Home / Urban / THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan / Bab 02-Kehidupan di Pelabuhan - Part II

Share

Bab 02-Kehidupan di Pelabuhan - Part II

Author: Aljum'ah R
last update Last Updated: 2025-02-08 10:39:05

Di dalam, seorang gadis cantik sedang mandi. Rambutnya yang panjang terurai basah, dan tubuhnya yang ramai terlihat samar-samar melalui tirai air. Thomas merasa tertarik, namun ia tahu bahwa ini bukanlah sesuatu yang dapat dia perbuat dengan tanpa izin. Namun, godaan melihat pemandangan itu sejenak menguasai dirinya sebelum akhirnya ia memutuskan untuk pergi. Ia tahu, kembali ke rumah sebelum gelap adalah prioritas utamanya.

Saat Thomas tiba di reruntuhan rumah, Jack dan Murphy sudah bangun. Mereka terlihat lapar dan lelah, mata mereka memandang adiknya dengan harapan. Thomas tersenyum dan mengeluarkan roti yang dia curi tadi pagi. “Ini untuk kalian,” katanya sambil membagi roti itu.

Jack dan Murphy langsung menyantap roti itu dengan lahap, suara kunyah mereka yang keras memenuhi keheningan malam. Thomas duduk di samping mereka, memandang langit yang mulai dipenuhi bintang. Dia tahu, hidup mereka keras, tapi dia juga tahu, dia punya kecerdasan dan kemampuan untuk mengubah segalanya. Mungkin, suatu hari nanti, dia bisa membawa mereka keluar dari kehidupan ini.

Namun untuk sekarang, Thomas hanya bisa berharap. Berharap bahwa besok akan lebih baik. Berharap bahwa suatu hari, dia bisa memberikan kehidupan yang layak untuk Jack dan Murphy. Dan sampai saat itu tiba, dia akan terus menggunakan kecerdikannya, kepandaiannya, dan sedikit kenakalannya untuk bertahan.

Hari demi hari berlalu, dan tekanan hidup semakin terasa. Thomas semakin sulit menemukan cukup uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Stok roti yang dia curi mulai menipis, dan peluang untuk mendapatkan uang mulai berkurang. Pelabuhan yang dulunya memberikan banyak kesempatan kini dipenuhi dengan pengawasan yang lebih ketat. Thomas tahu bahwa dia harus melakukan sesuatu yang lebih drastis.

Pada suatu malam yang dingin, Thomas merasa putus asa. Adiknya, Jack dan Murphy, semakin lemah karena kelaparan dan kelelahan. Thomas melihat ke dalam mata mereka yang penuh harapan dan ketakutan. Tekanan untuk menjaga mereka membuatnya merasa terjebak dalam lingkaran tanpa akhir.

Dengan pikiran yang dipenuhi kekhawatiran, Thomas memutuskan untuk kembali ke pasar gelap mencari cara lain untuk mendapatkan uang. Dia telah mencoba berbagai cara sebelumnya, tetapi semuanya sepertinya tidak cukup. Malam itu, dia melihat sebuah peluang yang mungkin bisa dia manfaatkan. Di sudut pasar, ada seorang pedagang yang jarang dia perhatikan, menjual barang-barang - barang bekas dengan harga yang sangat murah.

Tanpa pikir panjang, Thomas mendekatinya dengan niat untuk mencuri. Dia tahu risikonya tinggi, tetapi kebutuhan untuk adiknya lebih besar daripada rasa takutnya. Dengan hati-hati, dia mulai menyelipkan beberapa barang bekas berharga ke dalam saku jaketnya, berharap bisa menjualnya dengan harga yang lebih tinggi.

Namun, keberuntungannya tidak berpihak. Pemilik kios, seorang pria berotot dengan tatapan tajam, tiba-tiba menyadari tindakannya. “Hei! Apa yang kau lakukan di sini?” teriak pria itu sambil mengejar Thomas yang mulai berlari dengan panik.

Thomas berlari secepat mungkin, melewati kerumunan yang mulai berdecak kagum. Namun, di tengah keputusasaannya, dia terpeleset di antara kerumunan, jatuh ke tanah dan terluka. Pedagang itu dengan kasar mengepalkan tangan dan mulai memukuli Thomas tanpa ampun. Tubuhnya terguncang oleh pukulan demi pukulan, darah mulai menetes dari hidungnya yang terkulai. Orang-orang di sekitar mulai berkerumun, tertawa dan mengejeknya tanpa belas kasihan.

Rasa sakit dan rasa malu menyelimuti Thomas. Dia mencoba untuk bangkit, namun tubuhnya yang lemah tidak menanggapi. Matanya mulai mengabur, dan dunia di sekitarnya menjadi kabur. Rasa sakit yang mendalam membuatnya merasa ingin menyendiri, melarikan diri dari pandangan semua orang yang menyaksikan penderitaannya.

Dengan napas yang tersengal-sengal, Thomas berusaha mencari jalan keluar dari kerumunan. Namun, sebelum dia bisa bergerak lebih jauh, dia melihat sosok yang berbeda di tengah keramaian. Seorang pria paruh baya dengan perawakan gendut dan berjenggot putih, berpakaian rapi meski di lingkungan yang kumuh ini, memperhatikan Thomas dengan penuh perhatian. Pria itu tampak tidak tertarik dengan kerumunan yang berisik, namun matanya tertuju pada Thomas yang sedang berjuang di tengah kerumunan.

Thomas, yang biasanya enggan menunjukkan kelemahan, merasa ada sesuatu yang berbeda dari pria ini. Dengan sisa tenaga yang dia miliki, dia memberanikan diri untuk mendekati pria tersebut, meski tubuhnya terasa nyaris tak berdaya.

“Maafkan saya, Pak,” kata Thomas dengan suara serak, suaranya bergetar akibat rasa sakit. “Saya tidak bermaksud….”

Pria itu mengangguk tanpa kata, lalu dengan lembut mengulurkan tangan untuk membantu Thomas berdiri. “Aku melihat apa yang terjadi. Kau butuh bantuan.”

Thomas mengangguk, merasa bingung dan tidak percaya dengan kebaikan yang ditunjukkan oleh orang asing ini. “Aku hanya mencoba untuk mencari uang untuk keluarga. Tapi semuanya tidak pernah cukup.”

Pria itu tersenyum hangat, mata birunya memancarkan ketulusan. “Namaku Sam, Panggil Aku “Paman Sam” pemilik toko koran di seberang jalan. Aku sering melihat anak-anak sepertimu berjuang di pasar. Apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu?”

Thomas merasa ragu pada awalnya. Dia tidak terbiasa menerima kebaikan dari orang asing, apalagi di saat-saat seberat ini. Namun, melihat ketulusan di mata Sam, dia memutuskan untuk membuka diri. “Saya... saya tidak tahu harus berbuat apa lagi, Paman Sam. Kami benar-benar butuh bantuan.”

Sam mengangguk penuh pengertian. “Aku tahu betapa sulitnya hidup di sini. Aku pernah berada di posisi yang sama dulu. Mungkin aku bisa menawarkanmu sesuatu yang bisa membantumu.”

Dengan hati yang cemas dan penuh harapan, Thomas menerima tawaran itu. Sam kemudian mengajak Thomas berjalan ke tokonya yang kecil namun rapi, terletak di sudut jalan yang tidak terlalu ramai. Di dalam toko, aroma tinta dan kertas baru memenuhi udara, menciptakan suasana yang berbeda dari kerasnya pelabuhan.

Thomas merasa penasaran dan mulai mengintip ke rak-rak koran terbaru yang teratur tersusun. Dia melihat berbagai judul menarik dan informasi terkini yang diimpornya. Ketertarikannya terhadap informasi membuatnya semakin dekat dengan Sam, yang memperhatikan keinginannya untuk memahami lebih dalam tentang koran-koran tersebut.

------------> Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 35 - Transformasi Thomas - Part 04

    Ia menghindari pukulan lurus dengan gerakan slipping, memiringkan kepala hanya beberapa inci dari tinju George.Hook kanan datang cepat, tetapi Thomas mengangkat sikunya untuk menangkis, merasakan benturan yang nyaris mematahkan tulangnya.Saat tendangan putar melesat, Thomas melompat mundur, menggunakan momentum George untuk memperhitungkan serangan balasan.Dan di situlah momen itu datang.Saat sikutan George mengarah ke lehernya, Thomas menurunkan tubuhnya, merendah, lalu meluncurkan uppercut langsung ke ulu hati George.DUG!Untuk pertama kalinya, George terdorong mundur.Thomas tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan kecepatan yang ia pelajari dari pertarungan ke-99, ia menyerang balik.Elbow strike ke rahang.Tendangan rendah ke lutut.Sebuah pukulan straight ke arah dada.Namun, George bukan lawan yang mudah. Saat serangan ketiga hampir mengenai, George tiba-tiba berbalik, menggunakan energi Thomas sendiri untuk menjatuhkannya dengan teknik grappling.Thomas terhuyung, teta

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 34 - Transformasi Thomas - Part 03

    Serigala itu tidak sendiri. Ada lima ekor lain yang mengintainya dari balik pepohonan.Thomas tahu bahwa ia harus bertarung.Ia mengambil tongkat besar yang terbakar di ujungnya dan mengayunkannya ke arah serigala pertama. Hewan itu mundur, tetapi lima lainnya bergerak mendekat. Ia tidak bisa melawan mereka semua.Pilihannya hanya satu "Lariiiii."Dengan cepat, ia berbalik dan berlari melewati hutan, napasnya tersengal. Ia melompati akar pohon, menerobos semak-semak, sementara suara cakar-cakar tajam mendekatinya dari belakang. Ia tidak bisa berhenti.Setelah hampir satu menit penuh berlari, ia melihat celah sempit di antara dua batu besar. Tanpa berpikir panjang, ia meluncur masuk dan menekan tubuhnya ke dalam ruang kecil itu. Serigala-serigala itu berhenti di luar, menggeram marah, tetapi tak bisa menjangkaunya.Ia menunggu, menahan napas, hingga akhirnya suara mereka menghilang.Malam itu, ia tidak bisa tidur. Ia menyadari satu hal: tempat ini tidak akan memberinya belas kasihan. J

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 33 - Transformasi Thomas - Part II

    Ia menggoreskan bilahnya ke telapak tangannya sendiri. Darah segar menetes ke dalam gelas kosong di tengah mereka.Tanpa ragu, Flynn mengambil pisau itu dan mengikuti, menyayat telapak tangannya sendiri sebelum meneteskan darahnya ke dalam gelas. "Setiap misi, setiap pertempuran, setiap kejatuhan… kita tetap satu."Alex, dengan tatapan penuh tekad, mengulangi ritual yang sama. "Kita tidak akan pernah berdiri sendirian. Kita adalah satu jiwa dalam empat tubuh."Akhirnya, Thomas mengambil pisau itu, merasakan dinginnya baja di kulitnya sebelum menyayat telapak tangannya sendiri. Darahnya bercampur dengan darah saudara-saudaranya, mengukuhkan sumpah yang lebih kuat dari sekadar kata-kata.Ia mengambil gelas itu, memutarnya pelan sebelum meneguknya. Darah hangat mengalir di tenggorokannya, bukan sebagai simbol kelemahan, tetapi sebagai bukti tak terbantahkan bahwa mereka telah memilih jalan yang sama. Tanpa ragu, gelas itu berpindah ke Alex, lalu ke Diego, dan terakhir ke Flynn. Mereka me

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 32- Transformasi Thomas - Part I

    Setelah berminggu-minggu menjalani latihan intensif di akademi, Thomas mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Ia menjadi lebih cepat, lebih kuat, dan lebih waspada. Namun, dalam setiap latihan, ia juga mulai menyadari batasannya. Meskipun telah melalui berbagai skenario pertempuran, Thomas tahu bahwa ia masih jauh dari kata siap untuk menghadapi ancaman Black Dawn yang sesungguhnya.Sebuah komunikasi rahasia terjadi di salah satu markas Heptagon. Mr. Ice, salah satu The Council, telah berbicara dengan George Simbian secara langsung."Anak itu punya potensi," kata Mr. Ice dengan suara dingin khasnya. "Tapi dia belum siap. Jika dia ingin bertahan dalam perang berikutnya, dia harus menjadi lebih dari sekadar prajurit biasa."George menyilangkan tangan. "Kau ingin aku melatihnya secara khusus?""Ya. Tapi aku tidak ingin kau menawarkan diri. Jika Thomas benar-benar siap, dia akan datang kepadamu sendiri."George mengangguk paham. "Baik. Jika dia cukup cerdas untuk menyadari kelemahannya,

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 31 - Bayangan dan Ancaman- Part II

    Thomas tersenyum, tetapi ia tahu ada kebenaran dalam ucapan mereka. Ia memang berubah. Setelah melihat kematian, menyaksikan bagaimana Heptagon mengendalikan dunia kriminal, dan mengalami langsung pertarungan brutal, ia tidak bisa kembali menjadi siswa biasa yang hanya menjalani pelatihan tanpa memahami konsekuensinya.Keesokan harinya, Thomas kembali ke rutinitas akademi tetapi dengan nuansa yang berbeda. Di lapangan latihan, setiap tatapan yang diarahkan padanya terasa berat. Sebagian besar siswa lain melihatnya dengan rasa hormat, beberapa dengan iri, dan yang lain dengan waspada.Tidak seperti biasanya, Saat sesi Latihan kali ini, George Simbian adalah instruktur hari itu menggantikan Antonov, dan dia telah menanti terlebih dahulu dilapangan. "Hayooo….berkumpul lebih cepat, PARA BAJINGAN, kalian fikir kita sedang-piknik". Mendengar teriakan George. para siswa panik, berlari dan segera cepat membentuk barisan. Diego mendengar suara yang tidak asing baginya, spontan menepuk jidatn

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 30 - Bayangan dan Ancaman- Part I

    Langit malam di Afrika Selatan terbentang luas, bertabur bintang yang bersinar di atas kota Johannesburg. Thomas berdiri di balkon kamar hotelnya, menghirup udara malam yang segar, tetapi pikirannya jauh dari ketenangan yang ditawarkan kota ini. Sudah dua minggu sejak operasi besar-besaran Heptagon menghancurkan Black Dawn di Afrika, tetapi jauh di dalam dirinya, ia tahu bahwa ini bukanlah akhir. Perang yang sebenarnya baru saja dimulai.Di belakangnya, suara langkah kaki mendekat. Thomas menoleh dan melihat Sebastian N'Dour berdiri dengan tangannya disilangkan di dada, ekspresi wajahnya tetap setenang biasanya."Kau seharusnya menikmati malam terakhir di Afrika sebelum kembali ke akademi," ujar Sebastian.Thomas mengangguk pelan. "Sulit untuk merasa lega ketika kita tahu bahwa ini belum selesai."Sebastian tersenyum tipis dan mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya sebuah pisau berbilah hitam dengan ukiran tribal khas Afrika. Ia menyerahkannya kepada Thomas."Ini sebagai kenang-kenan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status