The Heptagon – Perang di Dalam Bayangan Dunia ini dikendalikan bukan oleh mereka yang tampak berkuasa, tetapi oleh mereka yang bergerak dalam bayangan. The Heptagon adalah organisasi rahasia yang memastikan keseimbangan dunia tetap terjaga, tanpa diketahui oleh siapa pun. Thomas dan timnya—Alex, Diego, dan Flynn—adalah bagian dari angkatan “The Revenants”, generasi terbaru yang dilatih selama lima tahun dalam akademi brutal The Heptagon. Setelah melewati ujian hidup dan mati, mereka kini bukan lagi siswa. Mereka adalah senjata yang siap digunakan untuk perang yang tidak pernah diketahui dunia. Setelah kelulusan, mereka diberikan cuti satu minggu untuk kembali ke negara masing-masing—tetapi pulang tidak lagi berarti sama. Dunia lama mereka telah berubah, dan mereka sendiri bukan lagi bagian dari itu. Saat masa cuti berakhir, mereka dipanggil ke markas pusat The Heptagon, sebuah pulau buatan di Samudra Pasifik yang tidak ada dalam peta dunia. Di sana, mereka diberikan misi pertama mereka—melacak organisasi musuh terbesar Heptagon, The Black Dawn, yang sedang merencanakan sesuatu yang bisa mengguncang dunia. Mereka tidak lagi berlatih. Mereka tidak bisa mundur. Kini, perang di dalam bayangan telah dimulai. Dunia tidak akan pernah mengenal mereka. Tetapi tanpa mereka, dunia ini tidak akan bertahan.
view moreDitahun 2000, Langit London pagi itu kelabu, seperti biasa. Kabut tipis menyelimuti pelabuhan, menciptakan suasana suram yang seolah-olah mencuri harapan dari setiap sudut kota. Bagi Thomas, kabut itu justru menjadi teman setia. Ia tahu, di balik kabut, ada peluang peluang untuk bertahan hidup dan menghidupi kedua adiknya, Jack dan Murphy.
Thomas, si sulung berusia 18 tahun, sudah bangun sebelum matahari terbit. Suara debur ombak dan riuh rendah aktivitas pelabuhan menjadi alarm alami yang membangunkannya setiap pagi. Ia duduk di atas lantai kayu yang reyot di dalam reruntuhan rumah tua yang mereka tinggali. Rumah itu jika bisa disebut rumah hanyalah tumpukan kayu lapuk dan batu bata yang hampir roboh. Tapi, inilah satu-satunya tempat yang bisa mereka sebut “rumah”.
Di sudut ruangan, Jack dan Murphy masih tertidur pulas. Jack, yang berusia 10 tahun, memiliki tubuh kurus dan wajah pucat akibat kurang gizi. Sedangkan Murphy, adik kecilnya yang baru berusia 7 tahun, terbungkus selimut usang yang sudah penuh tambalan, menunjukkan betapa mereka hidup dalam keterbatasan. Thomas memandang mereka dengan perasaan campur aduk. Tanggung jawab besar terletak di pundaknya, namun kasih sayang untuk adik-adiknya memberikan kekuatan untuk terus berjuang.
Thomas tahu, untuk bertahan hidup di kota yang keras ini, ia harus cerdik dan pintar. Dia meraih jaketnya yang sudah compang-camping, memeriksa saku untuk memastikan pisau kecilnya tetap aman di dalamnya. Hari ini, seperti hari-hari sebelumnya, ia harus mencari uang. Tapi Thomas bukan anak biasa. Di balik usianya yang masih remaja, tersembunyi jiwa pengusaha cerdas yang selalu mencari peluang di tengah kesulitan.
Setelah memastikan adiknya masih tidur nyenyak, Thomas menyelinap keluar dari reruntuhan rumah. Kabut pagi belum menghilang, memberikan perlindungan dari pandangan mata yang tidak diinginkan. Ia melangkah cepat menuju pasar gelap dekat pelabuhan, tempat di mana kebutuhan sehari-hari bisa dipenuhi dengan harga yang layak atau setidaknya cukup untuk membeli sesuatu yang bisa dijual kembali.
Pasar gelap itu ramai dengan pedagang yang menjual berbagai barang, mulai dari makanan kadaluarsa hingga barang-barang curian. Thomas tahu, di sini, uang bukanlah satu-satunya alat tukar. Kecerdikan dan kemampuan bernegosiasi adalah kunci untuk mendapatkan apa yang ia butuhkan. Ia melangkah di antara kerumunan, memperhatikan setiap gerak-gerik orang di sekitarnya.
Mata Thomas tertuju pada seorang pedagang roti yang sedang sibuk melayani pelanggan. Bau roti yang terbakar dan aroma busuk dari sampah terdekat menciptakan kontras yang aneh namun khas dari pasar gelap ini. Dengan cepat, Thomas memperhatikan saat pedagang tersebut sibuk menghitung uangnya. Ini adalah momen yang tepat. Dengan kecepatan tangan yang hampir tidak terlihat, ia mengambil dua potong roti dari tumpukan dan menyembunyikannya di balik jaketnya. Roti itu bukan hanya makanan; itu adalah harapan untuk keluarga kecilnya.
Namun, Thomas tidak berhenti di situ. Ia tahu, roti saja tidak cukup. Ia membutuhkan uang tunai untuk membeli barang-barang yang lebih berharga atau bahkan menyimpan uang untuk masa depan. Mata Thomas kemudian tertuju pada seorang gadis muda yang berdiri di dekat kios ikan. Gadis itu tampak bingung, mungkin baru pertama kali ke pasar. Thomas melihat ini sebagai peluang.
Dengan senyum manis di wajahnya, Thomas mendekati gadis itu. “Permisi, nona”, katanya dengan suara lembut namun penuh percaya diri. “Kamu terlihat butuh bantuan. Apa kamu mencari sesuatu?”
Gadis itu menoleh, matanya yang besar dan polos menatap Thomas dengan rasa penasaran. “Aku... aku mencari ikan segar untuk ibuku,” jawabnya dengan ragu-ragu.
Thomas tersenyum lagi, menunjukkan sisi lain dari dirinya yang bisa memikat orang. “Ah, kamu datang ke tempat yang tepat. Tapi hati-hati, banyak pedagang nakal di sini. Aku bisa membantumu memilih yang terbaik.”
Gadis itu mengangguk, merasa lega dengan tawaran bantuan Thomas. Dengan cepat, Thomas membimbingnya menuju kios ikan yang dia kenal. Ia tahu, si pedagang akan memberinya sedikit uang jika dia berhasil membawa pelanggan. Setelah gadis itu membeli ikan, Thomas mendapat beberapa koin dari si pedagang. Tidak hanya itu, rasa terima kasih dari gadis itu memberikan kepuasan tersendiri bagi Thomas. Hari ini, dia sudah mendapatkan roti dan uang tunai dua hal yang sangat berharga.
Saat matahari mulai tenggelam, Thomas memutuskan untuk pulang. Namun, perjalanan pulang tidak selalu aman. Kota ini penuh dengan bahaya, mulai dari pencuri hingga pihak berwenang yang sering melakukan razia. Thomas harus selalu waspada dan siap menghadapi segala kemungkinan. Namun, kelelahan mulai menggerogoti tubuhnya. Ia melewati area pelabuhan yang lebih sepi, tempat di mana kapal-kapal besar sedang bongkar muat barang. Di sinilah, menurut Thomas, peluang emas menantinya.
Dengan mata tajam, ia memperhatikan gerak-gerik para pekerja. Mereka sibuk mengangkat karung berisi kopi, tanpa menyadari kehadiran Thomas. Dengan gerakan cepat dan hati-hati, Thomas menyelinap ke belakang tumpukan karung dan mengambil sekantong kecil kopi. Kopi ini bisa dijual dengan harga mahal di pasar gelap, memberikan keuntungan yang signifikan bagi Thomas dan adiknya.
Namun, Thomas tidak berhenti di situ. Di dekat kapal, ia melihat sekotak kecil yang tergeletak di tanah. Kotak itu terlihat mewah, mungkin berisi perhiasan atau barang berharga lainnya. Dengan kecerdikan yang luar biasa, Thomas mengambil kotak itu dan menyembunyikannya di balik jaketnya. Ia tahu, mengambil barang dari kapal yang sedang bongkar muat adalah risiko besar, tapi kesempatan seperti ini tidak datang setiap hari.
Dengan napas yang terkendali, Thomas melangkah pergi dari pelabuhan, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Namun, hatinya berdetak kencang, menyadari bahwa setiap tindakan membawa konsekuensi. Kecerdasannya membuatnya bisa menghindari deteksi, tetapi di dunia ini, tidak ada yang benar-benar aman.
Saat matahari mulai tenggelam, langit London berubah menjadi lebih gelap. Thomas memutuskan untuk melewati sebuah rumah kecil di dekat pelabuhan. Dari jendela yang terbuka, ia mendengar suara air dan nyanyian lembut yang berasal dari dalam. Rasa penasaran menguasai dirinya. Dengan hati-hati, ia mendekati jendela itu dan mengintip ke dalam.
------------> Bersambung
Ia menghindari pukulan lurus dengan gerakan slipping, memiringkan kepala hanya beberapa inci dari tinju George.Hook kanan datang cepat, tetapi Thomas mengangkat sikunya untuk menangkis, merasakan benturan yang nyaris mematahkan tulangnya.Saat tendangan putar melesat, Thomas melompat mundur, menggunakan momentum George untuk memperhitungkan serangan balasan.Dan di situlah momen itu datang.Saat sikutan George mengarah ke lehernya, Thomas menurunkan tubuhnya, merendah, lalu meluncurkan uppercut langsung ke ulu hati George.DUG!Untuk pertama kalinya, George terdorong mundur.Thomas tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan kecepatan yang ia pelajari dari pertarungan ke-99, ia menyerang balik.Elbow strike ke rahang.Tendangan rendah ke lutut.Sebuah pukulan straight ke arah dada.Namun, George bukan lawan yang mudah. Saat serangan ketiga hampir mengenai, George tiba-tiba berbalik, menggunakan energi Thomas sendiri untuk menjatuhkannya dengan teknik grappling.Thomas terhuyung, teta
Serigala itu tidak sendiri. Ada lima ekor lain yang mengintainya dari balik pepohonan.Thomas tahu bahwa ia harus bertarung.Ia mengambil tongkat besar yang terbakar di ujungnya dan mengayunkannya ke arah serigala pertama. Hewan itu mundur, tetapi lima lainnya bergerak mendekat. Ia tidak bisa melawan mereka semua.Pilihannya hanya satu "Lariiiii."Dengan cepat, ia berbalik dan berlari melewati hutan, napasnya tersengal. Ia melompati akar pohon, menerobos semak-semak, sementara suara cakar-cakar tajam mendekatinya dari belakang. Ia tidak bisa berhenti.Setelah hampir satu menit penuh berlari, ia melihat celah sempit di antara dua batu besar. Tanpa berpikir panjang, ia meluncur masuk dan menekan tubuhnya ke dalam ruang kecil itu. Serigala-serigala itu berhenti di luar, menggeram marah, tetapi tak bisa menjangkaunya.Ia menunggu, menahan napas, hingga akhirnya suara mereka menghilang.Malam itu, ia tidak bisa tidur. Ia menyadari satu hal: tempat ini tidak akan memberinya belas kasihan. J
Ia menggoreskan bilahnya ke telapak tangannya sendiri. Darah segar menetes ke dalam gelas kosong di tengah mereka.Tanpa ragu, Flynn mengambil pisau itu dan mengikuti, menyayat telapak tangannya sendiri sebelum meneteskan darahnya ke dalam gelas. "Setiap misi, setiap pertempuran, setiap kejatuhan… kita tetap satu."Alex, dengan tatapan penuh tekad, mengulangi ritual yang sama. "Kita tidak akan pernah berdiri sendirian. Kita adalah satu jiwa dalam empat tubuh."Akhirnya, Thomas mengambil pisau itu, merasakan dinginnya baja di kulitnya sebelum menyayat telapak tangannya sendiri. Darahnya bercampur dengan darah saudara-saudaranya, mengukuhkan sumpah yang lebih kuat dari sekadar kata-kata.Ia mengambil gelas itu, memutarnya pelan sebelum meneguknya. Darah hangat mengalir di tenggorokannya, bukan sebagai simbol kelemahan, tetapi sebagai bukti tak terbantahkan bahwa mereka telah memilih jalan yang sama. Tanpa ragu, gelas itu berpindah ke Alex, lalu ke Diego, dan terakhir ke Flynn. Mereka me
Setelah berminggu-minggu menjalani latihan intensif di akademi, Thomas mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Ia menjadi lebih cepat, lebih kuat, dan lebih waspada. Namun, dalam setiap latihan, ia juga mulai menyadari batasannya. Meskipun telah melalui berbagai skenario pertempuran, Thomas tahu bahwa ia masih jauh dari kata siap untuk menghadapi ancaman Black Dawn yang sesungguhnya.Sebuah komunikasi rahasia terjadi di salah satu markas Heptagon. Mr. Ice, salah satu The Council, telah berbicara dengan George Simbian secara langsung."Anak itu punya potensi," kata Mr. Ice dengan suara dingin khasnya. "Tapi dia belum siap. Jika dia ingin bertahan dalam perang berikutnya, dia harus menjadi lebih dari sekadar prajurit biasa."George menyilangkan tangan. "Kau ingin aku melatihnya secara khusus?""Ya. Tapi aku tidak ingin kau menawarkan diri. Jika Thomas benar-benar siap, dia akan datang kepadamu sendiri."George mengangguk paham. "Baik. Jika dia cukup cerdas untuk menyadari kelemahannya,
Thomas tersenyum, tetapi ia tahu ada kebenaran dalam ucapan mereka. Ia memang berubah. Setelah melihat kematian, menyaksikan bagaimana Heptagon mengendalikan dunia kriminal, dan mengalami langsung pertarungan brutal, ia tidak bisa kembali menjadi siswa biasa yang hanya menjalani pelatihan tanpa memahami konsekuensinya.Keesokan harinya, Thomas kembali ke rutinitas akademi tetapi dengan nuansa yang berbeda. Di lapangan latihan, setiap tatapan yang diarahkan padanya terasa berat. Sebagian besar siswa lain melihatnya dengan rasa hormat, beberapa dengan iri, dan yang lain dengan waspada.Tidak seperti biasanya, Saat sesi Latihan kali ini, George Simbian adalah instruktur hari itu menggantikan Antonov, dan dia telah menanti terlebih dahulu dilapangan. "Hayooo….berkumpul lebih cepat, PARA BAJINGAN, kalian fikir kita sedang-piknik". Mendengar teriakan George. para siswa panik, berlari dan segera cepat membentuk barisan. Diego mendengar suara yang tidak asing baginya, spontan menepuk jidatn
Langit malam di Afrika Selatan terbentang luas, bertabur bintang yang bersinar di atas kota Johannesburg. Thomas berdiri di balkon kamar hotelnya, menghirup udara malam yang segar, tetapi pikirannya jauh dari ketenangan yang ditawarkan kota ini. Sudah dua minggu sejak operasi besar-besaran Heptagon menghancurkan Black Dawn di Afrika, tetapi jauh di dalam dirinya, ia tahu bahwa ini bukanlah akhir. Perang yang sebenarnya baru saja dimulai.Di belakangnya, suara langkah kaki mendekat. Thomas menoleh dan melihat Sebastian N'Dour berdiri dengan tangannya disilangkan di dada, ekspresi wajahnya tetap setenang biasanya."Kau seharusnya menikmati malam terakhir di Afrika sebelum kembali ke akademi," ujar Sebastian.Thomas mengangguk pelan. "Sulit untuk merasa lega ketika kita tahu bahwa ini belum selesai."Sebastian tersenyum tipis dan mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya sebuah pisau berbilah hitam dengan ukiran tribal khas Afrika. Ia menyerahkannya kepada Thomas."Ini sebagai kenang-kenan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments