Setelah mengganti pakaian dan merapikan penampilannya di salah satu pom bensin yang dia lewati dalam perjalanan kembali menuju rumah sakit, Gibran tidak bisa fokus menyetir.
Tangan lelaki itu terus gemetaran.
Pikirannya bercabang dan penuh.
Tatapannya berkabut akibat air mata yang membendung di kelopak matanya.
Bayangan terakhir saat dirinya berhasil melenyapkan nyawa seseorang kian membuatnya frustasi. Di satu sisi dia merasa bersalah, namun di sisi lain dia juga tak akan membiarkan Mirella terus menerus mengganggu ketentraman hidup rumah tangganya bersama Gaby.
Lantas, apakah yang dilakukannya ini benar?
Apakah ini adil untuk Mirella?
Apakah ini adil untuk Gaby?
Mungkinkah dirinya mampu melewati hari-harinya di depan setelah apa yang dia lakukan malam tadi di atas bukit itu?
Setelah dirinya membunuh Mirella...
Tiga Tahun Kemudian...Hari ini, Gibran dan Edward baru saja mengadakan rapat penting dengan klien asal luar negeri. Rapat ditutup setelah keduanya sepakat untuk menjalin hubungan kerjasama dalam kurun waktu lima tahun ke depan.Gibran baru saja keluar dari ruangan rapat hendak memasuki ruang kerjanya ketika seseorang tiba-tiba menghadang langkahnya di kantor."Pak, ini nama-nama model yang masuk daftar kriteria untuk iklan produk terbaru kita, salah satu di antara mereka adalah model asal luar negeri,"Gibran menerima berkas itu dari sekretarisnya dan masuk ke dalam ruangannya setelah mengucapkan terima kasih.Dia melempar berkas di tangannya ke atas meja kerjanya, mengendurkan dasi yang terasa mencekik lehernya dan menjatuhkan tubuh di sofa panjang yang terletak di pojok ruangan. Lelaki itu tampak memejamkan mata."Jiah
Sebuah mobil sport hitam tampak melaju kencang, meliuk-liuk di sepanjang jalanan ibukota yang ramai lancar.Gibran mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan penuh ketika dia meyakini bahwa suara yang didengarnya di telepon tadi adalah suara Gaby, mantan istrinya.Itu artinya, model cantik bernama Gabriella itu kemungkinan adalah Gaby.Detik itu juga Gibran langsung meminta Edward untuk menggantikannya pergi keluar kota. Hal itu jelas membuat Edwar mencak-mencak.Sesampainya di kantor, Gibran melangkah panjang menuju ruangannya, lelaki itu tertegun sesaat ketika sepasang netranya kini beradu dengan sepasang netra boneka milik seorang wanita cantik yang sangat-sangat cantik di dalam ruangan itu.Wanita itu mengenakan pakaian sopan berupa dress hitam sebatas lutut yang dipadupadankan dengan blazzer merah menyala."Mamah, mana Papah? Katanya kita mau ketemu Papah?" Tanya seor
"Indah banget ya, Gib," ujar Gaby dengan tangannya yang terus dia lipat dan semakin rapat mendekap tubuhnya sendiri. Matanya tertuju pada charles bridge, deretan jembatan romantis yang sangat terkenal di Praha.Saat itu mereka sedang berada di balkon kamar hotel mereka sambil menikmati waktu senja berakhir.Langit yang tampak gelap temaram menjadi latar prague castle dan Sungai Vlatava yang tampak seperti lukisan di dalam dongeng. Keindahan yang menghipnotis banyak pasang mata yang tampak puas memanjakan mata mereka. Charles Bridge memang indah dan layak dikunjungi saat sepi atau ramai terlebih lagi di malam hari. Pasti akan sangat romantis dan menyenangkan. Pikir Gaby membatin.Romantisme perjalanan honeymoonnya kali bersama Gibran pasca mereka kembali resmi menjadi sepasang suami istri terasa begitu berbeda dengan apa yang mereka alami saat honeymoon di Seoul waktu itu.Gaby dan Gibran puas berkeliling Eropa menikmati hari-hari bulan madu mereka yang ma
Hari ini adalah hari ulang tahun Jasmine yang ke enam.Dan seperti janjinya pada Jasmine sebelumnya, bahwa Gaby akan memberikan Jasmine seorang adik laki-laki.Itulah sebabnya, usai acara perayaan ulang tahun Jasmine yang diadakan dikediaman pribadi Gibran dan Gaby di Jakarta, malam harinya keluarga kecil nan berbahagia itu berangkat menuju sebuah panti asuhan yang lokasinya berada di pusat kota.Sebuah panti asuhan yang memang cukup terkenal bernama Panti Asuhan Pelangi. Anak-anak yatim piatu di panti asuhan pelangi yang tidak beruntung karena tak mendapatkan kesempatan di adopsi oleh sebuah keluarga akan dibina dan dididik hingga anak tersebut memiliki keahlian dan mampu hidup serba mandiri. Nanti, jika mereka sudah besar, pihak panti akan membebaskan mereka untuk menentukan pilihan hidup mereka masing-masing.Total anak yatim piatu ples anak jalanan yang berada di bawah naungan panti asuhan pelangi menc
"Lo apa-apaan sih?" teriak Mirella berusaha melepaskan diri tapi Gibran tak memberinya akses untuk pergi."Jawab dulu pertanyaan gue, lo Mimikan?""Lo belum nyerah juga ya? Kenapa sih lo keras kepala banget?" ucap Mirella dengan wajah cemas, resah, gelisah, takut, dan gugup. Semua bercampur menjadi satu dalam benak wanita itu."Gue nggak akan pergi sebelum lo jawab pertanyaan gue. Lo Mimi kan?" tanya Gibran lagi dengan tatapan lurus dan tajam. Dada lelaki itu naik turun. Sekuat tenaga menahan diri untuk tidak lepas kendali akibat keintiman mereka saat ini."Harus berapa kali lagi gue bilang, gue bukan Mimi! Gue bukan cewek yang lo cari!" desis Mirella sambil melotot. Sesekali dia melirik ke arah CCTV itu. Mirella yakin Freddy akan menghukumnya setelah ini.
Masa sebelum prolog... Sebuah lamborghini hitam baru saja terparkir di depan kafe di daerah kemang, Jakarta. Seorang laki-laki berperawakan tinggi dengan postur tubuh yang bisa dibilang sangat ideal terlihat keluar dari dalam mobil mewah itu. Dia berjalan dengan gaya khasnya, santai, terkesan cuek tapi terlihat begitu mempesona. Satu hal yang kerap membuat begitu banyak pasang mata menatapnya terkesima, karena laki-laki itu memiliki tatapan mata tajam yang mampu melumpuhkan hati siapapun kaum hawa yang berani menatapnya balik. Termasuk, hati seorang Gabriella Aulia Fahrani.  
Seorang gadis tampak berlari tunggang langgang menuju sebuah rumah besar di tengah hutan.Pakaiannya sudah penuh lumpur dan compang-camping.Bahkan darah segar menetes dari beberapa bagian tubuhnya yang terluka akibat ulah keji seseorang.Gadis itu berlari meminta pertolongan pada si penghuni rumah yang dia datangi. Sayangnya, rumah itu sepi seperti tak berpenghuni."Apakah ada orang yang bisa menolongku? Tolong aku... Ada orang yang ingin membunuhku!" Teriak gadis itu sembari menangis."Tolong... Tolong aku..."
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba.Di mana Gibran dan Gaby melangsungkan pernikahan mereka.Hari yang seharusnya menjadi sebuah hari sakral dan paling membahagiakan bagi semua orang. Terlebih bagi sepasang mempelai, kini justru menjadi hari terburuk bagi seorang Gaby Aulia Fahrani.Gaby yang masih tidak percaya jika kenyataannya mempermainkan hidupnya dengan sangat kejam. Bahkan di saat Gaby yang awalnya sudah memiliki angan-angan indah akan kebersamaan dan kebahagiaan yang akan dia rasakan dalam membina biduk rumah tangganya bersama Gibran kini justru berbanding terbalik menjadi kubangan neraka yang bisa saja menelan Gaby masuk kapan saja. Gaby benar-benar harus waspada dan tidak boleh lengah sedikitpun apalagi menyerah pada hatinya.