Share

Chapter 5

Author: Amelia Siauw
last update Last Updated: 2021-01-18 17:28:46

     Bagaimanapun juga, Tuan Li bertekad untuk membuat Yu Shi mencapai keberhasilan secepat mungkin. Ia menyusun jadwal sangat ketat di mana Yu Shi boleh dibilang nyaris tidak memiliki waktu istirahat kecuali saat makan, mandi dan tidur - tidur pun hanya kurang lebih lima jam sehari. Tuan Li menginginkan Yu Shi mempelajari sebanyak mungkin pengetahuan, mulai dari ilmu politik dan ketatanegaraan, manajemen dan administrasi pemerintahan, strategi perang, bahkan juga mencakup seni, kesusasteraan serta budaya. Yu Shi sendiri tidak mengeluh. Ia telah terbiasa hidup dalam kesengsaraan perbudakan, jadi jadwal ketat ini bukan apa-apa baginya. Bahkan Yu Shi meminta Tuan Li mengajarinya ilmu beladiri.

    "Saya ingin menjadi sempurna, Guru. Karena saya berasal dari kasta rendah, dan orang tidak akan memandang kasta rendah kecuali mereka memiliki sesuatu yang lebih dan bernilai."

    Tuan Li memandang paras Yu Shi yang pucat dan tubuhnya yang kurus kering. "Tapi kulihat kau sudah sangat kelelahan..."

    Yu Shi berseru penuh tekad, "Tidak apa-apa, Guru! Saya yakin saya akan bisa melakukannya!..."

    Tapi Tuan Li dengan tegas menggelengkan kepalanya. "Tidak! Segala sesuatu ada jalannya dan batasannya sendiri. Bila kau gegabah seperti itu, jangankan untuk meraih cita-cita kita, bertahan hidup pun kau tak akan mampu karena sudah mati kelelahan."

    Yu Shi terdiam - ucapan Tuan Li memang benar. Ia pun bertekad untuk menguasai seluruh pelajaran yang dijadwalkan Tuan Li secepat mungkin agar ia mampu mempelajari beladiri yang ia inginkan itu.

    Namun entah mengapa, pelajaran yang harus dikuasai Yu Shi seakan tiada habis-habis. Sebulan, dua bulan, tiga bulan... Setengah tahun sudah waktu berlalu, tetapi Tuan Li tetap belum mengatakan Yu Shi telah mencapai tahap yang boleh dikatakan memuaskan. Ilmu baru selalu ada sementara Yu Shi tidak boleh melupakan ilmu yang dulu telah dipelajari. Dan tubuh Yu Shi semakin kurus dari waktu ke waktu.

    Nyonya Li sangat khawatir dengan kondisi tubuh Yu Shi. "Lihat, dia semakin kurus saja. Kau jangan memaksanya belajar terlalu keras," ia menegur suaminya.

    Tuan Li menarik nafas panjang. "Tetapi memang harus seperti itu jalan yang mesti ia tempuh. Tidak ada pencapaian besar tanpa perjuangan yang besar pula."

    "Dan bagaimana kalau dia tidak kuat menanggung semua itu? Dia akan mati karena kelelahan atau sakit! Tidak perlu lah merebut kembali takhta kekaisaran, bertahan hidup sebagai rakyat biasa pun sudah cukup baik baginya."

    "Kau tak usah khawatir," ujar Tuan Li, penuh kesungguhan. "Yu Shi pasti bisa melalui segala kesukaran ini. Ia seorang anak yang kuat, tegar, dan pandai, persis seperti kakeknya. Ia pasti akan mampu mengembalikan kejayaan Han Yang Agung seperti sedia kala."

      Terdengar pintu berkeriut membuka. Yu Shi muncul di baliknya, wajahnya nampak sangat pucat dan lelah. Tuan Li menatapnya.

    "Ini terlalu lama. Seharusnya tugas ini sudah selesai dari setengah jam yang lalu," tegurnya tajam.

    Yu Shi membungkuk rendah, sembari menjawab dengan nada penuh penyesalan. "Maafkan saya, Guru, namun tugas kali ini jauh lebih sulit..."

    "Kau tahu, apa yang harus kau lakukan bila kau terlambat seperti ini?"

    Masih dalam keadaan membungkuk, Yu Shi menjawab, "Saya mengerti."

    Nyonya Li terbelalak, "Tidak! Yu Shi... jangan dengarkan dia! Dia tidak sungguh-sungguh mau melakukannya!"

    "Tidak ada perjanjian yang tidak bersungguh-sungguh," Tuan Li berujar tajam, sembari memperhatikan Yu Shi yang kini mengambil setumpuk besar kertas dan membawanya ke dalam kamar. Isi perjanjian di antara mereka berdua ialah: Bila Yu Shi terlambat menyelesaikan tugasnya, ia harus menyalin salah satu bab pilihan dalam Kitab Konfusius ataupun Kitab Strategi Sun Tzu sebanyak 1000 kali. Selama ini Yu Shi telah seringkali terlambat menyelesaikan tugasnya - karena waktu yang ditentukan Tuan Li memang terlalu pendek, dan sekarang ia masih punya utang menyalin sebanyak 7000 lembar ditambah hukuman hari ini. Dengan gontai, Yu Shi beranjak ke kamarnya dan nyaris menutup pintu.

    "Tunggu sebentar!" Tiba-tiba Tuan Li memanggil. "Tugasmu masih belum selesai."

    Yu Shi menoleh. "Masih ada tugas lagi, Guru?" Ia memanglingkan wajah ke arah jendela yang menampakkan matahari sore yang bersiap tenggelam.

    Tuan Li mengangguk. "Ya. Karena kita hanya bisa menemui mereka setelah hari berubah gelap."

    Pernyataan Tuan Li ini segera memancing keingintahuan Yu Shi juga Nyonya Li. Tetapi Tuan Li memilih untuk bungkam untuk sementara waktu. Pria tua itu hanya menggerakkan jarinya sebagai tanda agar Yu Shi mengikutinya, yang kini melangkah keluar dari rumah dan berjalan menuju ke dalam hutan lebat yang memang terletak tak jauh dari rumah mereka. Dalam hati, Yu Shi merinding juga. Hutan tersebut sangat terkenal di daerah mereka karena keangkerannya. Para penduduk hanya berani melintasinya pada siang hari, dan mereka banyak membuat cerita serta mitos mengerikan tentang hutan tersebut saat malam hari. Yu Shi melemparkan pandangan ke arah sekelilingnya, kemudian kembali memandangi gurunya yang berjalan di depannya. Iapun berpikir, apa jangan-jangan sang guru mau menguji nyalinya dengan memasang perangkap di hutan ini, yang akan menyerangnya di saat-saat tak terduga?...

    Langkah Tuan Li berhenti tanpa peringatan. Ia berbisik, "Kita sudah sampai."

    "A..." Masih tercegang dengan pernyataan mendadak Tuan Li, Yu Shi kembali mendapat kejutan lain. Secercah sinar terang menyorot tepat ke bola matanya, disusul dengan rekahnya sinar-sinar lain yang membuat seluruh hutan menjadi terang benderang. Dan saat melihat sosok-sosok yang muncul dari balik terangnya cahaya, bola mata Yu Shi sontak membelalak sangat lebar.

    Yang pasti, mereka bukanlah orang negara Liang. Mereka semua adalah orang-orang dari bangsa lain - negara lain. Tse-Kuan, Chang, Pheu-Kam, Sutta, Tukhestan, Yeong-Shan, Kishov, bahkan juga dari Qi yang misterius serta Khanate yang tengah dimusuhi Liang. Yu Shi memang telah mengetahui sedikit banyak corak budaya mereka dari pengetahuan yang ia dapatkan dari membaca, namun tetap saja pertemuan dengan orang-orang ini secara langsung memberikannya kesan tersendiri.

    "Karena itulah, aku tak dapat mempertemukan mereka denganmu pada siang hari. Terlalu riskan, apalagi Liang menyatakan permusuhan terbuka terhadap Khanate," jelas Tuan Li. Ia menatap Yu Shi yang masih tengah dilanda keterkejutan dan kebingungan. "Mereka adalah sahabat-sahabat karibku dari seluruh penjuru dunia, dan mereka bersedia membimbingmu dalam hal mengenali budaya dan bagaimana caranya berpolitik dengan kaum mereka."

    Yu Shi membalas dengan suara agak tercekat. "Ini... luar biasa sekali, Guru..."

    Tuan Li tersenyum. Ia mengangguk pada salah satu dari orang-orang asing itu, yang merupakan orang Tukhestan.

    "Ini adalah mantan Menteri Luar Negeri Tukhestan, Klumike Zhao." Tuan Li mengenalkan, sementara Tuan Klumike Zhao memberi hormat, ala Tukhestan. Karena sudah mengerti benar seluk-beluk budaya Tukhestan, Yu Shi mampu membalas menghaturkan hormat sesuai dengan budaya mereka. Tuan Li tersenyum. Ia pun mengangguk pada si orang kedua, yang merupakan seorang wanita paruh baya berwajah tegas.

    "Mantan Menteri Luar Negeri Yeong-Shan, Nyonya Jang Yu-jin."

    Nyonya Jang melangkah maju, kemudian membungkuk lebih rendah dari yang biasa orang Han lakukan. Melihat kegugupan merayapi wajah Yu Shi, Tuan Li kembali berujar. "Bangsa Yeong-Shan sangat menjunjung tinggi kesopanan dan penghormatan, terutama penghormatan kepada orang yang lebih tua. Yu Shi, kau jauh lebih muda dibandingkan Nyonya Jang, kusarankan kau membungkuk lebih rendah dari yang beliau lakukan padamu."

    Masih dalam keadaan tergugu, Yu Shi melakukan apa yang diperintahkan Tuan Li. Ia membungkuk sampai dalam sekali, dan ketika ia mengangkat kembali tubuhnya ia merasakan pandangan matanya berkunang-kunang karena pusing.

    Kemudian Tuan Li memanggil orang ketiga, yang bertubuh paling kurus dan kecil bila dibandingkan orang bangsa lainnya. "Dan ini Mantan Sekretaris Negara Pheu-Kam, Tuan Sakngea."

    Tuan Sakngea tersenyum, sangat lebar. "Apa kabar Tuan Han? Senang bertemu dengan Anda."

    "Bangsa Pheu-Kam sangat menjunjung tinggi keramahtamahan. Balas tersenyumlah setiap kali kau bertatap muka dengan mereka." Tuan Li kembali menjelaskan. Yu Shi pun memaksakan sebuah senyuman rikuh. "Saya pun juga senang bertemu dengan Anda, Tuan Sakngea."

    Dan begitulah seterusnya. Tuan Li mengenalkan mereka pada Yu Shi satu demi satu, dan selanjutnya mereka semua memberikan pelajaran kepadanya mengenai budaya dan adat istiadat mereka.

    Tapi bagimanapun juga semua pelajaran yang keras dan melelahkan fisik ini membuat Yu Shi sempat frustrasi suatu hari.

    "Bagaimana mungkin aku dapat menguasai semua ini dalam sekejap, Guru?" tanyanya frustrasi. Saat itu ia tengah mempelajari kitab budaya klasik, dan ia tidak sanggup menghafalkan kitab sastera yang ditunjuk Tuan Li.

    "Justru ini merupakan pelajaran yang sangat penting! Kau harus tahu, kitab budaya klasik memegang peranan sangat penting dalam dunia aristrokrasi. Dunia yang akan kau masuki sama sekali lain dengan dunia perbudakanmu dulu!" Tuan Li menjawab dengan nada keras yang tidak bisa ditawar. Namun saat dilihatnya Yu Shi benar-benar nampak depresi, suaranya melembut. "Kakekmu, Kaisar Han Wen Xing menguasai semua karya sastera ini dengan sangat baik."

    Pernyataan itu membuat Yu Shi terdiam, cukup lama.

    "Aku tak akan pernah bisa sesempurna dia," bisiknya lirih.

    Tuan Li balik menantang, "Bukankah kau ingin menjadi sempurna?"

    Yu Shi tidak mampu menjawab, alih-alih demikian ia hanya menunduk. Lalu menggelengkan kepalanya.

    "Aku salah ketika itu, Guru," katanya masih dalam suara lirih yang sama dengan sebelumnya. "Aku sadar sekarang, aku tak akan pernah bisa sempurna."

    "Kalau begitu, jadilah manusia yang paling mendekati kesempurnaan." Tuan Li menatap tepat ke bola mata Yu Shi. "Aku tak menyukai ini. Kaisar Han Wen Xing bukanlah tipe orang yang mudah menyerah. Ia akan berusaha mencari jalan untuk menyelesaikan permasalahan yang menghadangnya, dan ia selalu berhasil menemukannya. Yu Shi, wajahmu sangat mirip dengannya, Nak. Seharusnya kecerdasan dan semangatmu pun juga persis seperti dirinya."

    Yu Shi mengatupkan bibirnya. "Aku tidak akan pernah bisa mirip seperti dia, Guru. Aku tak akan pernah bisa..."

    Tuan Li memandangi Yu Shi tajam-tajam. Didapatinya wajah Yu Shi kini sangat tirus - yang boleh dikatakan seperti tulang yang ditempeli seiris tipis kulit berwarna pucat juga kering. Bahkan kini timbul kerutan-kerutan di wajahnya, serta kantung mata hitam besar di bawah kelopak matanya. Tuan Li pun berujar, "Kau terlalu lelah. Beristirahatlah dulu, sepanjang yang kauinginkan. Dan setelah kau selesai beristirahat, renungkanlah kata-kataku tadi dan camkanlah dalam hatimu.

    "Satu lagi. Hentikan juga pelajaran beladiri yang kaulakukan di pagi buta itu, kalau tidak, aku akan memberikan hukum menyalin dua kali lipat."

    Semburat merah menghiasi wajah Yu Shi. Tersipu malu, ia berujar, "Murid mendengarkan perintah Guru."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • THE HEIR OF DRAGON   Chapter 105

    Yu Shi menoleh ke arah Rong Xun. Sahabatnya mengangguk kecil. Walaupun tidak terucapkan kata-kata, namun pandangannya telah mengucapkan ribuan kata yang tak terungkap dengan teramat jelas. Yu Shi menengadahkan wajahnya, menegakkan tubuhnya, dan keluar dari tempat persembunyiannya, berjalan tepat menuju Tuan Li dan Feng Lan yang tak ayal sangat terkejut melihat kedatangannya. Feng Lan sampai terbelalak lebar. Sementara Tuan Li berdehem, dan pelan-pelan meninggalkan tempat mereka tanpa suara. Keadaan menjadi sangat hening. Mereka berdua hanya saling berhadapan tanpa berucap sepatah katapun. Sinar bulan berkedip, cahayanya menjadi lebih terang semenjak awan bergeser menjauhinya. Yu Shi mendehem. "Putri Feng Lan... aku telah mendengar seluruh percakapanmu dengan Guru Li..." Muncul semburat merah menghiasi pipi Feng Lan. "Ak

  • THE HEIR OF DRAGON   Chapter 104

    "Guru! Ini bukan soal dendam pribadi! Mereka adalah tawanan negara!" Rong Xun memotong. "Aku tidak sedang bicara padamu!" Rong Xun tergugu. "Tetapi kepadamu, Yu Shi. Walaupun kau kaisar, namun kau tetaplah muridku. Karenanya aku harus membimbingmu." Yu Shi hanya diam membisu. "Kakekmu adalah seorang yang terus menyimpan amarah masa lalu dan penderitaan yang tak bisa ia ungkapkan. Karenanyalah, ia bertindak sadis dan semena-mena terhadap orang lain. Karena ia tidak bisa memaafkan dunia dan masa lalunya. Tapi, walaupun ia telah meraih banyak kesuksesan, apakah ia bahagia? Tidak, ia selalu menderita. Makanya ia sangat menyesali mengapa tak daridulu ia membuang semua dendam dan amarahnya, dan saat ia ingin melakukannya, kematian telah menunggunya. Yu Shi, tahukah kau? Kau yang sekarang sama dengan kakekmu! Kau dikuasai amarah dan dendam! Padahal kakekmu mengharapkan keturunannya menjadi

  • THE HEIR OF DRAGON   Chapter 103

    Di pihak lain, di dalam sel. Ternyata Xiu Lan telah masuk ke sana. Setelah seharian ia berpikir, hanya ia sendiri yang menjalani hidup bahagia dan tenteram sementara keluarganya yang lain akan menjalani hukuman mati, ia merasa sangat resah. Ternyata Xiu Lan merupakan anak yang baik, hanya perilakunya saja yang memang kurang matang, namun hatinya sungguh baik. Ia pun menyusup masuk ke dalam sel, dan menuntut untuk ikut menjalani eksekusi bersama. Ying Lan sampai menangis terharu dan memeluknya erat-erat. "Kakak, jangan menangis. Kau membuatku sedih," kata Xiu Lan. Ying Lan mengusap airmatanya. "Kalau saja aku tahu akan jadi begini, aku akan baik-baik terhadapmu!..." Saat itulah Feng Lan tiba. Ia juga tercegang melihat keberadaan Xiu Lan. Di pihak lain, orang-orang dalam sel juga sama tercegangnya saat melihatnya. "Feng Lan, kau juga sama seperti kami?..." Ying Lan bertanya tak percaya

  • THE HEIR OF DRAGON   Chapter 102

    Mereka kini berjalan menyusuri istana, aula istana, lorong-lorong, taman dalam... dan mereka semuanya diam, hening. Feng Lan meremas jari-jari tangannya. Perjalanan yang mereka tempuh sungguh panjang, sebelum mereka tiba di akhir perjalanan mereka; Paviliun Shu Ling. Dikelilingi taman yang indah, Paviliun Shu Ling merupakan paviliun yang amat asri dan rindang. Seharusnya senantiasa terjadi percakapan yang menyenangkan hati di sana, namun kali ini suasananya berbeda - suasana yang dipenuhi ketegangan. Feng Lan meremas tangannya kuat-kuat. Ia pandangi Yu Shi yang masih tetap berjalan di depannya dan memunggunginya walaupun mereka telah sampai di tempat tujuan, sangat lama. Dan ketika Yu Shi membalikkan tubuhnya, Feng Lan dapat melihat ekspresi wajahnya yang sayu dan sendu. Feng Lan menggigit bibir. Ia sangat terkejut melihat raut wajah sang kaisar muda, yang kini banyak dipenuhi kerut, dan terdapat lingkar

  • THE HEIR OF DRAGON   Chapter 101

    Penyerangan Han ke Liang tidak memakan waktu lama. Sudah sangat terlambat bagi Liang untuk mempersiapkan diri. Walaupun kini Ying Lan bekerja ekstra keras untuk menutupi kegagalannya, ia tetap harus menerima bahwa, hanya dalam kurun waktu tiga minggu pintu gerbangnya telah dibuka dan para prajurit musuhpun dapat dengan mudah meringkus para anggota kerajaan. Termasuk pula Feng Lan. Feng Lan memang datang di saat yang tidak tepat. Saat ia tiba di istana bersamaan dengan saat ketibaan para prajurit Han. Otomatis ia ikut tertangkap. Tapi tak apa. Aku jadi bisa bertemu dengan Yu Shi, pikirnya saat berada dalam kereta tawanan. "Kakak... aku takut..." Di sebelahnya, Xiu Lan berkata, tangannya yang gemetaran hebat memegang erat tangan kakaknya. Feng Lan mengusap rambut adiknya. "Tenanglah. Ada kakak di sampingmu..." &

  • THE HEIR OF DRAGON   Chapter 100

    "Kabar baik, Paduka! Song telah kita kuasai!" Komandan Besar Rong Xun memberi laporan. Duduk di singgasana, Yu Shi mengangguk. "Bagus," jawabnya singkat. Kini, ia memang terkenal suka memberikan jawaban singkat. Jangan mengharapkan jawaban panjang darinya. Rong Xun melanjutkan, "Dan kini kami tengah mengarah ke sasaran terakhir kita - Liang." Seluruh menteri di aula yang sangat luas itu mendesah, bergairah. Pula mereka tahu bahwa menaklukkan Liang adalah harapan terbesar pemimpin mereka. Ketika Liang ditaklukkan, maka Han akan mengulang kejayaannya menguasai dunia seperti dahulu kala. Tidak sesuai dengan dugaan orang-orang, mimik Yu Shi sama kakunya dengan sebelumnya. "Laksanakan," katanya pendek. "Perintah dari Paduka Yang Mulia, Laksanakan!" Rong Xun berseru. Setiap orang pun langsung masuk ke posnya masing-masing, siap be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status