru telah memancing hal-hal yang seharusnya dia hindari.

"Nanggung kali! Sekalian aja sih!"

Sreeett!

Gibran yang jahil malah menarik retsleting itu secara paksa hingga ke bawah dan menampakkan punggung mulus Gaby dengan sempurna dihadapannya.

"Eh, Lo gila ya?" bentak Gaby panik saat Gibran benar-benar menarik habis retsleting gaun pengantinnya hingga gaun itu kini hampir melorot seandainya Gaby tidak sigap menahan dengan ke dua tangannya. Sebab gaun yang Gaby kenakan saat itu bermodel kemben. Bisa gaswat jadinya kalau gaun ini benar-benar melorot di depan Gibran! Pekik Gaby dalam hati.

Gibran tertawa geli dibalik punggung Gaby. Dia senang sekali menggoda Gaby dan mendapati wanita itu sewot sendirian sambil memasuki kamar mandi.

Sambil menunggu Gaby mandi, Gibran kembali melepas pakaiannya satu persatu. Hingga menyisakan sepotong celana boxer hitam yang melekat ditubuhnya atletisnya.

Dia berjalan ke arah kamar mandi.

Tok! Tok! Tok!

"Jangan lama-lama mandinya, gue juga pengen mandi!" teriak Gibran sambil mengetuk pintu kamar mandi.

"Bawel deh! Baru juga gue berendem!" sahut suara dari dalam sana yang terdengar kesal.

"Bath tubnya gede nggak?" tanya Gibran lagi.

"Liat aja sendiri nanti," sahut Gaby semakin sewot.

"Ya, kali gitu muat buat berdua!" Gibran kembali tertawa. Pasti mukanya Gaby sekarang udah kayak kepiting rebus. Pikirnya membatin.

"Enak aja lo ngomong! Mimpi lo mandi berdua sama gue!" sahut Gaby lagi masih dengan nada super judes.

Gibran kembali mencibir hingga bibir bawahnya maju ke depan.

"Yaelahhhh... Udah tau kali gue punya lo! Sama aja kok kayak punya cewek-cewek laen! Nothing special!"

"Lo ngomong sekali lagi, gue jahit mulut lo ya, Gibran!" ancam Gaby dengan emosinya yang semakin memuncak.

Gibran tertawa lebar tapi dengan suaranya yang sengaja dia pelankan.

"Malem ini, gue mau pergi. Lo tidur sendiri di sini nggak apa-apakan?" tanya Gibran menyampaikan maksudnya. Dia hanya mencoba untuk menghindar. Gibran takut dirinya tak bisa menguasai diri malam ini, jadi ada baiknya jika dia tidur di tempat lain.

"Pergi kemana?" tanya Gaby masih di dalam kamar mandi. Perasaannya tiba-tiba merana. Ya kali, malam pertama gue di suruh tidur sendirian? Pikirnya membatin.

"Kenapa tanya? Emang penting lo tau gue pergi kemana?"

Gaby mencebik. Gibran resek banget sih!

"Nggak juga sih! Terserah lo aja! Tapi lo harus tanda tanganin perjanjian pernikahan kita yang udah gue buat, baru lo bisa pergi,"

"Oke," jawab Gibran apa adanya. Dia berjalan dan duduk di sisi ranjang tempat tidur.

Dia membuka layar ponselnya. Dan mendapati satu pesan masuk dari orang yang dia tunggu-tunggu seharian ini.

Pesan masuk

Edward

Bos, gue udah dapet info tentang cewek yang lo sebut Mimi itu, Bos.

Bisa ketemu kapan?

Gibran pun membalasnya dengan cepat.

Pesan dikirim

Gibran

Malam ini, di tempat biasa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status