Home / Urban / THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan / Bab 03-Kehidupan di Pelabuhan - Part III - end

Share

Bab 03-Kehidupan di Pelabuhan - Part III - end

Author: Aljum'ah R
last update Last Updated: 2025-02-08 10:39:23

“Apakah kau tertarik dengan berita-berita ini?” tanya Sam, memperhatikan minat Thomas. “Koran ini bisa sangat berguna untukmu, apalagi jika kau membutuhkan informasi terbaru untuk mencari peluang.”

Thomas mengangguk, matanya berbinar melihat deretan koran yang diimpornya. “Ya, Paman Sam. Informasi sangat penting bagi saya. Dengan informasi yang tepat, saya bisa mencari cara yang lebih baik untuk menghidupi keluarga saya.”

Sam tersenyum, terlihat terkesan dengan jawaban Thomas yang jujur dan penuh semangat. “Aku melihat kau adalah anak yang jujur dan pekerja keras. Itu adalah kualitas yang sangat berharga. Aku bisa memberimu sedikit makanan dan uang untuk membantu kebutuhanmu.”

Thomas merasa terkejut dan bersyukur atas tawaran itu. “Terima kasih, Paman Sam. Saya sangat menghargainya.”

Sam kemudian mengeluarkan beberapa sisa makanan dari balik meja dan memberikan beberapa koin kepada Thomas. “Ini untukmu dan keluargamu. Aku tahu ini mungkin tidak banyak, tapi semoga bisa membantu setidaknya untuk hari ini.”

Thomas menerima makanan dan uang itu dengan rasa terima kasih yang mendalam. “Terima kasih banyak, Paman Sam. Saya tidak tahu harus berkata apa.”

Sam menepuk bahu Thomas dengan ramah. “Jangan khawatir tentang itu. Aku percaya kau akan bisa menggunakan bantuan ini sebaik mungkin. Jika kau butuh sesuatu lagi, jangan ragu untuk datang kembali.”

Dengan hati yang lebih ringan, Thomas meninggalkan toko koran Sam, membawa makanan dan uang yang telah diberikan. Malam itu, meski tubuhnya masih terasa nyeri akibat pukulan, hatinya dipenuhi dengan harapan baru.

Sesampainya di rumah, Thomas mencoba mengatur sisa uangnya untuk membeli makanan bagi Jack dan Murphy. Dengan hati-hati, dia pergi ke toko kelontong terdekat dan membeli beberapa roti dan sayuran. Namun, karena keterbatasan uang, dia hanya bisa membeli sedikit makanan. Tanpa disadari ada sisa makanan itu berada di sudut bibir Thomas setelah dia makan makanan pemberian Sam.

Sesampainya dirumah Thomas duduk dan setengah tertidur hingga Murphy, yang sedang tidak sadar akan lelahnya, dengan tangan gemetar mengambil sisa makanan disudut bibir Thomas itu. Dia duduk di samping Thomas, matanya mulai berkaca-kaca. “Kakak, aku lapar,” bisiknya sambil memakan sisa roti yang dia ambil dari sudut bibir thomas. Lalu Thomas sadar dan langsung memberikan roti yang baru saja dia beli kepada jack dan murphy.

Thomas menatap kedua adiknya tersebut dengan hati yang hancur. Dia merasa bersalah karena tidak bisa memberikan lebih banyak, meski sudah berusaha sekuat tenaga. “Maafkan aku, Murphy. Aku berusaha yang terbaik,” bisiknya pelan, air mata mulai mengalir di pipinya.

Jack, yang juga merasa lapar, mencoba untuk menghibur adiknya dengan memeluknya. “Tidak apa-apa, Murph. Nanti kita akan mendapatkan makanan lagi.”

Namun, ketiganya tahu bahwa situasi mereka masih jauh dari kata baik. Thomas duduk di samping mereka, memandang langit yang dipenuhi bintang dengan perasaan campur aduk. Dia merasa bersalah karena harus terus-menerus mencari cara untuk bertahan hidup, namun dia juga merasa berterima kasih atas bantuan yang diberikan oleh Sam. Malam itu, meski penuh dengan luka dan air mata, memberikan sedikit harapan baru bagi keluarga kecil ini.

Di balik wajah keras dan cerdas Thomas, tersembunyi sebuah kisah yang penuh liku dan tragedi. Keluarga mereka dulunya adalah simbol kekayaan dan kejayaan di dunia bisnis minyak. Ayah mereka, Edward, adalah seorang pengusaha sukses yang mendirikan perusahaan minyak besar, sementara ibu mereka, Victoria, dikenal sebagai wanita yang anggun dan dermawan, sering terlibat dalam kegiatan amal.

Namun, semua itu berubah drastis dalam waktu singkat. Edward dan Victoria mulai terjerumus ke dalam dunia narkoba, sebuah kebiasaan yang dimulai sebagai cara untuk mengatasi tekanan bisnis yang semakin berat. Mereka sering berjudi dalam upaya mempertahankan perusahaan mereka, yang sayangnya, malah mempercepat kehancuran finansial keluarga. Kompetitor mereka, yang lebih licik dan tak segan-segan menggunakan cara kotor, berhasil menguasai pasar, membuat perusahaan Edward bangkrut dalam waktu singkat.

Ketergantungan Edward dan Victoria terhadap narkoba semakin parah, hingga akhirnya kedua orang tua mereka tewas karena overdosis. Kejadian itu mengguncang dasar kehidupan Thomas, Jack, dan Murphy. Tanpa bimbingan dan perlindungan dari orang tua, ketiga saudara itu terpaksa harus bertahan hidup di jalanan London, jauh dari kenyamanan dan kemewahan yang pernah mereka nikmati.

Thomas, yang masih remaja saat itu, merasa bertanggung jawab penuh atas nasib adiknya. Dengan keberanian dan kecerdikannya, dia berusaha menjaga Jack yang berusia 10 tahun dan Murphy yang baru 7 tahun agar tetap aman dan sehat. Namun, hidup di jalanan tidaklah mudah. Mereka harus menghadapi lapar, dingin, dan bahaya yang selalu mengintai. Setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan hidup, dan setiap malam adalah mimpi buruk tentang masa lalu yang hancur.

Malam itu, ketika melihat Jack dan Murphy yang masih tertidur dengan wajah pucat dan tubuh kurus, Thomas tidak bisa menahan dirinya untuk teringat akan hari-hari bahagia yang pernah mereka miliki. Dia mengingat betapa hangatnya rumah mereka dulu, betapa ibu selalu menyiapkan makanan lezat, dan ayah yang selalu memberikan nasihat bijak. Semua itu terasa seperti mimpi yang jauh sekarang.

Thomas tahu bahwa untuk menjaga adiknya tetap hidup, dia harus terus mencari cara untuk mendapatkan uang. Namun, setiap upaya yang dia lakukan sepertinya semakin memperburuk keadaan. Kecerdikannya dalam bisnis tidak bisa diterapkan di dunia gelap pelabuhan, dan usahanya yang sedikit nakal sering kali membawanya ke masalah. Namun, dia tidak punya pilihan lain. Tanpa usaha keras, mereka semua akan mati kelaparan dan dingin di jalanan.

Malam itu, setelah memberikan makanan yang dia beli dengan uang dari Sam, Thomas merasa kelelahan namun sedikit lega. Dia menyadari bahwa bantuan dari Sam adalah secercah harapan yang mungkin bisa mengubah nasib mereka. Namun, rasa bersalah masih menghantui dirinya. Dia selalu merasa bahwa dia seharusnya bisa melakukan lebih banyak untuk keluarganya.

Thomas menatap langit yang mulai berubah warna menjadi biru kehitaman, menandakan bahwa malam semakin larut. Dengan hati yang berat, dia mencoba untuk melepaskan rasa sakit dan kelelahan, berharap bahwa esok hari akan membawa perubahan yang lebih baik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 35 - Transformasi Thomas - Part 04

    Ia menghindari pukulan lurus dengan gerakan slipping, memiringkan kepala hanya beberapa inci dari tinju George.Hook kanan datang cepat, tetapi Thomas mengangkat sikunya untuk menangkis, merasakan benturan yang nyaris mematahkan tulangnya.Saat tendangan putar melesat, Thomas melompat mundur, menggunakan momentum George untuk memperhitungkan serangan balasan.Dan di situlah momen itu datang.Saat sikutan George mengarah ke lehernya, Thomas menurunkan tubuhnya, merendah, lalu meluncurkan uppercut langsung ke ulu hati George.DUG!Untuk pertama kalinya, George terdorong mundur.Thomas tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan kecepatan yang ia pelajari dari pertarungan ke-99, ia menyerang balik.Elbow strike ke rahang.Tendangan rendah ke lutut.Sebuah pukulan straight ke arah dada.Namun, George bukan lawan yang mudah. Saat serangan ketiga hampir mengenai, George tiba-tiba berbalik, menggunakan energi Thomas sendiri untuk menjatuhkannya dengan teknik grappling.Thomas terhuyung, teta

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 34 - Transformasi Thomas - Part 03

    Serigala itu tidak sendiri. Ada lima ekor lain yang mengintainya dari balik pepohonan.Thomas tahu bahwa ia harus bertarung.Ia mengambil tongkat besar yang terbakar di ujungnya dan mengayunkannya ke arah serigala pertama. Hewan itu mundur, tetapi lima lainnya bergerak mendekat. Ia tidak bisa melawan mereka semua.Pilihannya hanya satu "Lariiiii."Dengan cepat, ia berbalik dan berlari melewati hutan, napasnya tersengal. Ia melompati akar pohon, menerobos semak-semak, sementara suara cakar-cakar tajam mendekatinya dari belakang. Ia tidak bisa berhenti.Setelah hampir satu menit penuh berlari, ia melihat celah sempit di antara dua batu besar. Tanpa berpikir panjang, ia meluncur masuk dan menekan tubuhnya ke dalam ruang kecil itu. Serigala-serigala itu berhenti di luar, menggeram marah, tetapi tak bisa menjangkaunya.Ia menunggu, menahan napas, hingga akhirnya suara mereka menghilang.Malam itu, ia tidak bisa tidur. Ia menyadari satu hal: tempat ini tidak akan memberinya belas kasihan. J

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 33 - Transformasi Thomas - Part II

    Ia menggoreskan bilahnya ke telapak tangannya sendiri. Darah segar menetes ke dalam gelas kosong di tengah mereka.Tanpa ragu, Flynn mengambil pisau itu dan mengikuti, menyayat telapak tangannya sendiri sebelum meneteskan darahnya ke dalam gelas. "Setiap misi, setiap pertempuran, setiap kejatuhan… kita tetap satu."Alex, dengan tatapan penuh tekad, mengulangi ritual yang sama. "Kita tidak akan pernah berdiri sendirian. Kita adalah satu jiwa dalam empat tubuh."Akhirnya, Thomas mengambil pisau itu, merasakan dinginnya baja di kulitnya sebelum menyayat telapak tangannya sendiri. Darahnya bercampur dengan darah saudara-saudaranya, mengukuhkan sumpah yang lebih kuat dari sekadar kata-kata.Ia mengambil gelas itu, memutarnya pelan sebelum meneguknya. Darah hangat mengalir di tenggorokannya, bukan sebagai simbol kelemahan, tetapi sebagai bukti tak terbantahkan bahwa mereka telah memilih jalan yang sama. Tanpa ragu, gelas itu berpindah ke Alex, lalu ke Diego, dan terakhir ke Flynn. Mereka me

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 32- Transformasi Thomas - Part I

    Setelah berminggu-minggu menjalani latihan intensif di akademi, Thomas mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Ia menjadi lebih cepat, lebih kuat, dan lebih waspada. Namun, dalam setiap latihan, ia juga mulai menyadari batasannya. Meskipun telah melalui berbagai skenario pertempuran, Thomas tahu bahwa ia masih jauh dari kata siap untuk menghadapi ancaman Black Dawn yang sesungguhnya.Sebuah komunikasi rahasia terjadi di salah satu markas Heptagon. Mr. Ice, salah satu The Council, telah berbicara dengan George Simbian secara langsung."Anak itu punya potensi," kata Mr. Ice dengan suara dingin khasnya. "Tapi dia belum siap. Jika dia ingin bertahan dalam perang berikutnya, dia harus menjadi lebih dari sekadar prajurit biasa."George menyilangkan tangan. "Kau ingin aku melatihnya secara khusus?""Ya. Tapi aku tidak ingin kau menawarkan diri. Jika Thomas benar-benar siap, dia akan datang kepadamu sendiri."George mengangguk paham. "Baik. Jika dia cukup cerdas untuk menyadari kelemahannya,

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 31 - Bayangan dan Ancaman- Part II

    Thomas tersenyum, tetapi ia tahu ada kebenaran dalam ucapan mereka. Ia memang berubah. Setelah melihat kematian, menyaksikan bagaimana Heptagon mengendalikan dunia kriminal, dan mengalami langsung pertarungan brutal, ia tidak bisa kembali menjadi siswa biasa yang hanya menjalani pelatihan tanpa memahami konsekuensinya.Keesokan harinya, Thomas kembali ke rutinitas akademi tetapi dengan nuansa yang berbeda. Di lapangan latihan, setiap tatapan yang diarahkan padanya terasa berat. Sebagian besar siswa lain melihatnya dengan rasa hormat, beberapa dengan iri, dan yang lain dengan waspada.Tidak seperti biasanya, Saat sesi Latihan kali ini, George Simbian adalah instruktur hari itu menggantikan Antonov, dan dia telah menanti terlebih dahulu dilapangan. "Hayooo….berkumpul lebih cepat, PARA BAJINGAN, kalian fikir kita sedang-piknik". Mendengar teriakan George. para siswa panik, berlari dan segera cepat membentuk barisan. Diego mendengar suara yang tidak asing baginya, spontan menepuk jidatn

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 30 - Bayangan dan Ancaman- Part I

    Langit malam di Afrika Selatan terbentang luas, bertabur bintang yang bersinar di atas kota Johannesburg. Thomas berdiri di balkon kamar hotelnya, menghirup udara malam yang segar, tetapi pikirannya jauh dari ketenangan yang ditawarkan kota ini. Sudah dua minggu sejak operasi besar-besaran Heptagon menghancurkan Black Dawn di Afrika, tetapi jauh di dalam dirinya, ia tahu bahwa ini bukanlah akhir. Perang yang sebenarnya baru saja dimulai.Di belakangnya, suara langkah kaki mendekat. Thomas menoleh dan melihat Sebastian N'Dour berdiri dengan tangannya disilangkan di dada, ekspresi wajahnya tetap setenang biasanya."Kau seharusnya menikmati malam terakhir di Afrika sebelum kembali ke akademi," ujar Sebastian.Thomas mengangguk pelan. "Sulit untuk merasa lega ketika kita tahu bahwa ini belum selesai."Sebastian tersenyum tipis dan mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya sebuah pisau berbilah hitam dengan ukiran tribal khas Afrika. Ia menyerahkannya kepada Thomas."Ini sebagai kenang-kenan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status